Moderasi Agama, Solusi atau Ilusi?

Oleh. Ari Rismawati
(Aktivis Muslimah Purwakarta)

Deklarasi gerakan siswa moderat sejumlah madrasah di Kabupaten Purwakarta beberapa bulan lalu langsung ditindaklanjuti. Tidak hanya gerakannya yang makin digencarkan. Ruang diskusi moderasi beragama juga
semakin masif dilakukan. Gerakan moderasi sejak dini kian gencar dilakukan Kantor Kementerian Agama (Kemanag) Kabupaten Purwakarta, seperti yang dilakukan di MAN 1 Kabupaten Purwakarta.

Dilansir Sinar Jabar, Kepala Kemenag Kabupaten Purwakarta, H. Sopian, mengajak kepada seluruh siswa siswi Madrasah Aliyah untuk memiliki jiwa yang moderat. “Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa dan agama memerlukan cara pandang beragama yang moderat, dimana pemahaman agama dan pengamalan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrim kanan maupun ekstrem kiri,” ungkap H. Sopian, pada Selasa (31/10/2023).

Moderasi Islam atau Islam moderat merupakan gagasan pemikir-pemikir sekuler-liberalis Barat, terutama mereka yang terlibat aktif dalam proyek pengendalian dan riset kebijakan-kebijakan global.
Istilah “moderasi Islam” Atau Islam moderat merupakan istilah politik untuk melawan Islam. Kemunculan moderasi Islam tidak bisa di pisahkan dari agenda war on terrorism yang digaungkan AS, setelah peristiwa peledakan gedung WTC tahun 2001.

Menurut Janine A Clark, Islam moderat adalah “Islam” Yang menerima sistem demokrasi. Sebaliknya Islam Radikal adalah yang menolak demokrasi dan sekulerisme. Moderasi Islam dalam pengertian ini bermakna membangun Islam yang menerima demokrasi dan kesetaraan gender.

Muslim moderat adalah orang yang menyebarluaskan dimensi-dimensi kunci peradaban demokrasi, termasuk didalamnya gagasan tentang HAM, kesetaraan gender, pluralisme, dan menerima sumber-sumber hukum non
sektarian, serta melawan terorisme dan bentuk-bentuk legitimasi terhadap kekerasan.

Genealogi perang pemikiran ini telah berlangsung tiga abad hingga hari ini. Perang asimetris ini terbukti efektif. Buktinya banyak kalangan intelektual muslim yang terpapar Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme. Ketiga paham ini adalah produk epistemologi Barat untuk mendeskontruksikan ajaran Islam. Itulah mengapa pada tahun 2005, MUI mengeluarkan fatwa haram atas ketiga paham di atas. Secara epistemologi, Islam adalah kebenaran, sedangkan moderasi agama (beragama) adalah kekacauan berpikir.

Pengarusutamaan moderasi agama adalah sia-sia karena merupakan produk gagal paham, dan karenanya pasti akan gagal pula. Umat tidak boleh diam. Harus terus bersuara untuk membungkam sesat pikir ini. Tanpa diberikan embel-embel moderat, Islam adalah agama yang penuh perdamaian, toleransi, adil dan menebarkan kebaikan kepada seluruh alam semesta. Hanya paham demokrasi sekular yang diterapkan saat inilah yang justru menuduh Islam sebagai agama radikal dan anti keagamaan. Islam memberikan ruang pengakuan atas fakta pluralitas sosiologis, namum tidak dengan pluralisme teologis.

Toleransi seagama (tasamuh) sejak awal dibangun oleh Rasulullah saw., sahabat, tabi’in dan atba tabi’in, imam mujtahid, dan pemimpin negara Islam. Toleransi dalam Islam terbangun indah sejak beberapa abad lalu. Di Spanyol misalnya, lebih dari 800 tahun pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen hidup berdampingan dengan tenang dan damai. Di India, sejak kekuasaan Bani Ummayah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah, muslim dan hindu hidup rukun selama ratusan tahun. Di Mesir, umat Islam dan Kristen hidup rukun ratusan tahun sejak Khulafaur Rasyidin

Dengan begitu, Islam tidak membutuhkan paham moderasi agama yang justru kontraproduktif dengan Islam. Pradigma moderasi beragama yang memiliki prinsip jalan tengah (moderat), berpaham sekularisme dan pluralisme mencampuradukkan agama dan tradisi yang batil, memberikan ruang bagi penodaan agama dan melakukan tuduhan-tuduhan tendensius atas Islam serta merebaknya Islamphobia adalah sebuah kesesatan yang wajib ditolak oleh umat Islam.

Karena itu, penting memberikan pencerahan kepada umat tentang bahaya imperialisme epistemologi Barat ini. Caranya dengan membentengi umat dari narasi moderasi beragama dengan menjelaskan kebatilan dan kerusakannya. Umat Islam harus diberi penjelasan tentang hakikat Islam yang sebenarnya sesuai dengan Al-Qur’an dan al-hadis. Umat Islam terkhusus para pendakwah dan ulama harus terus bersuara, tidak boleh diam menyembunyikan kebenaran Islam dan kesesatan kaum kafir. Akhirnya, penting ditegaskan bahwa Islam adalah manhaj kehidupan holistik bagi kebaikan manusia seluruhnya. Ia berasal dari Sang Pencipta manusia. Islam adalah manhaj kehidupan secara realistik dengan berbagai susunan, sistematika, kondisi, nilai, akhlak, moralitas, ritual, dan begitu juga atribut syiarnya. Ini semuanya menuntut risalah ini ditopang oleh individu yang bertakwa serta kekuatan institusi yang dapat merealisasikannya secara kaffah. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi