Menyelamatkan Pasutri dari Gangguan Kesehatan Mental

Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Umat)

Al kisah, betapa pelik kehidupan rumah tangga zaman now. Tameng ratusan lapis yang dibangun dari kesabaran, kesetiaan, rasa cinta, percaya pada pasangan, bapak atau ibunya anak-anak, dan lainnya seakan tak mampu menahan gejolak gangguan mental dalam rumah tangga. Keluarga muslim pun tak luput dari gangguan kesehatan mental yang sedang booming di negeri ini.

Setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Jika ada peringatan ini, artinya kesehatan mental manusia tidak baik-baik saja, termasuk kesehatan mental pasutri (pasangan suami istri). Hari Kesehatan Mental Sedunia didedikasikan untuk edukasi kesehatan mental global, kepedulian dan advokasi melawan stigma sosial, yang diperingati setiap tahunnya sejak tahun 1992.

Tujuan umum dari Hari Kesehatan Mental Sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu kesehatan mental di seluruh dunia dan untuk memobilisasi upaya-upaya dalam mendukung kesehatan mental. Peringatan ini menyajikan kesempatan kepada seluruh stakeholder yang bergerak pada isu kesehatan mental, untuk menyuarakan upaya mereka, dan segala yang harus dikerjakan untuk menjadikan pelayanan kesehatan mental terwujud bagi seluruh penduduk dunia. Tema Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tahun lalu, 10 Oktober 2022 adalah ‘Making Mental Health & Well-Being for All a Global Priority’ yang artinya ‘Menjadikan Kesehatan Mental & Kesejahteraan untuk Semua sebagai Prioritas Global’ (bkkbn.go.id, 10/10/2022).

Keluarga, khususnya pasutri tak luput dari gangguan kesehatan mental. Baru-baru ini, kasus baby blues menggemparkan negeri. Kasus yang menimpa ibu pascalahiran ini menjadikan Indonesia berada di peringkat tertinggi ketiga se-Asia Tenggara (detik.com, 26/5/2023). Selain kasus baby blues, tingginya KDRT juga mewarnai belantika rumah tangga. Sungguh, kekerasan dalam rumah tangga bukan semata karena habit perilaku seseorang, namun ada dorongan emosi yang dominan tanpa bisa mengatur dengan tepat.

Kasus terbaru ketika sepasang suami istri di Depok menjadi tersangka KDRT. Awalnya sang istri melapor ke kantor polisi setempat karena dia disiram Boncabe wajahnya dan kepalanya dijambak lalu dkbenturkan ke tembok. Tak disangka, ia dilaporkan balik oleh suaminya karena juga melakukan kekerasan terhadap sang suami (kompas.com,
25/5/2023).

Belum lagi kasus-kasus depresi pasangan suami istri yang meninggal lantaran lebih memilih mengakhiri hidupnya, bahkan mengakhiri hidup anak-anaknya. Banyak sekali kasus gangguang kesehatan mental yang menyergap suami ataupun istri, bahkan menyerang mereka secara bersamaan. Gangguan kesehatan mental saat ini mudah sekali tersulut, seakan jiwa suami dan istri ini mudah retak bak kaca tipis.

Faktor Penyebab Kesehatan Mental pada Pasangan Suami Istri

Tak ada asap jika tak ada api. Peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia merupakan indikasi gangguan kesehatan mental yang melanda dunia. Maraknya gangguan kesehatan mental dalam rumah tangga yang menimpa pasutri tentu ada sebabnya, baik itu faktor internal ataupun eksternal.

1. Faktor internal
Tak dimungkiri, kehidupan rumah tangga ibarat melayari samudera, akan menghadapi ombak dan badai kehidupan, tak selalu tenang. Bisa jadi faktor komunikasi pasutri yang kurang sehingga menimbulkan salah paham, rasa bosan, jenuh, hingga rasa hilang kepercayaan pada pasangan. Kurangnya perhatian di antara pasutri kadang bisa memunculkan depresi pada tiap pasangan, bisa insecure, overthinking, merasa tak lagi dicintai, dsb. Faktor internal ini menjadi rantai mematikan jiwa pasutri itu sendiri.

2. Faktor eksternal
Lingkungan dan tatanan kehidupan sekitar rumah tangga juga turut andil dalam melengkapi gangguan kesehatan mental pasutri. Faktor eksternal ini terdiri dari:

a. Sistem sosial masyarakat
Sudah jamak diketahui, sistem sosial masyarakat cenderung individualistik. Nafsi-nafsi alias individualisme tidak terlahir serta merta, namun ia diprakarsai oleh sistem kapitalisme.

Cuek dan bergaya hidup Barat yang serba bebas menjadi ciri khas sistem sosial masyarakat. Egoisme membelah keakraban. Bullying juga kian memperlebar jarak antarindividu tersebab kedudukan ataupun status sosial. Harta benda terus menjadi ukuran keakraban. Sehingga hal itu bisa mempertipis rasa sabar dan membuka lebar pintu kejengkelan. Walhasil, stress bisa menyapa kapan saja dan siapa saja, termasuk pasutri.

b. Sistem ekonomi
Dewasa ini, episode kehidupan ekonomi rumah tangga terus melemah. Lebih besar pasak daripada tiang sudah menjadi rahasia umum. Konsumerisme tengah melanda keluarga. Pamer harta juga turut mewarnai aktivitas rumah tangga. Gaya hidup selangit dengan ekonomi sulit memaksa pasutri utang sana sini.

Belum lagi biaya hidup yang kian tinggi. Tarif pajak, listrik, bpjs terus meningkat, harga kebutuhan pokok juga tak mau kalah. Sementara pemasukan kian seret, banyak terjadi PHK, bahkan lowongan pekerjaan kian sempit. Sistem ekonomi yang dianut bangsa ini menjadikan kesejahteraan keluarga dan masyarakat sebatas ilusi. Sehingga tekanan hidup semakin besar. Hal ini sejalan dengan semakin besarnya rasa putus asa dan stress mengingat aturan agama dipisahkan dari kehidupan bernegara (sekularisme).

c. Sistem pergaulan
Siapa yang tahu kalau pergaulan di negeri amat bebas. Campur baur lawan jenis menjadi aktivitas paling digemari. Nahasnya, LGBT juga turut menyempurnakan kesemrawutan pergaulan. Perselingkuhan kerap menjadi alasan terjadinya KDRT, perceraian, dan depresi pada pasangan. Sistem pergaulan yang bebas menjadikan pasutri loss kontrol terhadap norma agama, bagi mereka yang penting bisa senang-senang, tanpa peduli halal haram.

Masih bayak faktor eksternal lain semisal sistem sanksi yang tidak memberikan efek jera dan sistem pemerintahan yang menerapkan hukum buatan manusia, hukum yang tidak memanusiakan manusia. Sehingga, fitrah manusia menjadi semakin tak tersentuh dalam tatanan kehidupan kapitalisme yang diterapkan oleh berbagai negara di dunia ini.

Dampak Negatif jika Pasutri Mengalami Gangguan Kesehatan Mental

Gangguan kesehatan mental tentu saja akan memberikan dampak negatif bagi kehidupan rumah tangga pasutri, antara lain:

1. Ketidakharmonisan
Jika salah satu pasangan atau bahkan keduanya sudah mengalami gangguan kesehatan mental karena beban hidup ataupun faktor internal dan eksternal, maka keharmonisan rumah tangga akan semakin jauh dari kenyataan. Rumah tangga asmara (assakinah mawaddah warahmah) yang hendak dibangun akan runtuh. Gangguan kesehatan mental pasutri akan memberi jarak yang cukup jauh pada tiap pasangan untuk membangun bonding ataupun kemesraan dalam rumah tangga.

2. KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga akan kerap terjadi jika pasutri terkena gangguan kesehatan mental. Emosi yang meledak-ledak dan kesabaran yang terkikis akan mendorong pasutri ringan dalam melakukan kekerasan fisik pada siapa pun saat sedikit tersinggung apalagi tersulut amarah.

3. Baby Blues
Pada kaum ibu, tekanan emosi dan depresi yang bertumpuk karena kondisi hidup yang tidak nyaman akan membuat mereka rentan mengalami babyblues. Betapa banyak ibu yang merasa tidak siap punya anak atau bahkan merasa sendirian, tidak ada perhatian.

4. Bunuh diri atau kriminal
Orang yang sudah dikuasai tekanan hidup yang teramat atau depresi, entah faktor impitan ekonomi, kecemburuan, hilangnya harga diri, dan lainnya bisa memicu pasutri bunuh diri. Pasutri akan merasa tak akan punya masalah jika sudah menjumpai kematian. Bisa jadi saking sayangnya pada anak dan pasangan, karena depresi akhirnya gelap mata membunuh mereka, dan ia pun menyusul bunuh diri. Hal ini sering dijumpai.

Sungguh, jika kesehatan fisik dan mental tidak dijamin oleh negara, maka gangguan kesehatan mental akan menjadi pandemi. Jika sudah menjadi pandemi, maka kriminalitas dan angka bunuh diri akan semakin tinggi dalam kehidupan rumah tangga.

Islam Menyelamatkan Pasutri dari Gangguan Mental

Sebagian hukama mengatakan,

الصِّحَّةُ تَاجٌ عَلَى رُؤُوْسِ الْأَصِحَّاءِ لاَ يَرَاهَا إِلاَّ الْمَرْضَى

“Kesehatan adalah mahkota yang dipakai orang sehat, tetapi hanya bisa dilihat oleh si sakit.”

Selain kesehatan fisik, mental juga bagian penting yang mesti dijaga oleh setiap keluarga muslim. Keadaan mental yang buruk menyulitkan kita untuk beraktivitas dengan normal. Stres yang berkelanjutan, selain akan mengganggu pekerjaan juga dapat merusak hubungan keluarga. Begitu pula hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga dapat menimbulkan kondisi kesehatan yang buruk yang berdampak luas.

Kaum muslim sudah lama diingatkan oleh Rasulullah saw. untuk menjaga kesehatan mental, yakni menjaga kesehatan pikiran dan perasaan yang dapat menyehatkan seluruh jasad. Beliau bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Muttafaq alayhi)

Apa yang bisa dilakukan keluarga muslim untuk menjaga kesehatan mental di tengah ideologi rusak kapitalisme? Pasutri bisa kembali pada pangkuan sistem Islam di lingkungan keluarha terlebih dahulu dengan beberapa langkah:

1. Mengukuhkan keimanan
Iman bukanlah sekadar percaya bahwa Allah itu ada dan Maha Pencipta, tetapi meyakini bahwa Allah adalah Maha Penolong, Maha Pemberi rezeki, Maha Pengatut, Maha Menyembuhkan, Maha Perkasa, dan Allah senantiasa menolong hamba-hamba-Nya yang beriman, dan tidak akan menzalimi mereka. Keimanan semacam ini akan menjadikan keluarga muslim senantiasa optimis dalam kehidupan, punya harapan besar, tidak mudah menyerah, dan bersabar.

Dengan keimanan yang kukuh, ketaatan akan terbentuk, taqorrub ila Allah dan dzikrullah juga akan kuat. Di dalam Al-Qur’an diterangkan hati seorang muslim akan menjadi tenang dengan mengingat Allah (zikrullah). Firman-Nya,

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (TQS Ar-Rad: 28)

2. Memperbanyak syukur

Harus diingat bahwa Allah telah berjanji akan menambah siapa saja yang bersyukur atas nikmat-Nya dan akan memberikan azab pada yang kufur nikmat (lihat surah Ibrahim ayat 7). Sejatinya, bersyukur selain meraih tambahan nikmat, juga mengurangi emosi jiwa yang menguras pikiran. Saat bersyukur, setiap pasutri akan senantiasa merasa tercukupi kebutuhannya dan akan merasa terselasaikan permasalahannya. Sebab, pasutri yang sibuk bersyukur tak akan sempat membandingkan kehiduoan pribadinya dengan rumah tangga lain. Tak terpikir bagi mereka mendongak sehingga mereka terhindar dari penyakit hati yang bisa memicu gagal mikir alias stres.

3. Berkumpul dengan orang-orang saleh
Selektif dalam berteman dan bergaul adalah kewajiban. Memilih linkungan dan teman yang saleh merupakan salah satu konsekuensi keimanan. Nabi saw. mengumpamakan kawan yang saleh seperti pedagang parfum yang turut menyebarkan aroma wangi pada orang di sekitarnya.

فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً

“Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya.” (HR Muslim)

Mencari komunitas yang saleh, seperti jamaah dakwah, majelis ilmu, dan majelis zikir adalah sebuah keharusan bagi pasutri muslim. Komunitas dan teman-teman saleh akan selalu mengingatkan diri pada Allah, melembutkan hati, menciptakan optimisme hidup, dan mengingat janah. Suasana ini akan meningkatkan kesehatan mental keluarga muslim.

Dari komunitas yang saling amar makruf nahi mungkar ini, maka masyarakat akan kondusif dan memiliki ketakwaan. Sehingga, komunitas ini akan menyerukan penerpaan sistem Islam yang sesuai fitrah untuk diterapkan dalam kehidupan bernegara.

4. Memupuk kepedulian pada orang lain dan lingkungan
Di saat individualisme menggejala dan menjadi pandemi, maka sikap peduli pada sesama dan lingkungan wajib dipelihara. Apalagi Islam mewajibkan setiap muslim saling menolong dalam kebaikan dan ketaatan. Seharusnya, pasutri harus care pada anggota keluarha yang lain, pada tetangga, dan pada siapa pun. Sikap peduli, suka menolong, memghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda juga akan mengurangi stres dan melenyapkan penyakit hati.

Keempat hal di atas yang diupayakan oleh keluarga muslim akan semakin mulus terlaksana saat negara bertakwa. Islam sejatinya mewajibkan negara untuk menjaga dan menjamin kesehatan (fisik dan mental) rakyat, termasuk pasutri. Sehingga, ketika negara menjaminnya, pasutri akan semakin mudah terhindar dari gangguan kesehatan mental.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi