Menyoal Krisis Air, Islam Solusinya

Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim MazayaPost.com)

Siapa yang tak tahu bahwa negeri berjulul “Zamrud Khatulistiwa” ini adalah wilayah perairan. Tentu saja air melimpah dengan banyaknya sungai, danau, air terjun, bahkan lautan. Belum lagi curah hujan yang tinggi saat musim penghujan. Seharusnya keberadaan air ini mampu mencukupi kebutuhan air pada individu rakyat.

Mengapa Bisa Krisis Air

Miris, negeri yang kaya air justru mengalami krisis air. Hal ini tentu bukan tanpa sebab. Bisa jadi krisis air dikarenakan musim kemarau yang berkepanjangan. Namun lebih dari itu, gaya hidup rakyat yang mengonsumsi air kemasan dan bergantung pada air mineral itu turut memberikan pengaruh terjadinya krisis air.

Mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro yang juga seorang ekonom senior mengatakan bahwa turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia tidak hanya disebabkan karena pandemi covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), tetapi juga akibat kebiasaan sehari-hari berupa kebutuhan terhadap air kemasan, seperti galon. Menurut Bambang, secara tidak sadar belanja air galon turut menggerus pemasukan rumah tangga karena selalu membeli air galon, air botol dan semacamnya.

Bambang menekankan bahwa kebiasaan mengonsumsi air dalam kemasan tidak terjadi di semua negara. Di negara maju, warga kelas menengah terbiasa mengonsumsi air minum yang disediakan pemerintah di tempat-tempat umum. Dengan adanya fasilitas air minum massal itu, masyarakat negara maju tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli air munum kemasan (CNBCindonesia.com, 31/8/2024).

Apa yang diungkapkan mantan menteri keuangan jelas mengungkapkan fakta bahwa negara tidak menyediakan fasilitas umum berupa penyediaan air siap dikonsumsi (siap minum). Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup, terlebih manusia. Air sangat dibutuhkan dalam sehari-hari. Manusia selalu memanfaatkan air untuk bersuci, minum, memasak, mencuci, dan sebagainya. Air menjadi kebutuhan manusia di segala aspek kehidupan. Kini, krisis air menyapa negeri ini dan mengancam manusia.

Menurut World Resources Institute, Indonesia berisiko tinggi mengalami krisis air pada 2040. Tentu hal ini perlu mendapatkan perhatian dan penanganan khusus. Pasalnya, ketika terjadi krisis air, maka banyak kebutuhan manusia yang tidak terpenuhi.

Krisis air adalah kondisi ketika jumlah air yang tersedia tidak mampu mencukupi kebutuhan air di suatu wilayah. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya krisis air adalah faktor alam seperti kekeringan karena musim kemarau atau curah hujan yang rendah. Namun, faktor yang paling berpengaruh adalah ulah tangan manusia, yakni berupa gaya hidup konsumsi air kemasan siap minum plus bisnis air yang berorientasi pada keuntungan.

Selain bisnis air yang produksinya abai dengan kelestarian lingkungan, banyak pula penebangan hutan dan penggundulan untuk bisnis-bisnis raksasa tambang dan lainnya sehingga mengurangi resapan air saat musim hujan. Sehingga ketika musim kemarau terjadi, kekeringan tak dapat dihindari.

Selain urusan bisnis, pembangunan infrastruktur dan tata kota yang tak menjaga hijaunya lingkungan ikut bersumbangsih pada terjadinya krisis air bersih. Sebelum terjadinya penebangan hutan ataupun pembangunan ugal-ugalan, kualitas air di negeri ini masih harus diolah agar siap konsumsi dengan proses penyulingan air misalnya. Proses tersebut tentu membutuhkan biaya yang tak sedikit sehingga rakyat tak akan mampu mengelolanya secara individu. Demi menikmati air bersih, rakyat harus membeli air dari perusahaan penyedia air maupun air minum dalam kemasan.

Air yang merupakan hajat hidup orang banyak kini dikomersialisasikan. Pengelolaan air yang seharusnya dikelola negara, justru banyak dikuasai swasta. PDAM saja yang pelat merah, tetapi kualitas airnya masih harus diproses lagi untuk diminum. Sejatinya, urusan pengelolaan air ada di tangan negara karena air termasuk harta milik rakyat (umum).

Saat ini, negara seakan berlepas tangan dalam urusan pemenuhan air bersih dan siap konsumsi. Begitulah jika negara menerapkan sistem kapitalisme yang berasaskan manfaat atau keuntungan materi. Urusan pelayanan dengan rakyat berubah menjadi transaksi jual beli. Sementara pengelolaan air oleh swasta atau asing begitu ugal-ugalan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan.

Hal itu didukung regulasi negara yang cenderung memihak pada pengusaha. Rakyat yang kaya saja yang bisa menikmati air bersih dan layak konsumsi, sementara rakyat menengah ke bawah harus menerima mengonsumsi air kualitas seadanya. Tragisnya, seluruh rakyat harus siap dengan segala bencana dari kerusakan alam akibat eksploitasi air secara ugal-ugalan oleh perusahaan-perusahaan air kemasan.

Air dalam Pandangan Islam

Krisis air adalah masalah sistematis, bukan semata faktor alam. Air dalam Islam merupakan salah satu harta milik umum.yang wajib dikelola negara untuk didistribusikan kepada seluruh rakyat secara cuma-cuma. Apalagi air adalah kebutuhan asasi setiap personal rakyat.

Negara wajib memperhatikan tata kelola secara paripurna dengan mengambil aturan dari Zat Yang Maha Benar, Allah Swt, yakni syariat Islam. Pemimpin negara (khalifah) mendapat amanah mulia untuk memelihara urusan rakyat, termasuk pemenuhan dan penyediaan air bersih dan layak konsumsi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

“Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Islam memiliki mekanisme dalam mengelola harta kekayaan milik umum, antara lain:

Pertama, negara menjaga sumber-sumber cadangan air. Hutan adalah salah satu sumber cadangan air. Fungsi hutan dangatlah penting, baik secara ekologis, hidrologis, dan klimatologis yang dibutuhkan oleh makhluk hidup, termasuk manusia. Negara juga akan mrnjaga sumber-sumber air lain, seperti mata air, danau, sungai, laut, irigasi, dan waduk.

Islam menetapkan bahwa hutan dan sumber air merupakan harta milik umum. Rakyat boleh saja memanfaatkannya, tetapi terbatas dan tidak boleh menguasainya secara pribadi, apalagi sampai menghalangi orang lain untuk memanfaatkannya. Hal ini menunjukkan adanya eksplorasi, eksploitasi, privatisasi, dan distribusi air untuk mengeruk keuntungan dari bisnis air bersih. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Kedua, negara akan mengelola air dengan mendirikan industri air bersih. Dari sana, negara akan memproses air dari sumber air hingga layak pakai/dikonsumsi rakyat. Negara akan melakukan proses penjernihan air hingga penghilangan mikroorganisme dalam air sehingga kualitas air aman untuk dikonsumsi rakyat. Negara juga wajib melakukan distribusi air secara merata hingga ke pelosok, terutama wilayah yang susah air. Negara akan memanfaatkan teknologi, melakukan inovasi, dan memberdayakan para pakar di bidangnya dengan pembiayaan yang dipenuhi oleh negara.

Ketiga, negara akan melakukan mitigasi bencana sesuai pemetaan wilayah secara detail, sehingga diketahui mana saja kawasan yang rentan bencana. Dengan begitu, kawasan tersebut dapat mendapat perhatian dan perlakuan khusus, termasuk juga akan dilakukan pemetaan iklim dan kondisi cuaca, sehingga dapat diantisipasi bila terjadi bencana seperti kekeringan.

Tinta emas sejarah telah membuktikan bahwa Khilafah sudah memiliki tata kelola dan mekanisme pendistribusian air bersih secara merata. Kota-kota Islam pada kekhilafahan sudah memiliki sistem pengelolaan air bersih yang mutakhir hingga ke pelosok-pelosok desa. Pada kekhilafahan di tahun 993 M, telah terdapat 1.500 pemandian umum. Kebutuhan air bersih dipenuhi dengan air yang mengalir dari sungai, kanal, atau qanat (saluran bawah tanah) ke kota. Air disimpan dalam tangki/tandon, lalu disalurkan ke pipa-pipa di bawah tanah ke berbagai tempat, seperti ke tempat tinggal, bangunan umum, dan kebun.

Kebersihan pasar di Fes selalu dijaga dan dibersihkan dengan air setiap hari. Di masa kekhilafahan juga, sebagian besar rumah rakyat disilangkan dengan sungai dan setiap rumah memiliki air mancur yang mengalir. Air di kota juga digunakan untuk mencuci jalan dan untuk mengoperasikan 300-400 kincir air. Tak kalah megah dan inovatif, peninggalan kejayaan Islam di Istana Al-Hambra, di Granada, Spanyol, di sana telah memiliki sistem perairan yang menunjukkan kemajuan teknologi perairan pada masanya sementara Eropa pada umumnya masih dalam kekumuhan dan kotor. Masyaallah, betapa rakyat mudah menikmati air bersih saat sistem Islam diterapkan dalam institusi negara. Saatnya kaum muslim mengembalikan kehidupan Islam agar krisis air dan masalah lainnya bisa terselesaikan dengan baik dan tepat, serta bisa meraih keberkahan dari langit dan bumi. Wallahualam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi