Oleh. Sri Syahidah
(Pegiat Dakwah)
Di akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi meresmikan pembentukan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berada dibawah naungan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) pada tanggal 15 Oktober 2024. Korps itu bertugas membantu Kapolri dalam membina, mencegah, menyelidiki, dan menyidik dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang (CNN Indonesia, 17/10/2024).
Kasus korupsi seolah sudah menjadi tradisi di Indonesia. Pelakunya tak pernah merasa jera meski sudah dipenjara. Hukuman penjara seolah dianggap pindah rumah saja tanpa ada pengaruh sesal bagi pelakunya. Bagaimana akan jera, penjara bisa disulap dan disuap menjadi hotel prodeo. Setelah keluar kambuh lagi korupsinya.
Di masa era presiden sebelumnya, ada KPK yang berwenang menanganinya dengan harapan bisa memberantas hingga ke akar-akarnya. Bukannya berkurang malah korupsi semakin menjadi-jadi hingga pejabat dan pegawai KPK pun tersangkut kasus korupsi juga.
Pembentukan korps atau lembaga apapun hanyalah cara pemerintah yang seolah-olah serius dalam memberantasnya. Padahal, apa pun dan bagaimanapun yang dilakukan tetap tidak akan pernah bisa memberantasnya selama tetap berasaskan sekuler. Setelah tertangkap, pelakunya menyuap polisi, hakim sipir, dan oknum-oknum yang berwenang.
Begitulah fakta pemberantasan korupsi dalam negara sekuler kapitalisme. Dibentuk lembaga pemberantasan berapa pun, korupsi tak akan pernah hilang. Di bawah naungan siapa pun, korupsi tak akan pernah habis kasusnya. Banyaknya kasus korupsi menandakan bahwa maslah korupsi ini bukan masalah kasuistik, tetapi ini adalah masalah yang sistematis.
Penerapan ideologi sekuler kapitalisme menyuburkan tindakan korup bagi seseorang, baik pejabat maupun rakyat. Selama diterapkannya ideologi sekuler kapitalisme korupsi akan tetap ada, bahkan akan makin subur. Hukuman yang ditetapkan bagi pelaku korupsi tidak akan pernah membuat jera dan tidak akan bisa mencegah pelaku lain untuk tidak melakukannya.
Dibutuhkan perubahan yang mendasar dan menyeluruh dalam memberantas korupsi. Penerapan ideologi yang benar akan bisa membuat pelakunya jera sekaligus bisa membuat pencegahan bagi masyarakat. Ideologi yang benar akan membentengi seseorang dari tindakan korup atau tidak jujur. Satu-satunya ideologi yang benar hanyalah Islam.
Penerapan Ideologi Islam secara menyeluruh akan membentuk keimanan dan ketakwaan yang tinggi bagi semua masyarakat, baik di tingkat pejabat hingga di kalangan rakyat. Ideologi Islam akan senantiasa menjalankan amar makruf nahi mungkar. Dengan begitu, tindakan korupsi akan bisa diminimalisasi. Inilah hasil dari sistem pendidikan Islam.
Dalam sistem politik ekonomi, pemerintah akan menjamin pemenuhan semua kebutuhan dasar bagi semua masyarakat. Mulai dari pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Ketika semua kebutuhan dasar telah terpenuhi, maka tak ada lagi alasan untuk korupsi. Sistem sanksi dalam Islam akan ditegakkan guna mencegah dan memberi efek jera.
Sanksi dari tindakan korupsi sama seperti pencurian. Jika sudah mencapai batas atau melebihi batas yang sudah ditetapkan akan diberlakukan hukum potong tangan. Dengan ketegasan sistem Islam, tindakankorupsi akan mudah dibabat habis hingga ke aka-akarnya.
Walhasil, seluruh sistem Islam tadi hanya bisa dijalankan dalam institusi negara yang berasaskan Islam. Sistem Islam tak akan bisa diterapkan dalam negara yang berlandaskan sekuler kapitalisme. Maka kebutuhan akan tegaknya sebuah negara Islam menjadi hal yang sangat urgen guna menyelesaikan segala problematika masyarakat. Berharap kepada sistem lain selain sistem Islam tentu akan sangat mustahil terwujud. Sudah saatnya kita memperjuangkan terwujudnya negara Islam yang akan menerapkan sistem Islam yang menyeluruh. Wallahualam.