Paradoks Gedung DPR di Tengah Jeritan Rakyat.

Oleh. Siti Zulaikha, S.Pd. (Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi)

Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Selasa (6/9/2022) menyimpan banyak cerita. Salah satunya massa yang berunjuk rasa di depan Gedung Parlemen, sementara para anggota dewan justru terekam merayakan hari ulang tahun Ketua DPR RI Puan Maharani di tengah Rapat Paripurna.

Hal ini tentu menciptakan kontroversi di kalangan masyarakat. Tak terkecuali dari Peneliti Formappi, Lucius Karus, yang bahkan terang-terangan mengecam DPR karena dianggap sibuk berpesta ketika massa menolak kenaikan harga BBM.

Hal ini disampaikannya di acara Hotroom yang disiarkan di kanal YouTube metrotvnews. “Ironi ini betul-betul ditunjukkan di DPR. Ada massa buruh di depan gerbang yang sedang berdemonstrasi, tetapi di ruang paripurna DPR ada pesta ulang tahun Ketua DPR,” ujar Lucius, dikutip Suara.com pada Kamis (8/9/2022).

Lucius mengatakan momen tersebut memperlihatkan seberapa serius komitmen anggota DPR sebagai wakil rakyat. Dia menilai momen itu mengolok-olok rakyat. Menurut Lucius, Puan seharusnya menemui rakyat.

Lucius juga menyoroti rapat paripurna yang dijadikan sebagai ajang perayaan ulang tahun. Dia mengatakan rapat paripurna itu bak panggung tertinggi untuk memperjuangkan nasib rakyat bukan diselipkan dengan urusan pribadi (detik.com, 7/9/2022)

Sungguh miris, di saat rakyat melakukan penolakan terhadap kenaikan BBM, tidak satu pun jajaran pimpinan DPR RI yang keluar gedung untuk menemui rakyat. Di saat para demonstran tidak peduli akan teriknya matahari yang membakar ubun-ubun mereka, di dalam Gedung DPR RI yang sejuk ber-AC itu, para anggota dewan yang terhormat itu malah asyik merayakan ulang tahun ketuanya, Puan Maharani. Suara tepuk tangan dan nyanyian lagu “Selamat Ulang Tahun” memeriahkan ruangan dengan penuh sukacita. Inilah realita di salah satu negeri yang menerapkan sistem demokrasi kapitalisme.

Penguasa dan rakyat dipisahkan oleh gedung DPR. Penguasa seakan kehilangan nurani, tak peduli dengan rakyatnya sendiri dan menambah kesengsaraan rakyatnya. Keberadaan penguasa hanyalah untuk kepentingan para kapitalis, bukan kemaslahatan rakyat. Demokrasi hanya melegislasi kebijakan seolah atas nama rakyat padahal untuk kepentingan kapitalis.

Sistem politik demokrasi dalam sistem kehidupan kapitalistik telah menjadikan masyarakat, termasuk penguasa, hanya berorientasi pada materi atau bagaimana meraih keunggulan sebesar-besarnya, baik mereka yang duduk di kursi legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Apalagi, jika kita berbicara sistem politik demokrasi telah memunculkan banyak celah, untuk para pejabat dalam menggondol cuan sebanyak mungkin.

Demokrasi yang katanya memberi ruang kebebasan berpendapat untuk mengkritik penguasa, tetapi kritik itu hanya pada hal yang tidak menganggu kelangsungan kursi penguasa dan tidak mengancam eksistensi ideologi kapitalisme. Sedangkan, setiap kritik untuk membela kepentingan rakyat dianggap sebagai ancaman.

Berbeda dengan sistem Islam yang terbukti mampu memimpin 2/3 dunia selama 13 abad. Aturannya yang bersumber dari Pencipta akan menutup celah kerusakan akibat ulah manusia. Islam sangat mendorong setiap muslim untuk melakukan muhasabah lil hukkam. Hal ini semata-mata dalam rangka tetap menjaga iklim ideal di tengah-tengah masyarakat agar tetap berada dalam koridor hukum syariah. Sebab dalam pandangan Islam, politik negara adalah meriayah (mengatur) urusan umat berdasarkan syariat Allah Swt.

Kekuasaan yakni kekhilafahan merupakan metode menerapkan syariat Islam Kaffah untuk kemaslahatan umat. Meskipun aturan hukum yang diterapkan adalah buatan Allah Yang Mahasempurna. Namun, khalifah sebagai pelaksanaannya adalah manusia yang tak luput dari salah dan lupa. Kritik umat terhadap penguasa adalah sunnah Rasul dan tabiat dalam Islam. Kritik tersebut adalah wujud rasa cinta rakyat terhadap pemimpin agar tidak tergelincir pada keharaman yang dimurkai Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Di sisi lain, sistem politik Islam akan mencetak penguasa-penguasa menjadi sosok yang mudah menerima masukan. Sebab sistem politik Islam yang mudah dan berbiaya murah, akan menyingkirkan keterlibatan korporasi dalam kontesnya. Akhirnya, kebijakan yang ditetapkan penguasa akan terbebas dari setiran pihak mana pun. Ditambah lagi, kepemimpinan dalam Islam adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Inilah yang menjadi dorongan utama seorang pemimpin dalam Islam untuk terus membenahi kebijakannya agar selalu dalam koridor syariat Islam.

Demikianlah gambaran pemimpin dalam sistem politik Islam yakni Khilafah Islamiyah yang mudah menerima kritik demi kepentingan rakyat. Pemimpin-pemimpin yang seperti ini tidak akan kita temukan dalam sistem politik demokrasi.

Wallahu a’lam bishowwab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi