Modal Usaha, Solusi atau Ilusi Atasi Kemiskinan

Oleh. Mawar Ummu Faza

(Aktivis Dakwah)

Pertumbuhan ekonomi tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang diberikan. Hal ini tentunya membuat tingkat pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi. Dari permasalahan tersebut membuat banyak warga berinisiatif untuk membuka usaha secara mandiri. Masalah yang timbul bagi pelaku usaha kelas bawah adalah keterbatasan modal yang dimiliki. Sehingga, ketersediaan permodalan baik dari pemerintah dan bantuan melalui sebuah program menjadi faktor yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk menjalankan dan mengembangkan usaha mereka.

Dilansir dari kompas.com( 27/5) PT Permodalan Nasional Madani (PNM) menargetkan 16 juta perolehan nasabah pada tahun ini (2023). Hal itu dikemukakan Direktur Utama PNM Arief Mulyadi di Jakarta, Sabtu (27/5/2023). “Tahun ini, harapan kami 16 jutaan, kalau bisa lebih syukur. Tapi paling tidak 16 juta minimal. Karena Pak Presiden di mana-mana sudah menyampaikan di 2024 itu 20 juta nasabah,” ucapnya.

“Ternyata dari total masyarakat miskin ekstrem di beberapa wilayah yang beliau kunjungi itu contoh di Jawa Tengah, hanya 11 persen yang sedang menerima bantuan program pemerintah. Setelah dicacah, 47 persen adalah nasabah Mekaar. Jadi kami insya Allah menjadi akselerator untuk percepatan pengurangan kemiskinan,” Lanjut Arief (Kompas.com, 27/5/23).

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa masyarakat sangat bergantung dengan utang. Secara umum, setiap individu wajib berusaha untuk hidup wajar, sesuai dengan keadaannya. Dengan hidup tenteram, ia dapat melaksanakan perintah-perintah Allah Azza wa Jalla, sanggup menghadapi tantangan hidup, dan mampu melindungi dirinya dari bahaya kefakiran, kekufuran, kristenisasi, dan lainnya. Jika hidup dengan sebab banyak utang maka tidak akan bisa hidup tenteram maupun tidur nyenyak.

Islam berusaha mengatasi kemiskinan dan mencari jalan keluarnya serta mengawasi kemungkinan dampaknya. Tujuannya, untuk menyelamatkan akidah, akhlak, dan amal perbuatan; memelihara kehidupan rumah tangga, dan melindungi kestabilan dan ketenteraman masyarakat, di samping untuk mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama kaum muslim. Karena itu, Islam menganjurkan agar setiap individu memperoleh taraf hidup yang layak di masyarakat.

Tidak bisa dibenarkan menurut pandangan Islam adanya seseorang yang hidup di tengah masyarakat Islam dalam keadaan kelaparan, berpakaian compang-camping, meminta-minta, menggelandang. Dalam hal ini, Rasulullah saw. bersabda:

“Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya, padahal ia mengetahuinya.” (HR At-Thabrani)

Dalam sistem kapitalisme sekarang ini, orang cenderung memikirkan dirinya sendiri daripada orang lain. Padahal, setiap anggota masyarakat Islam harus bertanggung jawab mengatasi segala rintangan agar terwujud kesejahteraan hidup, baik secara individual maupun untuk masyarakat. Di antara bentuk tanggung jawab itu adalah mengusahakan terbukanya lapangan kerja di semua bidang yang selalu didambakan seluruh umat setiap saat.

Mereka juga berkewajiban mempersiapkan tenaga-tenaga ahli untuk mengurus dan memeliharanya. Ini semua adalah kewajiban bersama (fardhu kifâyah) bagi umat Islam. Bila sebagian telah melaksanakannya, lepaslah dosa dan tanggung jawab seluruh umat. Tetapi, bila tidak ada seorang pun yang melaksanakannya maka seluruh umat memikul dosanya, khususnya pemerintah (ulil amri) dan orang-orang kaya (konglomerat).

Selain itu, harta milik umum tidak boleh dikuasai oleh segelintir pihak atau para kapitalis sebagaimana dalam sistem kapitalisme saat ini. Alhasil, pengelolaan harta milik umum ini dapat menyejahterakan masyarakat melalui pemenuhan hajat hidupnya.

Sehingga, sangat memungkinkan masyarakat mendapatkan modal usaha dengan mudah, bukan melalui hutang seperti saat ini yang bukannya menjadikan usahanya berkembang tetapi hutangnya yang semakin bertambah akibatnya kesengsaraan semakin membayangi masyarakat secara umum. Saatnya umat kembali kepada aturan Allah secara total untuk mendapatkan kesejahteraan juga menggugurkan kewajiban bersama yang selama ini belum terlaksana.

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi