Modus Kesehatan Reproduksi di Balik Pemberian Alat Kontrasepsi, “Gak Bahaya Ta?”

Oleh. Ummu Ahnaf
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Dengan dalih sebagai upaya meningkatkan kesehatan reproduksi bagi remaja, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2024 tentang aturan pelaksanaan UU nomor 17 tentang kesehatan pada 26 Juli yang lalu. Peraturan Pemerintah ini banyak menuai kontroversi. Sebab, dalam pasal 103 ayat 4 menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja salah satunya dengan pemberian alat kontrasepsi (tempo.co, 05/08/2024).

Pertanyaannya, haruskah pelayanan kesehatan reproduksi diberikan dengan pemberian alat kontrasepsi? Pemberian alat kontrasepsi tanpa diikuti dengan adanya edukasi dan pemberian informasi yang benar tentang bahaya seks di usia muda apalagi di luar nikah sama halnya dengan memberikan kemudahan bagi mereka untuk melakukan seks bebas. Sebab, yang tampak bukanlah pelarangan seks atau zinanya, melainkan hanya untuk mencegah akibat buruk yang dihasilkan seperti terjadinya kehamilan.

Tanpa adanya PP ini, BKKBN telah mencatat adanya kenaikan persentase remaja usia 15—19 tahun yang melakukan hubungan seks untuk pertama kali. Sebanyak 59 persen remaja perempuan dan 74 persen remaja laki-laki telah melakukan hubungan seksual pranikah. Tidak hanya itu, kepala BKKBN Hasto Wardoyo juga menyoroti angka perzinaan dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia justru meningkat di tengah menurunnya angka pernikahan. Sebab, banyak remaja menikah di usia 22 tahun ke atas, tetapi sudah melakukan hubungan badan di usia 15—19 tahun (detik.com, 11/03/2024).

Kesehatan Reproduksi dalam Kacamata Barat

Menurut WHO, kesehatan reproduksi berarti bahwa orang mampu memiliki kehidupan seks yang aman, memuaskan, dan mampu bereproduksi serta memiliki kebebasan untuk memutuskan kapan dan seberapa sering melakukannya (www.who.int). Pada konferensi kependudukan tahun 1994 juga menyebutkan hak-hak kesehatan reproduksi yaitu meliputi hak untuk bebas dari resiko kematian dari kehamilan, hak untuk menikmati dan mengatur kehidupan seksual dan reproduksinya, hak kebebasan berpikir dan bebas dari penafsiran sempit ajaran agama atau kepercayaan, hak untuk menentukan menikah atau tidak, hak untuk punya anak atau tidak, dan sebagainya.

Dengan demikian, gagasan kesehatan reproduksi ini sarat dengan paham kebebasan barat yang menjauhkan agama dengan kehidupan. Barat memandang hubungan laki-laki dan perempuan hanya sebatas kegiatan seksual untuk pemuasan kenikmatan biologis semata. Mereka menganggap tidak adanya pemuasan naluri ini dapat mengakibatkan bahaya terhadap manusia, baik bahaya fisik, psikis maupun akalnya (Taqiyuddin an- Nabhani dalam “Nidham Ijtima’ fil Islam”). Untuk itulah, mereka menciptakan berbagai cara yang dapat mengundang hasrat dan kepuasan semata. Dari pemahaman barat ini pula akhirnya muncul gagasan seks aman dan ide-ide hak kesehatan reproduksi.

Dengan disahkan PP no 28 ini, makin jelas bahwa Indonesia adalah negeri yang mengadopsi paham sekuler liberal yang menjauhkan agama dengan kehidupan serta mendewakan kebebasan. Dalam sistem sekuler manusia bebas membuat aturan dan berbuat sesuai hawa nafsunya tanpa mau dibatasi oleh norma apapun. Dengan paham ini, aturan kehidupan dibuat dan ditentukan oleh akal manusia yang serba terbatas. Akibatnya justru kerusakan di mana-mana.

Pandangan Islam tentang Hubungan Laki-laki dan Perempuan

Berbeda dengan sekuler liberal, Islam memandang bahwa hubungan laki-laki dan perempuan adalah fitrah manusia dalam rangka melestarikan keturunan. Untuk itu, Islam sangat menjaga naluri ini demi tercapainya tujuan tersebut. Islam mengatur pemenuhan hubungan ini hanya melalui hubungan suami istri dalam pernikahan, serta menutup rapat-rapat celah yang akan menghantarkan kepada rusaknya tujuan penciptaan naluri ini, yaitu dengan menutup segala hal yang akan mampu membangkitkan hasrat.

Islam melarang untuk mendekati zina, khalwat (berduaan dengan lawan jenis), serta ikhtilat (campur baur). Islam memerintahkan untuk menjaga pandangan serta membatasi interaksi. Hal ini karena dalam Islam kehidupan laki-laki terpisah dengan kehidupan perempuan. Di mana perempuan hanya hidup bersama perempuan serta mahramnya, demikian halnya dengan laki-laki. Interaksi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum dibatasi dalam hal pendidikan, kesehatan, pengadilan, serta muamalat. Dalam kehidupan umum, perempuan wajib menutup auratnya dengan sempurna, larangan berhias berlebihan, safar dengan disertai mahram jika melebihi sehari semalam, dan sebagainya.

Negara Khilafah Solusi Tuntas Pergaulan Bebas

Negara khilafah adalah negara yang berasaskan aqidah Islam dan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Khalifah (pemimpin negara) dalam Islam merupakan perisai sekaligus pengurus segala urusan umat. Nabi saw. bersabda,

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al Mawardi menjelaskan tentang makna hadis ini bahwa pemimpin dalam Islam merupakan pelindung yang wajib menjaga dan melindungi rakyat yang dipimpinnya. Hadis ini juga menjelaskan bahwa tugas pemimpin adalah memerintahkan ketakwaan. Sehingga dalam hal ini negara wajib menjaga dan melindungi generasi muda dari bahaya pergaulan bebas dan segala efek yang ditimbulkannya dengan jalan ketakwaan.

Pertama, negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam, yaitu sistem pendidikan berdasarkan akidah Islam yang mencetak generasi berakidah kokoh serta berkepribadian Islam. Sistem Pendidikan islam mengajarkan sejak dini hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan interaksi lawan jenis. Dengan demikian, anak-anak didik akan terbiasa dengan suasana pergaulan Islam yang dilaksanakan atas dasar iman dan ketakwaan kepada Allah Swt.

Kedua, negara akan menutup segala bentuk media pornografi dan pornoaksi yang dapat menyebabkan lahirnya hasrat naluri ini. Karena naluri ini hanya akan muncul ketika ada fakta dari luar yang mampu membangkitkan, tidak seperti kebutuhan jasmani yang lahir dari metabolisme tubuh. Sebaliknya, negara akan menjadikan media sebagai sarana syiar dan edukasi kepada masyarakat tentang syariat Islam sehingga Islam dapat dengan mudah dipahami.

Ketiga, negara akan mengkondisikan kehidupan dan interaksi laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan publiknya agar sesuai dengan koridor syariat.

Keempat, ketika upaya preventif sudah dilakukan, tetapi masih ditemukan kemaksiatan, maka negara akan memberikan sanksi sesuai dengan syariat. Sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah bagi yang lain agar tidak melakukan kemaksiatan yang sama sekaligus sebagai penebus dosa atas kemaksiatan yang dilakukan.

Dengan seperangkat aturan Islam inilah kehidupan laki-laki dan perempuan akan terjaga fitrah dan kehormatannya. Untuk itulah akhirnya institusi negara khilafah sebagai pelaksana seluruh syariat Islam menjadi sebuah kebutuhan penting di tengah-tengah umat. Wallahualam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi