Menyoal Timnas Israel ke Indonesia

Oleh Tri S, S.Si.

Selang sepuluh hari setelah Gubernur Bali I Wayan Koster mengirimkan surat resmi kepada Menteri Pemuda dan Olahraga untuk menolak kedatangan timnas Israel untuk bertanding di Bali dalam kompetisi Piala Dunia U-20, Jumat (24/3), Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengambil kebijakan serupa. Alasan kedua gubernur adalah untuk menggarisbawahi dukungan dan komitmen bagi kemerdekaan Palestina (voaindonesia.com, 25/03/2023).

Bali dan Jawa Tengah adalah dua dari enam provinsi yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia sebagai tempat pelaksanaan U-20 pada 20 Mei hingga 11 Juni mendatang. Empat provinsi lainnya adalah DKI Jakarta, Sumatra Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Sementara timnas Israel adalah satu dari lima wakil Eropa yang akan tampil di Piala Dunia U-20 tahun 2023 ini. Empat negara lainnya adalah Prancis, Italia, Slovakia, dan Inggris. Selain kedua gubernur ini, sebelumnya Majelis Ulama Indonesia dan beberapa organisasi kemasyarakatan juga telah menyampaikan penolakan yang sama.

Menjelang pelaksanaan Piala Dunia U-20, kehadiran tim sepakbola dari Israel kini mulai menjadi sorotan. Walaupun di sisi lain banyak sejumlah kalangan yang secara terang-terangan menyampaikan penolakan kehadiran mereka. Namun, jika penguasa masih terus menerapkan sistem kapitalis, bisa jadi mereka akan tetap diterima dan bisa bermain dalam negeri ini. Dengan alasan, wajib bagi negara sebagai tuan rumah memfasilitasi pemain. Lantas, apa tujuan negara sempat menerima Timnas ini?

Kita lihat potensi ekonomi dari perhelatan Piala Dunia sangatlah besar, seperti hotel, penonton, wisatawan, dan sebagainya. Ini jelas akan ada keuntungan ekonomi dibalik penerimaan ini. Namun, keuntungan ini, tidaklah sebanding dengan kejahatan yang dilakukan Israel terhadap muslim di Palestina. Di mana kita ketahui bahwa Israel adalah negara penjajah yang melakukan penyerangan secara bertubi-tubi terhadap penduduk Palestina. Itu yang harus dipikirkan negeri ini.

Lalu, apa yang menjadi solusi untuk menghadapi Israel? Yang jelas, bukan hanya sekadar mengutuk Israel, ataupun menolak kedatangan Tim sepak bolanya, tetapi seharusnya bersikap tegas dan siap memerangi siapa pun yang memerangi kaum muslim. Cara ini hanya bisa dilakukan oleh negara. Seperti yang sudah terlihat dari perjuangan Panglima Salahuddin Al Ayyubi yang membebaskan tanah suci Palestina dari cengkeraman tentara salib dengan cara mengirim pasukan kaum muslim dan memerangi tentara salib. Sebab, beliau paham akan perintah dari Allah Swt.

Shalahuddin tidak membebaskan Palestina dengan cara kecaman, diplomatik hipokrit, ataupun solusi-solusi menyesatkan ala sistem kapitalis saat ini. Begitupun sikap tegas Sultan Abdul Hamid II, penguasa Kh1l4f4h Utsmaniyyah, yang menolak mentah-mentah tawaran Teodor Herzl, salah satu tokoh utama gerakan zionisme Israel yang mengunjungi Sultan (1902), dengan maksud memberi tawaran menggiurkan kepada khalifah berupa paket hadiah sebesar 150 juta poundsterling, jika dirupiahkan mencapai 2,7 triliun untuk pribadi sultan. Juga tawaran semua utang Kh1l4f4h Utsmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling akan dilunasi, akan dibuatkan kapal induk untuk menjaga pertahanan senilai 120 juta prank, diberikan pinjaman tanpa bunga sebesar 35 juta poundsterling, dan akan dibangunkan sebuah universitas Utsmaniyyah di Palestina.

Namun, tawaran ini disertai dengan konvensasi Sultan Abdul Hamid II harus memberikan sebuah wilayah untuk permukiman Israel di tanah Palestina. Dengan nada tegas dan penuh ancaman, Sultan Abdul Hamid II mengatakan. “Sesungguhnya, saya tidak akan melepaskan kendati hanya satu jengkal tanah Palestina, sebab ini bukan milik pribadiku, tetapi tanah wakaf kaum muslim. Rakyatku telah berjuang untuk memperolehnya sehingga mereka siram dengan darah mereka. Silakan Yahudi menyimpan kekayaan mereka yang miliaran itu. Bila pemerintahanku ini tercabik-cabik, saat itu baru mereka dapat menduduki Palestina dengan gratis. Adapun jika saya masih hidup, maka tubuhku terpotong-potong, adalah lebih ringan ketimbang Palestina terlepas dari Pemerintahanku.”

Sikap tegas seperti ini, akan mudah dilakukan oleh pemimpin Khilafah. Sungguh Palestina saat ini sangat membutuhkan adanya Daulah Kh1l4f4h. Tunggu apalagi, jika aturan Islam ditegakkan. Maka, bukan hanya Palestina yang akan mendapatkan perlindungan dari negara tetapi seluruh umat akan sejahtera, insyaallah.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi