Menyoroti Improvement Profesi Guru dalam Peringatan Hardiknas

Oleh. Desi Dwi A, S.P.
(Guru di Malang)

Saat ini, salah satu dari empat kompetensi utama seorang guru dalam menghadapi Era Society 5.0 yaitu kompetensi profesional. Guru yang profesional akan mampu menciptakan perubahan-perubahan mutu pendidikan yang relevan dan holistik. Perubahan tersebut sangat tergantung dari apa yang guru lakukan dan guru rancangkan tentang perkembangan besar di sektor pendidikan (um.ac.id).

Selain berperan menjadi learning facilitator sebagai pengajar, guru dihadapkan pada tuntutan profesi untuk melakukan improvement efforts atas problematila dan kesenjangan dalam melaksanakan tugasnya.

Dalam Workshop Publikasi Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif (PTKK) Kamis, 4 Mei 2023 lalu di Universitas Negeri Malang (UM) disampaikan pentingnya mastery of skills dalam menyusun PTK kelas Kolaboratif dan melakukan publikasi ilmiah bagi guru. Pembahasan detail strategi proses submitting hingga reviewing artikel yang dapat dilakukan oleh para guru juga dibahas disini. Kemampuan reflektif guru serta keterlibatannya dalam berinovasi melalui PTK pada akhirnya akan bermuara pada tercapainya peningkatan professional guru secara global.

Selain kemampuan membuat publikasi ilmiah, dijelaskan pula strategi dan potensi wirausaha bagi para guru oleh praktisi DUDI. Lima benefit bagi guru yang berwirausaha yaitu: meningkatkan hubungan sosial; meningkatkan keterampilan dan pengetahuan; meningkatkan kreativitas dan inovasi; menambah sumber pengahasilan; dan membuka peluang karir baru. Beberapa contoh peluang bisnis bagi guru diantaranya kursus privat atau bimbingan belajar, penjualan produk pendidikan, pelatihan dan konsultasi, pengembangan aplikasi pendidikan dan bisnis online.

Harapan yang disampaikan pemerintah maupun praktisi pendidikan terkait peningkatan profesionalitas guru tentunya menjadi dambaan semua masyarakat. Guru yang berkualitas diharapankan mampu membentuk peserta didik yang berkualitas, dan melahirkan generasi hebat.

Namun, apakah riset dan karya ilmiah yang dihasilkan oleh para guru benar merupakan indikasi profesionalitas mereka? Dan apakah berwirausaha menjadi peluang meningkatkan kesejahteraan guru atau justru semakin mengalihkan fungsi utama mereka sebagai pendidik generasi?

Tanggung jawab membina generasi sejatinya merupakan tugas bersama seluruh masyarakat yang akan dipimpin oleh pemegang kebijakan tertinggi yakni negara. Negara dengan seluruh perangkat yang dimilikinya mulai dari struktur pemerintahan hingga undang-undang yang akan mampu mendrive peserta didik seperti apa yang akan dihasilkan.

Sebagai seorang muslim yang memandang dengan kacamata syariat Islam, maka sudah barang tentu aqidah Islamlah yang dijadikan sebagai landasan dan tolok ukur dalam sistem pendidikan. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk generasi berkepribadian Islam. Profilnya adalah takut hanya kepada Allah saja, berakhlaqul karimah, menjadikan Islam sebagai landasan dalam penyelesaian setiap problem kehidupan, juga terdepan dalam riset dan teknologi.

Guna membentuk output di atas, diperlukan para pendidik yang juga berkarakter kepribadian Islam, senantiasa terikat syariat (bertaqwa), memahami agamanya, menguasai riset dan teknologi, serta mau mendedikasikan dirinya untuk mendidik generasi dengan kemampuan terbaik. Untuk menghasilkan guru-guru dengan profil demikian, tentunya tidak muncul semata-mata dari individu pendidik semata. Butuh jaminan kesejahteraan guru oleh negara, mulai dari upah memadai, fasilitas riset terbaik, perpustakaan yang lengkap, laboratorium yang mencukupi untuk seluruh peserta didik, jaminan keamanan, serta tempat belajar yang juga memadai.

Kurikulum pendidikan juga harus dibuat dengan aqidah Islam sebagai landasannya. Jenjang pendidikan dasar dimaksudkan untuk menanamkan aqidah Islam pada anak, Al Qur’an dan menghafalnya, hadits, diikuti dengan penguasaan fiqh Islam, bahasa arab dan tarikh/sejarah Islam dengan memberikan kesempatan kepada anak-anak mengambil minat pengetahuan yang diinginkan. Harapannya ketika memasuki usia baligh mereka sudah mampu memilah yang benar dan salah sesuai syariat Islam dan terikat dengannya. Pada jenjang pendidikan lebih tinggi, mereka sudah boleh mempelajari tsaqofah asing dengan tujuan mengkritisi kesalahannya dengan sudut pandang pemikiran Islam. Juga diberikan peluang lebih besar untuk mempelajari beberapa cabang ilmu pengetahuan sesuai keinginan dengan berbagai fasilitas yang disediakan oleh negara.

Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan yang sedemikian rupa, tentunya negara harus memiliki sumber pemasukan tetap yang bukan berasal dari pajak seperti negeri-negeri kapitalis dewasa ini. Apalagi penarikan pajak secara berkala diharamkan dalam Islam. Sumber pemasukan tetap negara ini hanya akan terealisasi manakala negara menerapkan sistem APBN yang berlandaskan syariat Islam, dan diambil kebijakannya oleh kepala negara yang menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai landasan penyusunan Undang-Undang dan Undang-Undang Dasar negara.

Maka, membentuk profil generasi secara komunal adalah dengan mewujudkan sebuah negara yang memiliki visi kehidupan Islam. Lengkap dengan sistem tata aturan negara, APBN hingga kurikulum pendidikan yang sesuai dengan aturan syariat Islam sehingga mampu membentuk generasi secara utuh. Upaya perbaikan generasi dengan memberikan “beban tambahan” kepada guru untuk terus melakukan riset dan mendapatkan peluang usaha berpotensi mengalihkan perhatian guru kepada kesejahteraan pribadi yang memang barangkali banyak belum terjamin, alih-alih memberikan perhatian penuh kepada anak didiknya untuk belajar. Belum lagi peluang masuknya “penumpang gelap” atas nama riset yang ternyata justru membesarkan dunia industri, namun belum tentu berkontribusi kepada kesejahteraan rakyat.

Hanya saja dalam kondisi belum ada sistem Islam seperti saat ini, bukan berarti kita hanya bisa berpasrah diri menerima nasib. Banyak suara yang harus digelembungkan guna menuntut perubahan hakiki, bukan perubahan parsial. Para guru harus mengupgrade diri dengan tsaqofah Islam dan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan materi ajarnya.

Mereka juga harus menguasai bagaimana metode pembelajaran dalam Islam yang mampu memberikan pemahaman utuh kepada peserta didik hingga faham, kemudian mendorong mereka untuk mengamalkan apa yang sudah mereka pelajari. Demikian pula para peserta didik juga harus mempelajari adab menuntut ilmu dan serius belajar agar apa yang mereka pelajari bisa menuntun mereka selamat di dunia dan akhirat. Para orang tua pun juga tidak boleh berlepas diri kepada lembaga pendidikan, mereka harus mengawal hasil pendidikan agar terus sesuai dengan syariat Islam dan bukan memisahkannya.

Dengan upaya perubahan dari seluruh elemen masyarakat sesuai dengan cara pandang Islam dan dengan keikhlasan perjuangan. Harapannya generasi Islam mampu kembali kepada fitrahnya yaitu menjalankan syariat Allah.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi