Minyak oh Minyak

Oleh. Sri Wahyuni
(Aktivis Muslimah)

“Harga minyak goreng turun lagi.” Begitulah ungkapan rasa senang ibu-ibu yang memang sudah familiar dengan harga sembako, terutama minyak goreng. Pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 11.500,00 per liter.

“Per 1 Februari 2022 kami akan memberlakukan penetapan harga eceran tertinggi minyak goreng,” kata Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan dalam konferensi pers, Kamis (24/1).

HET sebesar Rp11.500,00 per liter berlaku untuk minyak goreng curah. Sementara Rp13.500,00 per liter dikenakan untuk minyak goreng sederhana, dan Rp14 ribu per liter tetap berlaku untuk minyak goreng premium. Harga minyak goreng tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (cnnindonesia.com, 24/1/2022).

Sebelumnya, pemerintah menetapkan harga Rp14.000,00 per liter. Pada bulan lalu, penurunan ini dimulai di seluruh ritel modern yang menyediakan minyak goreng kemasan. Dengan mekanisme pembelian yang dibatasi hanya 2 liter bagi setiap pembeli.

Kini, ada kebijakan baru lagi. Harga Rp11.500,00 itu untuk minyak goreng curah. Minyak goreng curah adalah minyak goreng dengan kwalitas terendah. Sedangkan untuk minyak goreng kwalitas atas harganya tetap Rp14.000 termasuk dengan PPN.

Dalam negara demokrasi, pajak menjadi sumber utama pemasukan negara. Jadi, wajar jika setiap pembelian barang dikenai PPN, termasuk pembelian sembako.

Dalam Negara Islam, sumber pendapatan negara bukan berasal dari pajak. Pajak hanya diberlakukan ketika kas negara sudah benar-benar kosong. Warga yang dikenai pajak bukanlah semua warga negara. Pajak hanya dikenakan kepada warga negara yang kaya saja.

Sistem Ekonomi Islam Solusinya

Dengan penetapan HET ini akan mengakibatkan kepanikan di masyarakat (panic buying). Adanya panic buying di dalam negara demokrasi sangatlah wajar terjadi. Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan tidak akan pernah memihak kepada rakyat. Negara pun lebih memilih berpihak kepada para pengusaha sang pemilik modal.

Seharusnya pemerintah tidak perlu memberi batasan waktu penurunan harga. Pemerintah juga tidak perlu memberi batasan jumlah minyak yang diedarkan di pasar agar tidak terjadi panic buying di masyarakat. Tujuan lainnya juga agar tidak terjadi penimbunan dan kelangkaan minyak goreng.

Di dalam Islam, penguasa atau khalifah tidak boleh mematok harga barang. Karena, mematok harga itu adalah tindakan yang dzalim. Ketika ada kenaikan harga, khalifah mengendalikannya dengan mekanisme pasar, yaitu supply dan demand. Seperti riwayat yang terjadi di masa Rasulullah Saw.

Harga pada masa Rasulullah Saw. pernah membumbung. Lalu mereka melapor, “Ya Rasullah, seandainya saja harga ini engkau patok (tentu tidak membumbung seperti ini ).” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allahlah Maha Pencipta, Maha Penggenggam, Maha Melapangkan, Maha Pemberi Rizqi, dan Maha Menentukan Harga. Sesungguhnya aku sangat ingin menghadap ke hadirat Allah, sementara tidak ada seorang pun yang menuntutku karena suatu kedzaliman yang aku lakukan kepadanya, dalam masalah harta dan darah.” (HR Ahmad)

Dengan tidak mematok harga, maka tidak akan terjadi panic buying di masyarakat. Sehingga, hal itu tentu akan menghindarkan terjadinya penimbunan yang menyebabkan kelangkaan barang. Islam juga melarang seseorang menimbun barang dengan tujuan untuk dijual kembali saat harga naik. Karena pada dasarnya, seorang penimbun ingin menaikkan harga dan memaksakannya kepada masyarakat. Rasulullah pernah bersabda:

“Siapa saja yang mengintervensi harga di tengah-tengah kaum Muslim hingga dia bisa menaikkan harga dan memaksakannya kepada mereka, maka kewajiban Allahlah untuk mendudukkannya dengan sebagian besar (tempat duduknya) di atas sebagian besar api neraka pada hari kiamat nanti.” (HR Ahmad)

Khalifah akan memastikan semua rakyat akan tercukupi semua kebutuhannya. Jika terjadi kelangkaan barang, khalifah akan mendatangkannya dari wilayah lain terjadi surplus. Maka, harga akan terkendali. Khalifah tidak akan membatasi pembelian seperti yang terjadi saat ini. Khalifah juga tidak akan memberikan izin ekspor sebelum semua rakyat terpenuhi kebutuhannya.

Hanya dengan sistem ekonomi Islam saja semua masalah ekonomi di Indonesia ini akan terselesaikan. Sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan di dalam negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh (kaffah). Karena hanya dengan penerapan sistem Islam kaffah saja yang akan memberikan keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi