PAJAK, MENYENGSARAKAN ATAUKAH MENYEJAHTERAKAN?

Muhammad Ayyubi ( Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community )

Seorang pengusaha pengepul susu sapi, Pramono menutup perusahaannya karena tidak sanggup lagi membiayai operasional usahanya.

Hal ini akibat menunggak pembayaran pajak usaha. Oleh karena itu DJP membekukan rekeningnya dan uang sebesar Rp. 670 juta miliknya tidak bisa dicairkan.

Kasus yang sama menimpak Kokoh seorang pengusaha furniture di Bintan yang dibolkir rekeningnya oleh DJP Bintan karena menunggak Pajak Rp1,7 Miliar.

Ternyata Pramono dan Kokoh tidak sendiri, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur memblokir rekening bank pribadi milik 140 orang wajib pajak (WP) di Surabaya, Jawa Timur, akibat menunggak pembayaran pajak senilai Rp69,6 miliar.

Benar pameo yang selama ini terjadi di masyarakat bahwa pemerintah tidak akan pernah membantumu untuk menjadi pengusaha, tapi jika kamu berhasil maka pemerintah akan mengambil keuntunganmu lewat pajak.

Dalam kapitalisme, ada dua jenis kemiskinan. Yakni kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural.

Kemiskinan kultural terjadi karena budaya dan mental miskin yang dimiliki anggota masyarakat sehingga menjadikannya hidup miskin. Seperti, malas, tidak memiliki etos kerja atau mudah putus asa.

Tetapi ada kemiskinan struktural, hal ini diakibatkan kebijakan pemerintah yang menjadikan rakyat sebagai sapi perah negara melalui berbagai kebijakan yang menyengserakan rakyat. Seperti , pajak, iuran wajib dan asuransi wajib negara.

Pajak di dalam sistem ekonomi kapitalisme adalah tulang punggung negara. Semua hal akan dipungut pajaknya. Ada 13 jenis pajak yang diwajibkan negara kepada rakyatnya mulai dari pajak daerah hingga pajak pusat.

Pajak pertambahan nilai, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak materai, pajak hiburan, pajak kendaraan bermotor, pajak restoran, pajak cukai rokok, pajak barang mewah, pajak air dan tanah, dan masih banyak lagi jenis pajak daerah.

Dengan menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara membuat penghasilan dan gaji rakyat tergerus hingga 50 persennya untuk membayar pajak.

Di mata penguasa rakyat adalah ladang penghasilan negara. Kebijakan ini bersifat memaksa, artinya siapa saja yang membangkang dari pembayaran pajak akan di timpakan hukuman dari pemblokiran, penyitaan hingga hukuman penjara.

Sehingga rakyat ini menghdupi negara dengan pajaknya, sementara rakyat diabaikan kehidupannya. naifnya lagi uang pajak itu pun dikorupsi oleh penguasa. Ibaratnya rakyat ini sudah jatuh tertimpa tangga.

Khilafah, Negara Tanpa Pajak

Sumber pendapatan utama Khilafah tidak berasal dari pajak. Tetapi dari fai, kharaj, usyur, jizyah, ghanimah, kekayaan milik umum, kekayaan milik negara, zakat dan dharibah.

Dengan sumber pendapatan yang melimpah tersebut, Khilafah tidak dibenarkan mengutip pajak dari rakyat tanpa alasan syar’i.

Satu satunya alasan yang dibenarkan untuk mengutip pajak dari rakyat adalah ketika kas negara Khilafah kosong, itu pun hanya dikutip dari orang orang kaya saja dan bersifat temporal. Ketika kas negara kembali terisi maka pajak ini dihentikan.

Tanpa pungutan pajak yang mencekik, peluang rakyat untuk menjadi sejahtera sangat terbuka lebar. Seluruh penghasilannya bisa dioptimalkan untuk menafkahi keluarganya. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan tersier mereka.

Kesejahteraan rakyat ini akan semakin sempurna karena di saat yang sama Khilafah menggratiskan biaya pendidikan dari sekolah dasar hingga kuliah dan biaya kesehatan.

Ditambah lagi Khilafah memberikan subsidi untuk BBM dan pupuk pertanian, hal ini secara langsung akan menjadikan harga sembako dan biaya distribusi semakin menjadi murah.

Dengan gambaran yang indah seperti ini hidup di dalam naungan Khilafah, masihkah kita menolaknya?[]

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi