Oleh: Tri S, S.Si.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komisaris Jenderal Polisi Petrus Reinhard Golose menyebutkan banyak narapidana narkotika berusaha mengendalikan peredaran obat terlarang dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Namun, Golose tidak menyebutkan data secara rinci mengenai bandar narkotika yang terus mengendalikan peredaran dari lapas itu. Menurut dia, untuk menanggulangi berbagai kamuflase yang dilakukan para bandar narkotika di lapas di Indonesia, maka BNN RI terus memperkuat kolaborasi dan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang membawahi fungsi lembaga pemasyarakatan.
Mantan Kapolda Bali itu menyatakan akan menindak tegas para petugas lembaga pemasyarakatan yang mencoba terlibat dalam membantu para bandar untuk melakukan aksinya. Menurut Golose, kasus tindak pidana narkotika di Indonesia mendominasi semua jenis kejahatan yang telah berkekuatan hukum tetap atau diputus oleh putusan pengadilan. Golose mengatakan rata-rata sekarang narapidana yang masuk di lembaga pemasyarakatan 60 sampai dengan 70 persen adalah napi yang terlibat tindak pidana narkotika walaupun secara nasional sudah ditekan. Karena itu, BNN terus melakukan kontrol terhadap masuknya narkotika ke dalam lapas dan pengendalian narkotika dari dalam lapas. Golose menyebutkan bahwa angka kematian karena narkotika di Indonesia cukup banyak seiring dengan pengguna, namun data tersebut tidak terungkap ke publik (Republika.co.id, 25/06/2023).
Miris, aparat keamanan yang seharusnya menjadi pihak yang mengamankan masyarakat dari tindakan kejahatan dan membahayakan justru terlibat di dalamnya. Namun, hal ini wajar dalam sistem sekuler kapitalis. Karena dalam sekulerisme kapitalisme seorang individu dijauhkan dari pemahaman agama. Agama hanya diletakkan dalam kehidupan privat dan tidak boleh masuk dalam ruangan publik. Hal ini berdampak pada orientasi hidup yakni hanya fokus bagaimana meraih kenikmatan sesuai hawa nafsunya tanpa memperhatikan baik buruk perbuatan tersebut dari sudut pandang agama.
Lahirnya aparat-aparat yang terlibat dalam kejahatan adalah buah dari cengkraman sekulerisme kapitalisme. Di sisi lain, hukum positif yang diterapkan tidak memberikan rasa adil dan efek jera. Hal ini dikarenakan hukum yang ada adalah hukum buatan manusia. Akibatnya, hukum bisa berubah dan dijadikan alat bagi pihak yang berkepentingan. Inilah alasan mengapa narkoba sulit diberantas saat ini.
Berbeda dalam sistem Islam ketika mengatasi masalah narkoba. Dalam sistem Islam yaitu Khilafah, standar yang berlaku untuk menilai sesuatu adalah syariat Islam. Hal ini berlaku baik di level individu, masyarakat, dan negara.
Dalam sistem Islam, narkoba dipandang sebagai zat yang dapat melemahkan akal, memabukan, menimbulkan bahaya (dharar) bagi individu dan masyarakat. Narkoba dihukumi sebagai barang yang diharamkan penggunaannya jika tidak dalam kondisi darurat atau medis. Rasulullah bersabda:
” Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” (HR Abu Daud Nomor 3686 dan Ahmad 6: 309)
Islam memiliki konsep untuk memberantas narkoba secara tuntas. Adapun mekanismenya adalah sebagai berikut:
Pertama, Islam memerintahkan agar setiap individu menjadi pribadi yang bertakwa. Dorongan keimanan dan ketakwaan inilah yang akan menjadi pengendali pertama bagi seorang individu untuk menjaga diri dari perbuatan haram. Seperti memproduksi, mengedarkan, dan mengonsumsi narkoba.
Kedua, masyarakat Islam bukanlah masyarakat yang apatis sikap tak acuh terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekitar. Karenanya,ketika ada seseorang yang bermaksiat maka tidak segan atau takut untuk menasihati dan menegurnya.
Ketiga, Khilafah sebagai negara akan menjalankan fungsinya secara haq. Memberikan jaminan atas setiap kebutuhan masyarakat. Faktor utama yang sering dijadikan alasan pengedar narkoba adalah masalah ekonomi. Maka, Khilafah akan menerapkan ekonomi Islam untuk menyelesaikan perkara ini dengan mekanisme yang khas.
Kebutuhan pokok masyarakat seperti sandang, pangan, papan akan dijamin secara tidak langsung oleh negara dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas. Sehingga, setiap kepala keluarga dapat bekerja dan memberikan nafkah terbaik untuk keluarganya.
Adapun untuk kebutuhan publik seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan Khilafah akan menanggungnya secara mutlak. Pelayanan publik dan fasilitasnya ditanggung oleh Khilafah. Semua lapisan masyarakat dapat menikmati pelayanan publik secara gratis dan berkualitas. Jaminan ini berlaku untuk semua masyarakat biasa ataupun kalangan aparat negara.
Mekanisme seperti ini akan menutup celah khususnya kalangan aparat negara untuk mencari pekerjaan sampingan dengan bisnis haram. Andaikan masih ada yang melanggar, Khilafah akan menerapkan uqubat Islam tanpa pandang bulu baik itu pengedar, mafia ataupun aparat negara yang terlibat.
Sistem uqubat untuk masalah narkoba adalah hukuman ta’zir yaitu sanksi dan jenis kadarnya ditentukan oleh hakim misalnya cambuk, penjara, hukuman mati dan lain-lain. Sanksi ta’zir berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru sanksinya akan berbeda dengan pengguna narkoba yang lama.
Hukuman ini pun berlaku untuk pengedar atau bahkan pemilik pabrik narkoba. Uqubat yang diterapkan memiliki keistimewaan yakni bersifat jawabir (penebus) dan jawazir (pencegah). Jawabir sebagai penebus hukuman di akhirat kelak. Jawazir sebagai pencegah agar masyarakat tidak berbuat hal yang sama. Keistimewaan ini tidak akan kita temui di luar daripada hukum Islam.
Khilafah pun akan merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa sehingga tidak akan ditemukan aparat yang memanfaatkan barang sitaan untuk dijual kembali atau justru adanya penegak hukum yang terlibat mafia narkoba. Inilah cara Khilafah memberantas narkoba. Individu, masyarakat, dan negara yang bertakwa akan bersinergi untuk memberantas narkoba. Dengan sitem hukum yang sesuai syariat Islam, menjadikan penyalahgunaan narkoba mudah diberantas.
Wallahu a’lam bisawab.