Mudik Membawa Petaka, Salah Siapa?

Oleh. Sri Haryati
(Komunitas Menulis Setajam Pena)

Setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh, umat Islam merayakan kemenangan yaitu Hari Raya Idulfitri. Sudah menjadi kebiasaan kalau lebaran akan menjadi momen mudik. Selain merayakan kemenangan di kampung halaman, mereka juga memanfaatkan momen libur lebaran untuk silaturahmi ataupun silah ukuwah ke keluarga dan kerabat.

Itu semua tidak salah, yang menjadi permasalahan di sini apabila acara mudik yang sudah mereka impikan itu menjadi petaka. Selama empat hari Operasi Ketupat sejak Selasa (18/4) hingga Jumat (21/4) tercatat ada 933 kecelakaan lalu lintas, 101 orang tewas, dan 1.365 orang luka-luka.

Selain itu, seperti yang di beritakan Merdeka.com (23/4/2023), Korlantas Polri melalui Juru Bicara Polri dalam Operasi Ketupat 2023 Kombes Pol Erdi Adrimurlan Chaniago, menyampaikan bahwa 273 kecelakaan terjadi pada Hari Raya Idulfitri 1444 H. Dengan total 30 orang meninggal dunia akibat sejumlah peristiwa itu. Sedangkan 45 orang luka berat dan 378 orang luka ringan.

Padatnya arus kendaraan yang tidak diimbangi kondisi jalan yang baik akibat kerusakan, dan juga mahalnya tarif tol menjadi penyebab terjadinya pelanggaran yang akhirnya berdampak bahaya, yaitu kecelakaan yang merenggut nyawa. Sedangkan transportasi umum pun tiketnya melambung tinggi. Sehingga, banyak pemudik memilih tranportasi pribadi yang lebih rawan kecelakaan di jalan.

Maka, sudah seharusnya pemerintah lebih serius memperhatikan hal ini. Mengingat mudik ini setiap tahun terjadi dan harus benar-benar dipikirkan bagaimana supaya kecelakaan itu bisa diminimalisasi dan tidak berulang terus-menerus.

Pemerintah seharusnya memperhatikan penyediaan fasilitas dan kemudahan transportasi umum. Apalagi tidak bisa dimungkiri bahwa setiap tahun terjadi lonjakan harga tiket, karena terkadang tiketnya sudah dibeli para calo beberapa bulan sebelum lebaran. Sedangkan mereka bisa menjual dengan harga tinggi saat masyarakat membutuhkannya. Sehingga, pemudik benar-benar berpikir berulang kali untuk naik kendaraan umum yang nyaman dan bisa mengantarkan mereka ke tempat tujuan.

Maka, kebijakan terhadap calo harus tegas agar masyarakat tidak dirugikan. Sebab, jika permasalahan tersebut terus terjadi, pemerintah terkesan telah gagal untuk menyediakan alat transportasi yang baik dan murah.

Itulah kondisi nyata di dalam era kapitalisme. Seakan nyawa manusia tiada harganya. Keuntungan materilah yang menjadi tujuan utama. Semuanya dihitung dengan untung dan rugi secara materialistis.

Berbeda sekali dengan sistem Islam, yang mana tujuan politik adalah mengurusi urusan umat. Maka, kesejahteraan umat menjadi tujuan utama. Sebagaimana penguasa di masa kekhil4fah4n akan menyediakan alat transportasi yang nyaman, murah, dan bisa mengantarkan mereka ke tempat tujuan dengan aman.

Penguasa akan mencurahkan perhatian dengan sepenuhnya karena memandang mudik ini bukan sekadar tradisi, tetapi juga sebagai momentum untuk birul walidain bagi mereka yang merantau. Maka dari itu, apa pun yang berkaitan dengan hal ini akan diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Sehingga, harapan bertemu keluarga akan bisa terwujud tanpa harus memikirkan mahalnya ongkos dan keselamatan diri. Penguasa dalam sistem Islam juga akan menjalankan tugasnya sebagai penjaga jiwa.

Wallohu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi