Oleh. T.Enny Sri Adilla
(Kontributor MazayaPost.com, Dramaga Bogor)
Tingkat kepatuhan masyarakat dalam pengesahan STNK pendaftaran kendaraan bermotor masih sangat rendah. Saat ini jumlah kendaraan yang ada 165 juta unit kendaraan, namun yang mendaftar, yang patuh melakukan perpanjangan 5 tahunan pengesahan STNK hanya 69 juta, di bawah 50 persen. Pembayaran pajak merupakan salah satu syarat untuk pengesahan surat tanda nomor kendaraan (STNK). Untuk saat ini, Korlantas membuat tim pembina samsat yang akan mendatangi rumah pemilik kendaraan penunggak pajak sebelum akhir tahun melalui pendekatan soft power.
Tujuan pendekatan soft power ini untuk mengingatkan pajak yang harus dibayar. Hal ini memang perlu dilakukan agar data yang dimiliki korlantas lebih valid. Dengan begitu penegakan hukum bisa lebih tertib. Bukan tanpa alasan langkah ini dilakukan, karena tingkat kepatuhan masyarakat melakukan perpanjangan STNK 5 tahun masih minim.
Perlu diketahui, membayar pajak kendaraan merupakan kewajiban seperti tercantum dalam undang undang No. 23 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak kendaraan bermotor atau PKB menjadi salah satu jenis pajak yang termasuk dalam kategori pajak daerah atau pajak propinsi. Pajak kendaraan ini merupakan salah satu sumber pemasukan pemerintah daerah untuk membiayai berbagai program dan proyek pembangunan.
Pajak kendaraan bermotor (PKB) salah satu pendapatan utama bagi daerah yang akan digunakan untuk mendukung berbagai aktifitas pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan infrastuktur. Infrastuktur jalan yang baik sangat di perlukan untuk mendukung mobilitas masyarakat. Pemerintah dapat memperbaiki jalan yang rusak dan membangun jalan jalan baru yang memudahkan akses bagi masyarakat. Dana PKB juga dialokasikan untuk meningkatkan transportasi umum yang lebih baik.
Ekonomi Indonesia hari ini berdiri salah satunya dengan tumpuan pajak, karena memang inilah salah satu pemasukan utama dalam ekonomi kapitalis. Pajak adalah bentuk kezaliman negara terhadap rakyat. Dalam sistem kapitalisme sekuler, semua serba di pajak. Pajak dan berbagai pungutan lainnya tentu menambah beban kehidupan masyarakat. Ironisnya pada saat kondisi kehidupan yang sedang sulit sekalipun, pungutan pajak bukan dikurangi atau dihilangkan malah makin bertambah. Padahal di sisi lain negara tidak menjamin kesejahteraan bagi warganya.
Berbagai pungutan yang ada di luar syariat Islam seperti pajak atas penghasilan kendaraan, tanah, rumah, dsb adalah kezaliman, karena tidak didasarkan pada ketentuan syariah. Inilah yang dimaksud Allah Swt., dalam firman-Nya bahwa memakan harta sesama kalian dengan cara yang bathil. Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Kas negara atau baitul mal dalam sistem pemerintahan Islam memiliki suatu pemasukan yang tetap, seperti zakat, jizyah, infak sedekah, harta kepemilikan umum seperti tambang migas dan mineral. Sumber pemasukan ini amat besar dan mampu mencukupi kebutuhan umat.
Islam lebih menekankan pada zakat, sedekah dan waqaf sebagai sumber utama penerimaan negara yang bertujuan untuk kesejahteraan umat. Memang adakalanya negara dibolehkan untuk memberlakukan pajak namun konsep dan pelaksanaannya jauh berbeda dengan sistem pajak kapitalis. Pajak dalam Islam hanya diberlakukan saat negara benar-benar krisis keuangan.
Sementara negara tentu membutuhkan dana segar untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pengeluaran yang diwajibkan atas mereka misalnya membayar gaji pegawai, tentara jihad fiisabilillah, memenuhi kebutuhan fakir miskin dan juga penanganan bencana alam dan wabah. Pungutan itu bersifat temporer bukan pemasukan rutin dan permanen apalagi menjadi sumber pendapatan utama negara. Ketika krisis sudah terlewati dan kas negara (baitul mal) telah aman maka pungutan itu akan dihentikan. Jadi pajak dalam Islam bukan merupakan pendapatan rutin dan utama negara seperti dalam sistem kapitalisme.
Sistem kapitalime menjadikan pendapatan pokok negara dari pajak yang makin membebani rakyat. Sedangkan Islam menetapkan sumber pendapatan negara dari banyak hal dan negara pun hanya memungut pajak saat tertentu dan hanya orang kaya saja. Dalam Islam, negara justru menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dan sistem upah yang manusiawi sehingga rakyat hidup sejahtera. Negara menjalankan fungsi ra’awiyah sehingga rakyat aman dan sejahtera. Penerapan sistem ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan rakyat tanpa pungutan pajak.