MinyaKita Bukan untuk Kita

Oleh. Wida Nusaibah (Pemerhati Kebijakan Publik)

Kenaikan harga bahan pokok di negeri ini bak lomba panjat tebing, semua peserta ingin menjadi yang tertinggi. Tak mau kalah dengan cabai dan beras yang telah mengalami kenaikan harga, minyak pun turut naik. Hal ini telah dipastikan oleh
Kemendag, bahwa Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng rakyat atau Minyakita akan naik menjadi Rp15.700 per liter (Tempo.co, 8/7/24).

Kenaikan harga MinyaKita tersebut jelas kian menambah beban rakyat. Kalau sebelumnya HET yang tertera pada kemasan Minyakita adalah Rp14.000 per liter, tetapi harga jual di pedagang eceran sudah mencapai 16-17 ribu per liter. Lalu, jika HET naik menjadi Rp15.700 per liter, maka bisa dipastikan harga jual di pedagang eceran pada konsumen akhir jauh lebih tinggi, bisa mencapai 17-18 ribu per liter.

Kapitalisme Biang Kenaikan Harga

Sungguh aneh, di negeri penghasil sawit terbesar ini justru harga minyak tinggi dan terus mengalami kenaikan. Padahal, sawit sebagai bahan dasar pembuatan minyak melimpah ruah hingga diekspor ke luar negeri. Merujuk pada laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), stok awal CPO pada Januari 2024 sebesar 3,146 juta ton. Dari jumlah produksi itu, konsumsi dalam negeri mencapai 1,942 juta ton, sementara jumlah ekspor mencapai 2,802 juta ton (Tempo.co, 8/7/24).

Kenaikan harga MinyaKita yang tidak masuk akal tersebut menunjukkan adanya salah kelola oleh negara. Hal ini akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi oleh negara. Tak ayal, pengaturan kebutuhan rakyat justru tidak berpihak kepada rakyat. MinyaKita yang sejatinya merupakan minyak untuk rakyat agar kebutuhan pokoknya terpenuhi dengan mudah justru menambah beban rakyat, karena menambah jumlah pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan.

Tak hanya itu, kenaikan harga MinyakKita tersebut juga akibat dari abainya negara yang tidak berperan dalam distribusi dan justru dikuasai oleh perusahaan swasta. Di mana perusahaan tersebut yang justru memperpanjang rantai distribusi, sehingga mengakibatkan harga
makin mahal ketika sampai pada tingkat konsumen.

Islam Menjamin Pemenuhan Kebutuhan Pokok Rakyat

Paradigma kapitalisme di atas, jelas berbeda dengan paradigma Islam. Sebab, Islam memandang bahwa kebutuhan pokok menjadi tanggung jawab negara dalam pemenuhannya sampai pada tataran seluruh individu rakyat. Oleh karena itu, negara akan menjalankan berbagai mekanisme sesuai syariat Islam. Sebab, pemimpin negara menjalankan tugasnya atas landasan keimanan demi meriah rida Allah Subhanahu wa Taala, bukan untuk mendapatkan keuntungan materi pribadi maupun kelompok pendukungnya.

Penerapan sistem ekonomi Islam dalam pengelolaan sawit akan menjadikan minyak mudah didapat dengan harga murah. Negara akan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat atau kebutuhan dalam negeri. Ketika kebutuhan rakyat telah terpenuhi, maka negara baru diperbolehkan untuk menjual minyaknya atau bahan baku minyak tersebut ke luar negeri (ekspor).

Penerapan sistem Islam secara keseluruhan akan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sebab, negara menjadi pihak pengendali distribusi kebutuhan rakyat. Negara tidak akan menyerahkan pengelolaan SDA yang menguasai hajat hidup rakyat seperti minyak kepada individu, perusahaan swasta, apalagi pihak asing. Kalaupun ada kerjasama dalam prosesnya, tetap negara sebagai pihak pengendalinya.

Begitulah pemimpin negara dalam mengurus urusan rakyatnya sangat menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Dia tidak akan mempersulit apalagi menzalimi rakyat. Sebab, pemimpin negara memahami bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Taala. Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi