Miras Merebak, Sudahkah Negara Bertindak?

Oleh. Marsa Qalbina
(Santri Ideologis )

Dilansir Jateng.com (03/11/2024), Satpol PP Kota Solo menutup Kafe Babe Corner di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Kota Solo. Pasalnya, tempat yang menjual minuman keras (miras) ini tidak mengantongi izin penjualan. Miras (minuman keras) ini kerap dikonsumsi masyarakat sehari-hari dengan dalih untuk melepas rasa penak, rasa kesal, semua rasa mereka lontarkan melaluinya. Tak heran, meski mereka tahu efek yang ditimbulkan dari bahaya mengkonsumsi miras, tetapi bagi mereka yang sudah terlanjur kecanduan akan sangat sulit melepaskannya. Terlebih bagi mereka para pengguna aktif, yang seolah-olah miras sudah menjadi hidangan mereka sehari-hari.

Indonesia yang penduduknya didominasi oleh remaja, banyak menjaid penikmat miras. Dilansir dari Survei Nasional, 19.9% remaja di Indonesia adalah pengguna miras. Mereka telah terlabeli sebagai pengguna aktif, bahkan mayoritas dari mereka mengonsumsi miras hanya untuk memuaskan hawa nafsu mereka.

Mirisnya, sumber daya unggul yang dimiliki Indonesia sat ini justru berasal dari kalangan pemuda. Mereka yang seharusnya mewarnai masyarakat dengan pemikiran pemikiran unggul yang mereka punya, karena di tangan merekalah tonggak peradaban terjadi. Namun faktanya saat ini, mereka malah yang terwarnai dengan buruknya sistem yang masih diemban sekarang ini, yakni kapitalisme-sekulerisme.

Dalam sistem ini, masalah-masalah yang berkaitan dengan individu masyarakat kurang diperhatikan oleh negara. Hal yang akan diperhatikan oleh mereka hanya cuan semata. Sangat terlihat jelas, bagaimana kondisi masyarakat dalam genggaman sistem batil ini.

Sadar tak sadar, mereka telah termakan dengan kenikmatan dunia yang bersifat fana, membuat mereka merasa nyaman dan candu. Namun, di balik itu semua sebenarnya merupakan ujian bagi mereka. Sama halnya dengan miras, meminumnya seolah-olah adalah suatu kenikmatan, tetapi sebenarnya hanya kemadhorotan yang didapat jika kita mengonsumsinya. Tak heran justru remaja-remaja aman sekarang justru tak dihiasi dengan akhlak dan adab-adab yang terpuji.

Tak hanya itu, Indonesia sendiri pun kurang tegas dalam memberi sanksi untuk kasus miras semacam ini. Aksi ynag dilakukan untuk memberntas miras hanya dengan menutup took-toko miras dan melarang diedarkannya kembali. Akan tetapi, bagi mereka yang sudah memenuhi persyaratan-persyaratan khusus tetap diperbolehkan untuk diedarkan.

Dari sini, sudah sangat tampak kebijakan-kebijakan yang dibuat Indonesia untuk menumpas permasalahan tak ada yang serius, seperti main-main saja. Hal ini akan terus berlanjut jika sistem yang dianut masih sekulerisme-kapitalisme, yang mana standar peraturannya bukan dari Al-Khaliq, melainkan dari tangan lemah manusia semata. Hukum yang dihasilkannya pun juga tidak membuat pelakunya jera, sehingga akan terus-menerus menjadikan miras beroperasional hingga kini.

Solusi Islam

Dalam Islam, terdapat sistem hudud (sanksi hukuman) yang pastinya jelas berbeda dengan hukuman yag diterapkan di sistem kapitalisme sekuler. Sistem hudud yang diterapkan dalam Islam tentunya memiliki fungsi jawabir, yaitu dapat menebus dosa (meringankan hukuman di akhirat), dan zawajir yang mampu mencegah agar orang lain tidak melakukan hal serupa. Dengan penerapan sistem hukuman seperti inilah yang mampu menghentikan permasalahan-permasalahan secara total.

Terdapat dosa besar bagi peminum khamr. Sebab, khamr adalah minuman yang memabukkan dan dapat menyebabkan seseorang melakukan hal-hal di luar kesadarannya. Yang mana hal tersebut dapat membahayakan dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya. Sabda Rasulullah saw.,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ , وَ كُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ

“Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram.”

Adapun had (sanksi) bagi peminumnya adalah dengan dijilid (dicambuk) sebanyak 80 kali dan dilakukan di tempat umum. Sanksi ini hanya dapat diterapkan dalam Daulah Islam. Islam dapat memberantas semua permasalahan secara mengakar, sehingga tak ada lagi kasus-kasus serupa yang terulang kembali. Wallahualam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi