Oleh: Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)
Duhai, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Begitulah kondisi rakyat saat ini. Satu permasalahan belum usai, sudah datang masalah baru yang menimpanya. Seakan menjadi berita gembira tatkala ada wacana subsidi. Namun, sepertinya subsidi kali ini akan menyapu sebagian rakyat saja, yakni rakyat yang mampu membeli mobil atau motor listrik.
Di Balik Subsidi Mobil dan Motor Listrik
Besaran subsidi yang dikabarkan adalah Rp80 juta untuk mobil listrik dan Rp8 juta untuk motor listrik. Sementara itu, harga mobil dan motor listrik tak bida dikatakan mutah. Harga mobil listrik berbasis baterai paling murah mencapai angka ratusan juta, Rp230 juta per unit. Harga fantastis yang bisa membelalakkan mata rakyat jelata.
Sumber pendanaan tentu tak lepas dari APBN. Negara tampak santai saat membebani APBN dengan menggelontorkan dana Rp7,8 triliun untuk subsidi ini. Selain itu, anggaran pembelian mobil listrik untuk pejabat juga sudah mendapatkan restu presiden (Kompas, 1-10-2022).
Padahal, beberapa waktu lalu, tersiar berita APBN defisit sehingga harus mengurangi subsidi sana-sini dan menaikkan harga BBM. Namun, kini kebijakan subsidi motor dan mobil listrik tampaknya akan tetap diberikan kepada rakyat yang mampu. Meski alasan kebersihan dan kesehatan terlontar, tetapi harga mobil dan motor listrik tetap akan sangat susah dijangkau oleh orang tak mampu yang menjadi penduduk mayoritas di negeri ini.
Belum lagi, utang luar negeri masih melilit dan seakan tak kunjung usai. Atmosfer sistem kapitalisme memang sangatlah kuat melingkupi negeri ini. Asas manfaat menjadi acuan hakiki. Di mana keuntungan materi dirancang sebanyak-banyaknya dan masuk pada kantong korporasi. Bahkan, sudah tersiar kabar bahwa sejumlah pejabat terlibat dalam kepemilikan dan produksi kendaraan listrik.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menegaskan bahwa subsidi mobil dan motor listrik tidaklah terlalu penting, bahkan bisa dikatakan nirfaedah. Angkanya yang cukup besar tidak membuat pemerintah peka terhadap menyempitnya ruang fiskal. Ditambah lagi, sasaran subsidi mobil listrik juga bermasalah karena cenderung menyubsidi orang mampu saja. Berikut beberapa catatan dampak negatif dari subsidi tersebut.
Pertama, meningkatkan barang dan suku cadang impor saat produsen di dalam negeri belum siap memenuhi permintaan pasar. Kedua, transisi energi tidak bisa dilakukan hanya dengan perbaikan oleh pengguna kendaraan. Sumber hulu energi primer listrik masih bergantung pada batu bara. Jika pengguna motor listrik makin banyak, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terus berjalan dapat menyebabkan polusi udara makin meningkat. Ketiga, di hilir, motor listrik didorong, tetapi terjadi defisit transaksi yang melebar dampaknya pada pelemahan kurs rupiah (CNNIndonesia.com, 16/12/2022).
Semantara perkara sparepart dan onderdil mobil dan motor listrik bukanlah barang mudah dan murah. Maka, kecenderungan untuk membuka keran impor sangatlah besar. Urusan dagang luar negeri ini akan semakin membelit keadaan yang kian terimpit.
Jika demikian pandangan seorang ahli ataupun pengamat, maka arah kebijakan ini seakan menegaskan proorang kaya. Apalagi sistem kapitalisme memang meletakkan dominasi kekuasaan pada uang atau modal, yakni pada orang yang memiliki finansial mapan. Dengan demikian, di balik subsidi mobil dan motor listrik, seakan ada maksud terselubung untuk memberikan kesejahteraan pada orang kaya.
Islam Menyejahterakan Seluruh Rakyat
Dalam sistem Islam, da kewajiban asasi bagi negara, yakni memenuhi kebutuhan asasi rakyat, individu per individu. Tujuannya untuk menyejahterakan kehidupan mereka. Mekanisme pemenuhan kebutuhan pokok individu rakyat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan membuka lapanagn pekerjaan seluas-luasnya bagi para lelaki dan memotivasi mereka untuk memenuhi kewajiban nafkah. Apabila dalam satu keluarga tidak ada sama sekali yang bisa menafkahi, maka negara akan menjamin kebutuhan pokoknya secara langsung, termasuk kendaraan. Fasilitas umum dan keselamatan dalam berkendara juga akan dijamin oleh negara, terutama pemenuhan mobilisasi rakyat dengan kendaraan umum.
Adanya subsidi sejatinya memang menjadi tanggung jawab negara dengan mendistribusikan harta kepemilikan umum dan kepemilikan negara kepada seluruh rakyat. Pemenuhan kebutuhan kendaraan dan kebutuhan pokok lainnya didistribusikan secara adil, tidak tebang pilih. Rakyat yang mampu memiliki kendaraan pribadi tidak akan dilarang selama cara kepemilikannya sesuai syariat Islam. Sedang rakyat yang tidak mampu memiliki kendaraan pribadi, akan ada subsidi atau jaminan dari negara.
Terlebih, sistem Islam melarang adanya peredaran harta di segelintir orang saja agar tak terjadi ketimpangan ekonomi di tengah kehidupan rakyat. Sistem ekonomi Islam saat diterapkan sempurna dalam sistem pemerintahan Islam insyaAllah akan membawa kemaslahatan. Apalagi sistem ekonomi dijalankan beriringan dengan sistem politik, sistem pendidikan, sistem sosial, sistem sanksi, dan sistem lainnya di seluruh aspek kehidupan diterapkan dengan syariat Islam secara kaffah, maka keberkahan dari langit dan bumi tak akan bisa dibendung lagi.
Dengan demikian, sistem Islam yang berasal dari Ilahi Robbi tentulah sesuai dengan fitrah kehidupan. Sudah saatnya, kaum muslim berjuang melanjutkan kembali kehidupan Islam. Sehingga, terwujud Islam rahmatan lil ‘alamin.
Wallahu a’lam.