Nestapa Muslim Rohingnya Akibat Rusaknya Pemikiran Nasionalisme

Oleh. Maziyahtul hikmah S.Si.

Insiden pemindahan paksa oleh ratusan mahasiswa terhadap pengungsi Rohingya di Banda Aceh menyisakan trauma dan ketakutan bagi korban. “Karena bersaudara seiman, saya tidak menyangka mereka memperlakukan kami dengan tidak manusiawi seperti itu,” kata seorang pengungsi Rohingya (bbc.com, 7/01/2024).

Sejatinya, seluruh kaum muslim adalah saudara seiman dan bagaikan satu tubuh. Sayangnya, ikatan yang seharusnya menyatukan seluruh kaum muslim itu telah dirusak dengan paham nasionalisme yang dijejalkan oleh penjajah kepada kaum muslimin. Kaum kafir penjajah faham betul bahwa kekuatan kaum muslimin ada pada ikatan akidahnya, maka tidak heran jika mereka terus menerus mengkampanyekan faham nasionalisme dan isme-isme lainnya demi menghancurkan kekuatan kaum muslim.

Sebagai seorang muslim, kita harus jeli dalam mencermati permasalahan muslim Rohingnya. Muslim Rohingnya dilihat dari sisi mana pun adalah korban dari kejamnya rezim Myanmar. Tak selesai di situ penderitaannya, di camp Cox Bazar, muslim Rohingnya juga tidak diperlakukan layaknya sebagai manusia. Itulah alasan mengapa akhirnya mereka melarikan diri terapung-apung berhari-hari di atas lautan berharap mendapatkan perlindungan dari saudara seiman mereka di negara lain. Sayangnya, reaksi atas kedatangan mereka diberbagai negara lain mendapat respon yang tak bersahabat.

Peran media tak bisa dianggap remeh. Pengarusan opini kebencian terhadap muslim Rohingnya membanjiri jagat dunia maya. Muslim Rohingnya dianggap minim adab dan susah diatur. Seakan kita lupa bahwa sepanjang hidup mereka digunakan untuk melarikan diri demi mempertahankan hidup. Jangankan untuk menerapkan adab, sekadar mengecap pendidikan dasar saja mereka tidak bisa. Kebanyakan masyarakat terkonsentrasi pada muslim Rohingnya sementara mereka melupakan siapa predator sebenarnya yang menyebabkan kenestapaan yang menimpa saudara kita.

Nasionalisme telah merusak barometer kemanusiaan kita. Justru seharusnya kita dengan segenap hati mendukung dibebaskannya saudara-saudara kita yang dimangsa oleh musuh-musuh Islam agar segera mendapatkan kemerdekaannya. Baik di Palestina, Rohingnya, muslim Uighur, dan seluruh umat Islam di berbagai belahan dunia yang lainnya. Kemerdekaan yang bukan hanya sekadar kemerdekaan di atas kertas tetapi kemerdekaan hakiki dari penjajahan baik secara fisik dan pemikiran.

Aksi dukungan kita terhadap mereka tak boleh kendor sedikit pun, karena musuh-musuh Allah juga tak pernah berhenti untuk menghancurkan kaum muslim. Penghancuran secara fisik dan pemikiran berupa penjajahan sistem politik, sistem pendidikan, sistem ekonomi dan pengaturan segala lini kehidupan kita harus kita hilangkan. Inilah masalah utama yang harus kita selesaikan.

Melakukan aksi boikot tak hanya berhenti pada produk-produk buatan mereka, tapi juga harus dilanjutkan dengan memboikot segala bentuk pemikiran mereka termasuk diantara adalah jebakan pemikiran nasionalisme yang mengkotak-kotakkan kaum muslim di bawah bendera yang berbeda. Hanya karena olahraga kita mencaci saudara seiman kita di negara lain. Betapa rusaknya ikatan nasionalisme ini lantas kenapa masih dipertahankan?

Rasulullah saw. memberikan contoh kepada kita betapa indahnya persaudaraan yang tidak tersekat oleh perbedaan warna kulit, bahasa, bahkan negara. Hal itu adalah aktivitas pertama yang dilakukan oleh Rasulullah saat beliau hijrah ke Madinah, yaitu mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshor. Sungguh indah persaudaraan masyarakat Madinah saat menerima kedatangan kaum Muhajirin yang hijrah dari Makkah. Mereka tak segan memberikan seluruh hartanya untuk memastikan kaum Muhajirin mendapatkan kehidupan yang nyaman meskipun mereka sendiri berada dalam kekurangan. Melalui kejadian inilah, kita harus memetik hikmah bahwa ikatan akidah memberikan kekuatan yang luar biasa kuat. Dengannya kaum muslimin mampu menghilangkan segala penghalang baik fisik maupun pemikiran yang menghadang dihadapan mereka.

Kaum muslim pernah bersatu dalam satu bendera dan satu kepemimpinan di bawah bendera tauhid. Kesatuan kepemimpinan melalui institusi negara ini telah bertahan selama berabad-abad dan menguasai 2/3 wilayah dunia. Pemimpinnya bertugas menerapkan syariat Islam secara kaffah di dalam negerinya dan menyebarkan Islam dengan jalan jihad dengan menggerakkan pasukannya di bawah panji-panji Islam. Pemimpin kaum muslimin itu satu, dan menjadi pelindung bagi seluruh kaum muslimin. Pemimpin inilah yang dalam sejarahnya mampu mengirimkan pasukan yang panjang pasukannya tak terputus dari kota Amoria di Romawi hingga ibu kota negara Islam karena teriakan seorang muslimah yang dilecehkan oleh orang Romawi. Hanya dengan persatuan umat di bawah satu bendera tauhid dengan kesatuan kepemimpinan dalam bingkai negara yang menerapkan syariat Islam kaffah kaum muslim akan mendapatkan kemerdekaannya secara hakiki. Wallahu a’lam bisshowab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi