Negeri Darurat Pornografi, Mengancam si buah hati

Oleh. Khasanah Isma

Viral di jagat maya, sebuah unggahan surat cinta anak SD bernada vulgar. Surat bertuliskan tangan ini dibuat oleh seorang anak lelaki kelas 6 SD, ditujukan untuk teman perempuannya.

Anak tersebut meminta jawaban atas pernyataan cintanya, dari awal tulisan menyatakan kata I love you, mengajak jadian, sampai janjian di kamar mandi sekolah untuk melakukan hubungan orang dewasa. Para orang tua mana yang tidak shock mendengar berita ini. Lihai menggunakan bahasa biologis yang tak pantas untuk anak seusianya.

Surat itu sontak membuat para orang tua mengelus dada, apakah ini imbas dari kemajuan teknologi? Sebetulnya tidaklah mengherankan jika kebanyakan remaja saat ini terjebak pergaulan bebas, bicaranya tak senonoh, dan hobinya menonton konten porno.

Sebuah contoh kecil misalnya, coba perhatikan kadang ada saja di sekitar kita, anak SD atau remaja yang jika kaget atau bercanda spontanitas menyebut kata-kata tidak senonoh, hingga menyebut alat vital. Entah latah atau dalam kondisi marah, keluarlah kata-kata tersebut kepada sesama temannya. Hal ini bagi mereka dianggap biasa, bahkan dijadikan bahan candaan, astaghfirullah.

Kebebasan berperilaku tanpa aturan yang mengikat ini tentu karena ada penyebabnya dan ada yang memfasilitasinya, antara lain:

Pertama, lemahnya peran pengasuhan pada anak, seperti kurang kontrol orang tua dalam mendampingi anak, anak difasilitasi gadget tapi tanpa pengawasan, dipegangi gadget tanpa membuat kesepakatan aturan, terlebih bila sang anak belum ditanamkan fondasi akidah yang kuat terkait hukum syarak tentang mana yang haram dan yang halal, mana yang dilarang dan yang dibolehkan.

Sebab dalam bersikap, seseorang akan selalu dipengaruhi oleh pemahaman, aturan yang diterapkan, dan keadaan lingkungan. Ketiga komponen itu menjadi penentu seseorang bersikap dalam keseharian.

Apalagi jika orang tua sibuk bekerja pergi pagi pulang sore hari, tidak ada waktu untuk bicara dari hati ke hati. Gadget seolah menjadi teman pengusir sepi si anak di kamarnya meski sendiri. Dengan bermodal isi quota lima ribuan saja atau wifi,
sang anak bebas berselancar di dunia maya, membuka berbagai situs yang diinginkannya, atau mabar (main game bareng teman) yang isinya sarat dengan kostum berbau porno dan kekerasan, atau mungkin buka TikTok yg isinya banyak kaum hawa mempertontonkan goyangannya.

Sehingga, sedari dini anak sudah terstimulus rangsangan seksualnya melaui visualisasi. Bayangkan jika itu ditonton setiap hari, maka dapat dipastikan akan sedekil apa otak mereka bila tanpa pengawasan orang tua. Padahal, anak saat ini adalah calon pemimpin masa depan.

Bagaimana bisa mewujudkan kepemimpinan yang membawa perubahan kemaslahatan,
jika maklumat tsabiqoh yang ia dapatkan adalah hal-hal yang merusak mental dan pemikirannya, dijejali dengan konten yang nirmanfaat, lebih kepada hal yang membangkitkan syahwat. Lantas apakah kondisi ini akan dibiarkan terus menerus tanpa solusi yang solutif?

Kedua, di samping lemahnya peran pengasuhan orang tua, rusaknya sistem negara juga adalah faktor utama dari rusaknya akhlak anak bangsa. Sebab, ini bukan hanya persoalan individu semata, tapi persoalan sistem yang juga membutuhkan solusi sistematis.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa Indonesia ini surganya pornografi. Maraknya situs-situs porno yang dengan mudah diakses, seolah pemerintah melakukan pembiaran karena hanya sebagian situs saja yang dilakukan pemblokiran. Alasannya, bahwa mereka (Kemenkominfo) pun mengalami kewalahan dalam membendung situs-situs tersebut, sekalipun sudah mengaku telah membantuk satgas tim khusus untuk memberantasnya.

Dari sini, kita bisa membuat kesimpulan, jika para pemangku kebijakan saja angkat tangan terhadap masalah ini, hal ini menandakan bahwa sistem demokrasi sekularisme liberalisme yang dipakai saat ini sudah tak dapat lagi diharapkan untuk mengatur tatanan hidup. Ancaman akan hancurnya masa depan anak-anak kita ada di depan mata. Sungguh, beban yang besar ini dipikul oleh para orang tua yang harus selalu mengawasi sang anak setiap saat.

Lalu apakah bisa mengawasi setiap saat jika kedua orang tuanya adalah pekerja? Kalaupun bukan pekerja dan bisa,
sampai kapan mampu bertahan? Sementara sang anak dihadapkan pada situasi lingkungan yang merusak. Semakin mereka besar, semakin ia punya pilihan. Apalagi terkadang suara orang tua tak dianggap formal. Maka, sekuat apa pun ikhtiar para orang tua untuk menanamkan akidah Islam yang kokoh kepada anak, jika tanpa didukung oleh negara sebagai institusi yang sah. Tetap akan ada kekhawatiran (para orang tua ) terhadap anak , khawatir tergerus oleh pemikiran sekuler dan pergaulan yang liberal. Terlebih jika anak tidak dibina (tasqif) akidah Islam. Untuk menjadi tetap saleh itu butuh sistem, butuh seperangkat aturan yang legal. Hanya sistem Islamlah yang mampu mengubah wajah kelam pergaulan bebas remaja, bukan yang lain.

Dalam hukum Islam, negara punya tanggung jawab dalam penjagaan akal (al-muhafazhatu ‘ala al-‘aqli). Misalnya, hukum Islam mengharamkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kecanduan, memabukan, dan melemahkan akal. Pornografi, pornoaksi dapat melemahkan akal manusia bila sudah kecanduan. Oleh karenanya, pornografi, pornoaksi, dan masalah lain yang bahkan tidak terkait dengannya pun akan tuntas jika Islam resmi dijadikan aturan negara.

Islam punya aturan baku terkait bagaimana meredam agar tidak terjadi pergaulan bebas dan kejahatan seksual yang demikian massif. Hanya Islam adalah solusi yang solutif dalam memberikan jalan keluar.

Diawali dengan bagaimana Islam sangat mengatur hubungan pergaulan sosial antara laki laki dan perempuan dalam kehidupan umum. Islam sangat menjaganya agar jangan sampai terjadi ikhtilath (campur baur lawan jenis) dan kholwat, salah satunya yaitu dengan mewajibkan infishol (terpisah). Upaya itu diterapkan untuk menutup peluang terjadinya zina. Tanpa infishol, pertemuan antara laki-laki dan perempuan akan terlalu longgar terjadi tanpa alasan syar’i. Hal itu dapat membuka jalan terjadinya perzinaan. Padahal, Allah melarang mendekati zina, mendekati saja tak boleh apalagi sampai melakukannya, tsumma naudzubillah.

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sungguh zina itu adalah suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Ali-Isro: 32)

Selain itu, perintah untuk menundukan pandangan baik kepada laki-laki dan perempuan pun diatur dalam hukum Islam.

“Katakanlah kepada lelaki mukmin, hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
(QS. An-Nur: 30)

Kemudian perintah untuk menutup aurat secara sempurna dengan berjilbab dan berkhimar pun bagi para muslimah sudah Islam tentukan dalam surah Al-Ahzab ayat 59 dan surah An-Nur :31)

Islam juga punya aturan bagaimana menyalurkan ghorizah nau (naluri seksual), yaitu harus melalui ikatan pernikahan yang sah. Jika itu dilakukan di luar nikah, maka dianggap dosa besar karena telah berzina. Adapun terhadap para pelaku zina Islam memiliki sanksi yang tegas.

“Lelaki pezina dan perempuan pezina maka deralah masing- masing keduanya 100×, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya menghalangi kamu untuk menjalankan hukum Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh orang-orang mukmin.” (QS. An-Nur: 2)

Sanksi tersebut hanya bisa diterapkan oleh daulah atau negara yang menerapkan hukum Islam secara integral. Daulah dalam pandangan Islam adalah penanggung jawab bagi hukum syarak terhadap rakyatnya. Jika ada rakyat yang melakukan penentangan terhadap daulah, sama artinya dengan ia menentang Allah.

Masyaallah, Islam sungguh syamiilan wa kamilan (sempurna dan menyeluruh). Dari bangun tidur sampai dengan bangun negara, tak luput dari perhatian Islam.
Jadi bagaimana, mau tetap pakai sistem demokrasi sekuler yang bikin anak kita dan generasi muda hancur atau memilih sistem Islam sebagai solusi yang manjur?

Tangerang, 9 /11/2022

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi