Pemuda Anarkis Nan Sadis, Kado Sistem Sekuler Kapitalis

Oleh. Kemala
(Relawan Opini)

Pemuda adalah tonggak peradaban. Pemuda yang berkualitas akan mendukung terwujudnya perkembangan negara yang berkualitas pula. Namun, bagaimana jika sebaliknya? Pemuda dengan kemunduran taraf bepikir serta anarkis nan sadis, apakah mampu membawa peradaban suatu negara menjadi maju?

Seperti yang belakangan kembali ramai diberitakan, terkait aksi sadis pemuda yang kian bermunculan . Belasan pemuda di Jagakarsa, Jakarta Selatan diamankan dalam aksi tawuran sarung yang diikatkan batu pada bagian ujungnya (detik.com, 23/03/23).

Kondisi yang sama juga terjadi di Purworejo, belasan pelaku tawuran yang ditangkap menggunakan sarung yang telah diisi batu dan pasir sebagai senjata. Bahkan, di Sukabumi turut diamankan pula senjata tajam lainnya seperti celurit, stik golf, hingga pedang dalam tawuran berkedok perang sarung.

Tidak hanya sampai di situ, kabar terkait perilaku sadis pemuda kembali menyeruak ke permukaan. Sebut saja pada 23 Maret 2023, oleh BBC News Indonesia dilaporkan bahwa POLDA Yogyakarta telah berhasil meringkus seorang laki-laki berumur 23 tahun sebagai pelaku pembunuhan yang disertai aksi mutilasi. Di mana korbannya adalah seorang wanita. Beberapa waktu belakangan, ternyata telah terjadi kasus pembunuhan yang serupa di Tangerang dan Jakarta dengan dugaan motif asmara hingga ekonomi.

Berbagai motif kejahatan oleh remaja ini mirisnya telah terjadi berulang kali. Ancaman hukuman dan upaya pembinaan singkat yang dikeluarkan pemerintah seolah hanya gertakan sementara, tidak menimbulkan efek jera total. Ditambah lagi dengan tidak dijadikannya agama sebagai poros dalam mengambil tindakan dalam menjalani kehidupan. Maka, tidak mengherankan apabila pemuda saat ini menjadi minim akhlak dan lemah iman sehingga dengan entengnya melakukan tindakan kriminal.

Lemahnya ketakwaan individu sebab ketidakhadiran agama sebagai kompas dalam beperilaku menjadikan pemuda mudah terombang-ambing oleh godaan kesenangan duniawi. Capaian kebahagiaan berorientasi materealistik menjadi tuntunan yang mengantarkan pada kehidupan yang hedon dan sekuler.

Mengedepankan hawa nafsu dalam bertindak menyebabkan kebebasan memutuskan suatu perkara. Apa yang mendatangkan kesenangan dan kepuasan sekalipun melenceng dari agama, akan mudah dinormalisasi. Minimnya bekal yang diperoleh dari pendidikan keluarga, acuh tak acuhnya lingkungan masyarakat dalam kontrol pergaulan, ditambah lagi bertebarannya pengaruh buruk media serta penerapan sistem sekuler oleh negara menjadi epik combo dukungan rusaknya generasi.

Sistem kehidupan yang sekuler, dengan memisahkan agama dari kehidupan pergaulan, pendidikan, dll., serta adanya asas manfaat, menjadikan pemenuhan kebutuhan dan kesenangan sementara jadi yang terdepan. Bahkan, dengan cara-cara yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain sekalipun. Lantas, sampai kapan kondisi seperti ini akan dipertahankan? Bagaimana memastikan pilar-pilar generasi pengokoh dan pembangun bangsa dapat berdiri kokoh ketika kualitas individunya rapuh?

Islam menaruh perhatian kepada pemuda sebagai generasi penerus. Mempersiapkan sedini mungkin hal-hal yang akan berdampak pada pertumbuhan mereka ke depannya. Dimulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga.

Generasi sebagai individu akan dibentuk sikap dan pemikirannya mulai dari gerbang utama bernama keluarga. Didikan dan asuhan orang tua akan berdampak pada ketakwaan anak. Sehingga pentingnya ditanamkan akidah islam agar terbentuk generasi yang berakidah islam yang menjadi tameng dan rambu-rambu dalam bertindak dalam berbagai situasi, agar tidak mudah terjerumus pada kemungkaran.

Kondisi keluarga yang kondusif akan semakin baik jika didukung dengan masyarakat yang juga memiliki kesamaan-kesamaan visi, yaitu berdasar pada aturan Islam. Masyarakat yang terbiasa menerapkan amar makruf nahi mungkar akan mempunyai kontrol yang baik pula dalam menjaga dan memantau berkembangnya generasi. Maka, ketika jangkauan keluarga tidak sampai ketika individu berada di luar, masyarakatlah yang menjadi kontrol sosial, mencegah serta menasehati apabila menemukan individu yang berbuat kemungkaran.

Negara sebagai pengaplikasi sistem, bertugas memenuhi hak-hak warga negara dalam berbagai aspek kehidupan sebagaimana yang ada dalam sistem Islam. Mulai dari pemenuhan kebutuhan pokok bagi warga yang tidak mampu, menjamin keselamatan, memberikan fasilitas pendidikan berbasis Islam yang mampu mendukung terbentuknya generasi cemerlang. Juga termasuk di antaranya memberikan kontrol terhadap media massa dan media online agar dapat secara baik memfilter hal-hal yang berpotensi merusak akidah.

Sistem sanksi juga akan dijalankan bagi pelanggar aturan. Sanksi yang akan memberikan efek jera sehingga mengecilkan kemungkinan terulangnya pelanggaran yang sama. Kesemuanya akan terlaksana secara optimal dan menyeluruh ketika diterapkan dalam negara yang menjadikan islam sebagai aturan hidup, tanpa memilah-memilah aturan mana yang sesuai dan mana yang tidak berdasarkan hawa nafsu manusia.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi