Menyoal Tunjangan Rumah Dinas Anggota DPR

Oleh. Nurma
(Mahasiswi UM Buton)

Baru saja dilantik, para wakil rakyat sudah menuntut tunjangan. Belum bekerja menjadi wakil rakyat, sudah meminta bayaran dari uang rakyat. Sungguh di luar akal sehat tingkah mereka. Alih-alih fokus membela kepentingan rakyat, malah justru tak sabar memperkaya diri. Katanya wakil rakyat, namun tak segera mewakili aspirasi rakyat.

Wacana terkait pemberian tunjangan rumah bagi para wakil rakyat terdengar belakangan ini. Wacana tersebut tertuang dalam surat Setjen DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024 pada 25 September 2024. Dalam surat ini disebutkan bahwa anggota DPR RI periode 2024-2029 akan diberikan Tunjangan Anggota Perumahan dan tidak diberikan fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA). Angka pasti tunjangan ini memang belum ditentukan, tetapi kabarnya berkisar dari Rp50 juta hingga Rp70 juta per bulan.

Tunjangan rumah para wakil rakyat ini tentunya menuai kritik pedas dari masyarakat. Namun ironisnya, hasil penelusuran ICW melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) menggunakan sejumlah kata kunci, salah satunya Rumah Jabatan Anggota, menemukan adanya 27 paket pengadaan dengan total kontrak senilai Rp374,53 miliar. Dua paket di antaranya dilakukan pada tahun ini terkait pemeliharaan mekanikal elektrikal dan plumbing dengan total kontrak sebesar Rp35,8 miliar. Temuan ini menunjukan bahwa telah ada perencanaan yang dirancang agar anggota dewan dapat menempati RJA (Kompas.com, 11/10/2024).

Tunjangan berupa rumah dinas anggota DPR jelas menambah daftar panjang fasilitas bagi para wakil rakyat. Berbagai tunjangan kerap menjadi dalih atau alasan bagi para wakil rakyat agar dapat lebih mudah menjalankan fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Adanya tunjangan rumah bagi anggota dewan terhormat tidak hanya memboroskan anggaran negara, tetapi juga membuka potensi masalah baru. Salah satunya mekanisme pengawasan yang sulit, terlebih dikabarkan tunjangan ini langsung ditransfer ke rekening pribadi masing-masing. Walhasil, sangat wajar jika rakyat pun menganggap bahwa para wakilnya yang terhormat tengah memperkaya dirinya sendiri.

Alih-alih menuntaskan persoalan yang mendera rakyat, justru makin tidak peka terhadap derita rakyat. Makin menyusahkan rakyat, sebaliknya makin memakmurkan diri sendiri dan para oligarki kapital. Menyebut diri sebagai wakil rakyat, tetapi faktanya tidak mewakili aspirasi rakyat. Inilah fakta getir demokrasi, rakyat hanya dijadikan batu loncatan untuk menopang suara sebanyak-banyaknya. Setelah kursi kekuasaan diduduki, anggota dewan yang katanya wakil rakyat ini pun lupa dengan kepentingan rakyat. Habis manis sepah dibuang.

Kondisi ini sungguh sangat kontras dengan para wakil rakyat dalam naungan Islam. Dalam Islam, ada Majelis Umat yang merupakan wakil rakyat. Namun, berbeda fungsi dan perannya dengan DPR dalam naungan sistem demokrasi.

Majelis Umat adalah majelis yang beranggotakan orang-orang yang mewakili kaum Muslim dalam memberikan pendapat sebagai tempat merujuk bagi Khalifah untuk meminta masukan/nasihat mereka dalam berbagai urusan. Mereka juga mewakili umat untuk melakukan muhasabah (mengontrol dan mengoreksi) para pejabat pemerintah (Al-Hukkam).

Anggota Majelis Umat murni mewakili umat berasaskan iman dan kesadarannya sebagai wakil rakyat yang mengemban amanah untuk menjadi penyambung lidah rakyat. Kesadaran ini mampu menjadikan fokus pada fungsi dan perannya yang harus ditegakkan karena merupakan amanah yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. dan bukan pada keistimewaan yang diberikan negara. Terlebih lagi Islam telah mengatur dengan sedemikian rupa terkait dengan harta kepemilikan maupun pemanfaatannya.

Fungsi dan peran wakil rakyat dalam naungan sistem Islam. Mereka benar-benar wakil dari rakyat, bukan sekadar label semata. Mereka benar-benar menjalankan fungsi dan perannya sebagai penyambung lidah rakyat. Pembela kemaslahatan rakyat. Sangat, kontras dengan para wakil rakyat dalam naungan demokrasi yang begitu getol dalam membela kepentingan pribadi dan oligarki. Wallahualam bisawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi