Retno Asri Titisari (Enno)
Pandemi Covid-19 membawa dampak cukup signifikan. Rakyat kembali belajar bagaimana riayah sebuah negara tergantung pada kedudukan negeri tersebut dalam kancah politik dunia. Tentu saja hal ini contoh kasus negeri wakanda +62. Hepatitis akut masih dalam penelitian penyebabnya. Kemudian disusul adanya kabar virus Hendra.
Peneliti Griffith University Australia telah menemukan varian virus Hendra baru yang bisa menular ke kuda dan manusia (Detik.com, 13/5/2022). Sontak pembicaraan media mengarah kehadiran virus ini. Bagaikan irama yang seimbang, media menjadikan tema kehadiran virus Hendra sebagai bahasan yang bisa digoreng secara massal.
Epidemiolog Dicky Budiman menyebut virus Hendra adalah temuan lama merupakan penyakit endemi wilayah. Memiliki prediksi angka kematian di atas 50 persen, baik pada hewan dan manusia. Hingga 80 persen dari total kasus tak tertolong. Pada manusia 70 persen kalau terpapar yaitu 7 dari 10 orang manusia yang terkena virus Hendra ini meninggal (Detik.com, 17/5/2022). Melihat evidence yang ada, maka virus ini dapat dikatakan cukup mematikan untuk manusia jika terpapar. Dan ini tampaknya menjadi alasan kuat untuk mengingatkan masyarakat akan keberadaannya. Tapi cukupkah?
Kita masih ingat bagaimana terkait sistem informasi Covid-19 di negeri ini. Ada tahap denial dan tidak peduli dari penguasa. Pemberitahuan baru didapatkan setelah negeri ini ada penderita yang terindikasi di luar negeri. Dan itu menjadi starting point yang terlambat. Kondisi endemi juga tidak bisa sepenuhnya lepas tanpa pengawasan. Tapi lihatlah kondisi saat ini bahkan rakyat mencari info sendiri. Banyak rakyat juga tidak peduli akan kondisi kesehatan. Virus Hendra merebak dari luar negeri dan seharusnya sebagaimana Hepatitis akut juga rakyat diberikan info memadai. Tapi cukupkah info yang terjadi sekarang?
Mengenal Virus Hendra dan Cara Menghadapinya
Virus Hendra merupakan virus RNA, single strain, dan termasuk dalam famili Paramyxoviridae, subfamili Paramyxovirinae. Virus Hendra dikategorikan dalam genus Henipavirus, yang merupakan salah satu anggota dari subfamili Paramyxovirinae (Respirovirus, Morbillovirus, Avulavirus, dan Rubulavirus. Virus Hendra memiliki memiliki kemampuan untuk bertahan lebih dari empat hari di urin rubah terbang pada suhu 22 °C (72 °F). Virus ini juga dapat bertahan hidup untuk beberapa jam sampai beberapa hari (umumnya kurang dari empat hari) di jus buah. Di lingkungan, virus ini tidak bertahan dengan baik pada suhu tinggi, dan tidak aktif dalam waktu kurang dari satu hari baik pada urin ataupun jus buah pada suhu 37 °C (98.6 °F).
Kelelawar pemakan buah (Pteropodidae) telah menjadi sorotan dunia dalam bidang penyakit zoonosis baik yang bersifat penyakit emerging maupun reemerging. Zoonosis atau penyakit zoonotik adalah penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya. Zoonosis disebabkan oleh mikroorganisme parasit yang dapat berupa bakteri, virus, jamur, serta parasit seperti protozoa dan cacing. Penularan dapat melalui 3 cara yaitu langsung, tidak langsung, dan konsumsi. Enam puluh macam virus telah dilaporkan berhubungan erat dengan kelelawar, dan 59 diantaranya merupakan virus RNA, termasuk virus Hendra yang berpotensi menyebabkan penyakit emerging dan reemerging pada manusia, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius.
