Muhammad Ayyubi ( Mufakkirun Siyasiyyun Community )
Pertandingan tinju putri kelas 66 kg Olimpiade Paris 2024 menjadi sorotan publik setelah petinju Aljazair, Imane Khelif, mengalahkan Angela Carini dari Italia. Khelif, yang dikenal sebagai atlet transgender, berhasil memaksa Carini mundur dari pertandingan akibat cedera hidung yang parah.
Pertarungan berlangsung singkat. Dalam 10 detik pertama ronde awal, Khelif sudah melayangkan empat pukulan telak ke arah Carini.
Keputusan Komite Olimpiade Internasional (IOC) untuk mengizinkan Khelif bertanding di Olimpiade Paris 2024 menuai kritik dari berbagai pihak.
Kesetaraan Gender Ide Absurd
Jargon kesetaraan gender adalah kesamaan hak, posisi, peran, dan kewajiban perempuan serta laki-laki dalam kehidupan.
Dalam implementasi, para pegiat feminisme menolak jika wanita dianggap lemah. Oleh karenanya mereka mununtut perlakuan yang sama dalam seluruh aspek kehidupan.
Dari ide seperti inilah, kita bisa melihat tim sepak bola wanita, petinju wanita, sopir wanita termasuk pemimpin wanita.
Para pegiat feminisme merasa terdiskriminasi jika wanita diposisikan sebagai sub ordinat laki-laki. Wanita harus menjadi dirinya sendiri dan memimpin dirinya sendiri.
Keputusan Komite Olimpiade Internasional yang mengizinkan wanita transgender bertarung melawan wanita tulen juga berangkat dari ide kesetaraan.
Akan tetapi kodrat bahwa wanita itu makhluk yang lebih lemah secara fisik dari lelaki tidak bisa dinafikan, terbukti dalam pertandingan tinju antara Imane Khelif dan Angela Carini.
Pandangan Islam Terhadap Wanita.
Islam memandang wanita adalah makhluk yang setara dengan laki-laki dalam hal kewajiban kepada Allah.
Meskipun ada beberapa kewajiban hanya untuk laki-laki tetapi tidak untuk perempuan, atau sebaliknya.
Hal ini karena Islam memandang adanya perbedaan dari sisi fisik dan kemampuan.
Misalnya kewajiban shalat kepada lelaki tidak ada toleransi untuk ditinggal tetapi tidak bagi wanita karena ada siklus haid pada wanita.
Lelaki bisa jadi pemimpin negara tetapi tidak untuk perempuan karena faktor psikologi wanita yang lebih rentan dari pada lelaki.
Terlepas dari itu semua, ketika syariat melarang atau memerintahkan sesuatu pastilah ada kemaslahatan meski manusia tidak menyadarinya.
Maka dari itu, menyamakan wanita dengan lelaki dalam semua aspek bukan saja tidak adil tetapi juga tidak manusiawi.
Islam menempatkan wanita pada posisi mulia sejak dulu ketika peradaban jahiliyah memandang wanita hanya sekedar barang yang diwariskan ketika suaminya mati. Bayi-bayi wanita dikubur hidup-hidup karena dianggap aib karena tidak bisa diandalkan dalam peperangan.
Islam memuliakan wanita dengan memberi baju yang sempurna. Wanita dihargai karena ketakwaannya bukan karena tumpukan daging yang bisa dinikmati oleh siapa saja.
Ketika Islam sudah memuliakan wanita, tetapi manusia hari ini kembali ke masa jahiliyah. Hasilnya, bukan kebaikan tetapi justru kehancuran.
Mereka berharap persamaan wanita dan lelaki tetapi ketika diimplementasikan dalam kehidupan mereka termasuk dalam olah raga justru mereka ingin dibedakan. Ini artinya inkonsisten, masih percaya feminiisme ?[]