Oleh. Ernita S.
(Pendidik)
Narkoba merupakan salah satu barang berbahaya bagi kesehatan yang dapat merusak tubuh manusia. Di sisi lain, narkoba menjadi barang haram yang tidak boleh dikonsumsi oleh setiap individunya. Namun, di negeri ini pengedaran dan pengguna narkoba belum diberantas secara tuntas sampai-sampai setiap bulannya polisi mengamankan beberapa orang pemakai dan pengedarnya. Bahkan baru-baru ini, Polda Metro Jaya menggerebek dan menyita pabrik yang memproduksi narkoba.
Polda Metro Jaya tak hanya gerebek rumah produksi Narkoba di Citeureup, Bogor. Namun, mereka juga menyita 1,2 juta Pil PCC (Paracetamol, Caffeine dan Carisoprodol). Kasubdit III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino E. Yustici mengatakan, bahwa pihaknya melakukan penggerebekan pada Rabu, (15/5/2024). Adapun dalam pengungkapan kasus rumah narkoba ini bermula saat Polisi menangkap seseorang berninisial MH di wilayah Cakung, Jakarta Timur (Tvonenews.com, 18/5/2024).
Kasus narkoba bukanlah kasus baru lagi namun berbagai cara untuk menumpasnya bagaikan tiada ujungnya. Negara sering menyatakan bahwa telah menangkap pelaku gembong narkoba dan lokasi pembuatannya. Tetapi, masyarakat seolah diperdayai dengan ditemukannya tempat produksi ataupun ladang yang ditanami barang haram.
Polisi kembali menemukan ladang ganja di salah satu pegunungan di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Kali ini, ada lima hektare ladang ganja yang ditemukan. Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi mengatakan ladang ganja seluas lima hektare itu berada di Pengunungan Tor Sihite, Desa Rao Rao Penjaringan, Kecamatan Tambangan. Ladang itu ditemukan Tim Satgas Ladang Ganja Polda Sumut pada Rabu (15/5/2024). “Penemuan ladang ganja kurang lebih lima hektare,” kata Hadi (Detik.com, 18/5/2024).
Kasus narkoba nyatanya bukan menjadi isu yang baru apalagi belakangan ini ditemui ladangnya. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan ditemukan ladang-ladang lain yang masih ditanam. Adanya penemuan ini akan berdampak terhadap masifnya peredaran sampai pengguna narkoba. Dimana benda haram ini bisa menjerat siapa saja dari seluruh lapisan masyarakat seperti rakyat biasa, artis, pejabat bahkan aparat.
Permasalahan narkoba seakan tak pernah usai bukan karena tidak bisa untuk diberantas akan tetapi sistem kehidupan yang diterapkan. Sistem yang menjadikan para sindikat narkoba seolah memperoleh kebebasan dalam menjalankan bisnisnya. Pasalnya negeri ini bukan tidak memperoleh cara dalam mengatasi narkoba dari hulu hingga hilir.
Sayangnya yang ditangkap skala kecil saja baik pemakai maupun bandar narkoba. Mirisnya lagi Indonesia sudah memiliki Badan Narkotika Nasional (BNN) hingga UU yang mengatur tentang narkotika. Adapun upaya yang dilakukan dari promotif, preventif, kuratif, rehabilatif sampai represif. Namun hal ini juga masih menggambarkan betapa narkoba sudah menggurita bahkan sudah merajalela.
Pemberantasan narkoba tidak hanya sekadar dinilai dari progam-progam dalam penumpasannya tetapi bagaimana sistem kehidupan yang diterapkan. Sistem yang dijalankan saat ini yaitu sistem kapitalisme sekuler. Sekularisme merupakan suatu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Dimana sistem ini menjadikan manusia memiliki tujuan untuk mengejar kesenangan materi.
Dalam sistem ini mengagungkan kebebasan salah satunya kebebasan berperilaku maka yang diperoleh tidak memperdulikan hal haram maupun halal. Mereka menganggap semuanya boleh dilaksanakan asalkan keinginannya terpenuhi. Dampaknya kriminalitas semakin banyak dan narkoba diminati karena dianggap sebagai obat stress akibat tekanan hidup. Disisi lain, bisnis narkoba sangat menggiurkan dengan memperoleh materi sebanyak-banyaknya.
Selain itu, masyarakat makin abai terhadap kondisi yang menimpa masyarakat. Dimana mereka jauh dari aktivitas saling menasehati dan cenderung individualis. Sedangkan negara lepas dari tanggung jawab terhadap perannya sebagai pelindung rakyat. Hal ini tebukti dari upaya yang setengah hati dalam pemberantasan narkoba yang hanya menangkap pemakai maupun bandar kelas teri saja dan membiarkan kelas kakap.
Berbeda dengan sistem Islam, negara harus mampu memberantas tuntas narkoba, dengan dukungan 3 pilar yakni individu, masyarakat, dan negara. Pada aspek individu akan dibina dalam aspek keimanan dan ketakwaan atas setiap rakyatnya. Hal ini melalui sistem pendidikan Islam yang akan membentuk kepribadian Islam sehingga dalam beraktivitas sesuai syariat dan memelihara dari hal yang haram.
Pada aspek masyarakat, sistem ini akan memebentuk masyarakat yang Islami dengan peduli kondisi terhadap sekitarnya. Dimana masyarakatnya akan selalu melakukan amar makruf nahi munkar yang akan menjadi kebiasaan sehari-harinya. Adanya masyarakat yang mempunyai perasaan, pemikiran dan terikat dengan hukum syara’ akan memunculkan control sosial di tengah-tengah mereka.
Negara akan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan setiap individunya. Dalam sistem ekonomi Islam, negara akan mampu menjamin kesejahteraan rakyat sehingga dapat memutus mata rantai peredaran narkoba karena sisi kemiskinan. Pada pendidikan, kesehatan, dan keamanan akan dijamin secara gratis oleh negara. Selain itu, lapangan pekerjaan akan dibuka secara luas sehingga kondisi masyakarat akan sejahtera.
Apabila masyarakat masih yang melakukan perbuatan maksiat padahal masyarakat sudah dalam suasana dengan Islam dan kesejahteraan termjamin maka ada sistem sanksi. Sanksi atau uqubat ini sangat tegas dan menjerakan bagi pengguna, pengedar maupun produsen narkoba. Adapun sanksinya berupa takzir yaitu jenis dan kadarnya ditentukan oleh qadhi misal dari penjara, cambuk atapun yang lain. Wallahu a’lam bish shawab.