Oleh. Sudarni
(Ibu Peduli Negeri)
Pembahasan kenaikan upah minimum sedang panas-panasnya belakangan ini. Ketua Komite Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Subchan Gatot mengungkapkan bahwa mulai dari Sabtu-Minggu hingga Senin Dewan Pengupahan Nasional sudah melakukan sidang, bahkan di hari Minggu menteri ada rapat khusus dimana semua bahas soal pengupahan. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi Undang Undang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah gabungan serikat pekerja lainnya. Putusan MK ini berdampak besar terhadap upah minimum yang akan ditentukan dalam waktu dekat, termasuk perekonomian nasional menurut sejumlah kalangan. Kalangan pengusaha yang diwakili Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengatakan putusan ini justru “menciptakan ketidakpastian” iklim investasi yang akan membuat investor beralih ke padat modal, dan berhenti berekspansi (5/11).
Kenaikan upah buruh setiap tahun selalu menjadi tuntutan para buruh. Karena pemasukan dan pengeluaran ekonomi tidak seimbang, upah tidak seberapa, tetapi beban ekonomi terus bertambah. Pengupahan harus dilihat berdasarkan KHL para buruh, sehingga ada harapan kenaikan upah lebih besar pada tahun 2025. Ternyata masih kecil dan tidak sepadan dengan kenaikan pajak tahun 2025. Upah Buruh masih terhitung rendah untuk mencukupi kebutuhan hidup saat ini yang serba mahal. Apalagi dengan adanya ketentuan upah minimum.
Sejatinya, buruh dianggap sebagai faktor produksi dalam sistem kapitalis. sehingga dibuat upahnya seminimal mungkin demi mendapatkan keuntungan sebesar besarnya. Konsep upah dalam kapitalisme membuat buruh hidup dalam keadaan pas-pasan, karena gaji mereka disesuaikan dengan minimum tempat mereka bekerja. Kondisi ini sesuai dengan regulasi yang ada dalam kapitalisme, yang meniscayakan berpihak pada pengusaha dan merugikan buruh. Buruh bahkan tidak memiliki posisi tawar tinggi.
Persoalan buruh seperti sekarang ini, tidak akan muncul dalam sistem Islam, karena negara menjamin kesejahteraan mereka. Persoalan buruh nanti hanya akan bersifat personal/ kasuistik. Dalam Islam, buruh dibayar sesuai dengan kerja yang ia berikan berdasarkan kesepakatan. Jika terjadi perselisihan ada khubara yang menentukan besarnya upah. Islam juga menyamakan posisi buruh dan pengusaha, karena buruh juga manusia yang berhak layak.
Negara adalah institusi yang bertanggung jawab untuk memastikan ijarah berjalan sesuai dengan akad yang telah disepakati antara majikan dan pekerja. Negara juga akan memberikan santunan jika zakat itu belum mencukupi kebutuhannya. Negara akan memfasilitasi para pekerja dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaannya, seperti pelatihan atau kursus, agar setiap orang dapat bekerja sesuai dengan kapasitasnya. Inilah prinsip pengupahan dalam Islam dengan penerapan syariat Islam. Wallahualam bisawab.