Muhammad Ayyubi ( Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community )
Pemerintah melalui Kementerian ESDM berencana merilis aturan pembatasan kebijakan BBM Bersubsidi pada 1 Oktober 2024 yang bertujuan untuk memastikan subsidi tepat sasaran.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno mengatakan aturan penerima BBM Subsidi melalui Permen ESDM ini terkait rincian penerima hingga sanksi terkait penyaluran BBM Subsidi yang sebelumnya termuat dalam Perpres 191/2014.
Pembatasan penerima BBM Subsidi yakni Pertalite dan Solar ini disebut Eddy adalah dari aspek penggunanya. Saat ini tercatat 86% pengguna pertalite adalah pengguna Rumah Tangga yang 70% diantaranya adalah RT mampu sehingga harus ditata ulang agar tepat sasaran dan tidak membebani APBN.
Diharapkan aturan pembatasan kriteria pengguna Pertalite dan Solar subsidi ini dapat menghemat APBN hingga Rp30 Triliun per tahun.
Dulu pada saat pemerintah membatasi pembelian bensin premium pada tahun 2012 juga menggunakan alasan yang sama dengan apa yang disampaikan saat ini untuk pembatasan pertalite.
Tetapi apa faktanya ? Ternyata premium dihapuskan dan digantikan dengan pertalite yang harganya lebih mahal ketika itu.
Di Kemudian hari akhirnya kita mengetahui bahwa penghapusan premium adalah demi menghilangkan subsidi yang dianggap merugikan para pengusaha hilir bahan bakar minyak dari luar negeri.
Dengan pola yang sama kita bisa mengendus bahwa pembatasan pertalite hari ini adalah demi tujuan akhir penghapusan pertalite yang masih tinggi subsidinya.
Subsidi dianggap membebani keuangan negara di satu sisi dan di sisi lain merugikan para pengusaha bahan bakar luar negeri yang tidak bisa kompetitif jika pertalite masih di subsidi pemerintah.
Adapun alasan agar subsidi tepat sasaran dengan penerbitan barkode khusus pertalite adalah modus agar pemerintah tidak dianggap terlalu bersalah atas liberalisasi sumber daya alam milik rakyat.
Ujung dari kebijakan pembatasan ini adalah penghapusan pertalite. Jika dengan pembatasan saja pemerintah bisa untung Rp. 30 triliun apalagi jika benar benar dihapuskan maka pemerintah bisa untung Rp. 502 triliun per tahun.
Tambahan dana sebesar ini akan sangat berarti bagi pemerintah di saat defisit anggaran yang dialami pemerintah dan di saat pemerintah bingung menutupi biaya makan siang gratis dan tambahan biaya pembangunan IKN.
Sumber Daya Alam adalah Harta milik Umum
Pertalite, premium dan minyak tanah hakikatnya adalah kekayaan milik umum dan hasil nya harua dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan atau kompensasi yang lain.
Hal ini dasarkan pada keumuman ayat.
وآتوهم من مال الله الذي آتاكم
Dan berikanlah kepada mereka dari hartanya Allah yang telah Dia berikan kepada kalian ( an nur 33 ).
Indonesia pun secara konstitusi juga mengakui bahwa Sumber Daya Alam dalam Esensi UUD 1945 memiliki kesesuaian dengan Ekonomi Islam. Ini tertuang di Pasal 33 Ayat 3, “Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Tetapi praktik oligarki yang kapitalistik membuat kekayaan alam ini akhirnya bermuara pada beberapa orang kaya saja di Indonesia.
Maka secara filosofis kekayaan alam tersebut harus dikembalikan ke rakyat. Negara tidak boleh secara sewenang-wenang memberi konsesi kepada asing atau swasta apalgi ormas yang mengakibatkan harga dimonopoli sesuka hati oleh para oligarki.
Jika sumber daya alam ini khususnya pertalite dan sejenisnya diatur oleh syariat Islam maka harganya murah karena pemerintah hanya mengambil biaya produksi atau bahkan gratis.
Anda bisa bandingkan ? Anda mau harga BBM yang terus naik ataukah harga yang gratis?
Jika mau gratis, itu hanya ada dalam sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh khilafah. Mau ?[]
7 September