Berdasarkan rekomendasi OIE (Organisasi Dunia yang berkaitan kesehatan hewan), identifikasi agen virus Hendra dapat dilakukan dengan pemeriksaan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR). Pengujian serologis dapat dilakukan dengan virus neutralisation test (VNT) dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil positif pengujian VNT dan ELISA tidak dapat menetapkan kejadian wabah pada suatu daerah, namun pengujian ini dapat digunakan untuk mencurigai terjadinya kasus di suatu wilayah.
Infeksi virus Hendra terjadi hanya di Australia, dimana virus ini endemis pada rubah terbang. Seropositif rubah terbang ditemukan dari Darwin di Australia Tengah ke Melbourne di Australia Tenggara. Kebanyakan kasus terjadi di Queensland, tapi satu kuda dilaporkan terinfeksi di New South Wales pada tahun 2006. Antibodi pada rubah terbang juga telah ditemukan di Papua New Guinea. Antibodi terhadap henipavirus telah ditemukan pada hewan di Madagaskar dan Kamboja.
Letak geografis antara Australia dan Papua New Guenia dengan negara Indonesia sangat dekat khususnya dengan Provinsi Papua. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa daya jelajah rubah terbang sebagai reservoir dan penyebar virus Hendra sangat luas. Oleh karena itu, perlu dilihat potensi masuknya virus Hendra ke Indonesia mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh wabah virus Hendra.
Pada kuda, masa inkubasi virus Hendra diperkirakan 5-16 hari. Masa inkubasi pada percobaan terhadap kucing yang terinfeksi adalah 4-8 hari. Pada kuda muncul gejala klinis yang ditunjukkan oleh dua sindrom yaitu, ditandai oleh penyakit pernapasan dan kelainan saraf. Sebagian besar kasus yang diketahui bersifat parah dan akut, serta menimbulkan kematian dalam beberapa hari. Namun, juga dilaporkan kasus ringan pada kuda hingga penyembuhan.
Pada manusia gejala terserang virus Hendra akan muncul 5-12 hari setelah terinfeksi. Gejala yang muncul seperti influensa dan encephalitis. Selain itu, juga pernah dilaporkan gejala klinis yang muncul pada manusia berupa demam, myalgia, dan gangguan pernapasan. Orang terinfeksi karena kontak dengan kuda terinfeksi dapat sembuh sebelum penyakit berkembang sampai muncul gejala encephalitis yang bersifat fatal.
Pencegahan masuknya wabah virus Hendra ke Indonesia telah dilakukan dengan pelarangan importasi kuda dan produk turunannya dari daerah endemis yaitu Australia. Selain itu, budaya mengonsumsi kelelawar pun harus dihilangkan karena dari hasil penelitian ditemukan kelelawar yang positif secara serologis terhadap infeksi virus Hendra.
Pencegahan pada kuda dilakukan dengan meminimalisir paparan terhadap jaringan dan sekresi rubah terbang. Pada padang pengembalaan tidak ditanami dengan pohon yang disukai oleh kelelawar untuk bersarang atau berdiam. Sisa pakan dan tempat penampungan air tidak ditempatkan di bawah pohon dimana kelelawar ditemukan. Kuda dikandangkan pada waktu-waktu berisiko tinggi terhadap paparan infeksi. Bulan yang dianggap berisiko tinggi yaitu bulan Agustus-Januari dimana rubah terbang berkembang biak. Bangkai rubah yang ditemukan pada tempat pengembalaan harus dibakar atau dikubur untuk mencegah terjadinya penularan ke hewan lain.
Kuda yang mengalami tanda-tanda terinfeksi virus Hendra harus diisolasi dan dilakukan pengendalian yang sangat ketat. Orang yang berinteraksi dengan kuda harus dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) untuk melindungi kulit, selaput lendir, dan mata terhadap infeksi virus Hendra. Kandang juga harus dibatasi terhadap masuknya hewan liar seperti kucing. Nekropsi kuda yang terinfeksi harus dihindari atau dilakukan sesuai dengan panduan yang tepat. Tempat penguburan bangkai harus dijaga terhadap binatang liar.
Vaksinasi dapat memutus siklus penularan virus dari kuda ke manusia dan memberikan keamanan pada kesehatan masyarakat. Cakupan vaksinasi yang luas pada kuda memiliki potensi secara signifikan untuk mengurangi risiko eksposur pada manusia. Mengurangi kontak dengan hewan sakit merupakan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan khususnya oleh orang yang sering berinteraksi dengan hewan (kuda). Orang yang menangani hewan sakit (virus Hendra) harus mencuci semua peralatan yang terkontaminasi, mencuci tangan dan rambut dengan sabun dan air mengalir, dan mengganti pakaian dan sepatu kandang.
Dampak dalam Masyarakat ketika Sistem Informasi Pemerintah yang Sudah Ada dan Pelajaran dari Kejadian yang sudah terjadi
Sistem informasi wabah sebagaimana pandemi Covid-19 selama 2 tahunan kemaren apakah memuaskan bagi rakyat? Jawabannya pasti sudah bisa diduga masing-masing. Tampaknya hal serupa terjadi juga pada kasus hepatitis akut, dan virus Hendra ini. Kanal dan info yang update adalah link kemenkes. Tapi hanya sebagai wacana yang akhirnya disebar ke media yang lain. Hasilnya apakah optimal? Maka itu kembali kepada kita semua. Apakah anda percaya mbah google atau penguasa? Generasi rebahan ini pasti lebih percaya internet, karena cepat dan menurut mereka bisa dipilih kalau ingin info yang benar.
Buruknya pemeliharaan rakyat pada masa sekarang merupakan pengaruh kapitalisme sebagai biang keladi segala permasalahan umat. Kapitalisme menjunjung tinggi asas manfaat, keputusan yang lebih menguntungkan secara ekonomilah yang akan diberlakukan. Tidak peduli jika nyawa rakyat menjadi taruhan. Alih-alih melakukan penutupan akses negara ini malah sibuk menyalahkan rakyat dan mengganjarnya dengan PPKM berjilid-jilid. Kasus terakhir vaksin booster, PCR dan Antigent bahkan sudah menjadikan rakyat muak. Karena politisir dan ekomisir yang dilakukan penguasa atau korporat bergandengan dengan penguasa hanya demi cuan pribadi.
Satu hal yang sudah pasti dari virus Hendra adalah sudah adanya vaksin tapi belum kepada manusia. Karena ini perkara endemi yang lama dan belum meluas maka pengembangan yang dilakukan belum banyak. Pencegahan juga kembali kepada individu per individu pemilik perternakan terutama kuda untuk berhati-hati. Meski demikian ketika Grifffith menemukan varian virus Hendra yang baru juga membuktikan adanya penelitian berkelanjutan. Tapi bagaimana dan kapan info itu dikeluarkan tampaknya yang sering disalah guna dan disalahartikan mengingat track record pelayanan negeri ini.
Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, sekitar tahun 18 Hijriah, wabah Kolera menyerang Negeri Syam. Kala itu, Khalifah Umar bersama rombongan yang sedang dalam perjalanan menuju Syam rela menghentikan perjalanannya. Sebaliknya, sahabat-sahabat yang sedang ada di Negeri Syam tidak meninggalkan wilayah wabah walaupun nyawa mereka terancam.
Sungguh sangat kontras dengan kondisi sekarang yang demi kepentingan delegasi dan gengsi luar negeri, masa karantina dapat diganti-ganti. Dalam sistem Islam, sikap yang diambil ketika terdapat wabah penyakit adalah bersiap diri dan waspada ibarat menghadapi ancaman singa. Dari hadis Abu Hurairah ra., Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah orang yang terkena lepra seperti kamu menjauhi singa.”
Sementara itu, sebagian masyarakat yang sudah antipati dengan pengatur kebijakan justru terjebak dalam teori konspirasi yang belum terbukti sehingga tidak lagi percaya dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Padahal, menjaga nyawa melalui pemeliharaan kesehatan merupakan kewajiban muslim dan bernilai ibadah di sisi Allah. Begitulah, hal ini tidak terwujud akibat hilangnya kepercayaan masyarakat yang sudah sering dikhianati para pemimpinnya sendiri. Ironis sekali.