Mengungkap Kelemahan Pengawasan Pangan dan Obat

Oleh. Heny Agustina
(Kontributor MazayaPost.com)

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru-baru ini mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara izin edar produk olahan makanan impor dari Cina, Latiao, setelah sejumlah kasus keracunan pangan (KLBKP) yang menimpa anak-anak di berbagai wilayah Indonesia. Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam konferensi pers pada 1 November 2024, menyatakan bahwa laporan kejadian keracunan ini datang dari tujuh wilayah, yakni Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, dan Pamekasan. BPOM kemudian melakukan uji laboratorium terhadap produk yang diduga menjadi penyebab keracunan, dan hasilnya menunjukkan adanya kontaminasi bakteri Bacillus cereus dalam sampel produk latiao. Bakteri ini diketahui dapat menyebabkan gejala keracunan berupa sakit perut, mual, muntah, dan pusing, yang sesuai dengan gejala yang dilaporkan oleh korban.

Selain itu, BPOM juga menemukan adanya pelanggaran dalam cara peredaran pangan olahan yang baik (CperPOB) oleh importir dan distributor produk latiao. Sebagai langkah lanjutan, BPOM telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk menghentikan penjualan produk ini melalui platform digital, dan meminta importir untuk segera melaporkan proses penarikan dan pemusnahan produk. BPOM juga mengimbau masyarakat untuk lebih teliti dalam memeriksa keamanan produk pangan yang dikonsumsi, dengan cara menerapkan metode cek KLIK, yakni memeriksa kemasan, label, izin edar, dan masa kedaluwarsa.

Namun, kasus keracunan ini mengingatkan kita pada peristiwa serupa beberapa tahun lalu, yaitu kasus gagal ginjal akut yang disebabkan oleh obat-obat yang mengandung zat berbahaya. Kasus-kasus semacam ini menunjukkan dengan jelas lemahnya jaminan terhadap keamanan pangan dan obat di Indonesia. Tentu saja, sebagai negara yang mengklaim memiliki sistem pengawasan terhadap produk pangan dan obat, fakta bahwa produk asing seperti latiao bisa lolos ke pasar Indonesia dengan kontaminasi bakteri yang membahayakan kesehatan masyarakat sangat mencolok.

Lemahnya Pengawasan Negara dalam Sistem Sekuler Kapitalisme

Memastikan keamanan pangan dan obat yang beredar adalah tanggung jawab negara, terutama untuk produk yang berasal dari luar negeri. Namun, dalam sistem sekuler kapitalis yang menganut prinsip pasar bebas dan efisiensi ekonomi, pengawasan terhadap produk pangan dan obat seringkali terabaikan atau tidak maksimal. Di negara dengan sistem seperti ini, peran negara lebih banyak berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan kepentingan kapitalis, sementara aspek perlindungan masyarakat, terutama dalam hal kesehatan dan keamanan pangan, sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Negara yang bukan bertindak sebagai “pengurus” rakyatnya, melainkan sebagai fasilitator bagi sektor swasta dan perusahaan besar, mengarah pada kebijakan yang lebih mementingkan keuntungan daripada keselamatan warganya.

Kasus keracunan Latiao ini hanyalah salah satu contoh kegagalan sistem pengawasan yang ada. Keberadaan produk impor yang lolos tanpa pengujian yang cukup menunjukkan bagaimana regulasi keamanan pangan dan obat tidak dijalankan secara maksimal. Hal ini juga menunjukkan bahwa meskipun ada lembaga pengawas seperti BPOM, kelemahan dalam koordinasi, ketidaktegasan dalam penegakan aturan, dan kelalaian dari pihak-pihak terkait, bisa mengancam kesehatan publik.

Pandangan Negara dalam Islam: Tanggung Jawab terhadap Keamanan Pangan dan Obat

Dalam sistem negara Islam, pengawasan terhadap pangan dan obat bukan hanya menjadi tugas badan tertentu, tetapi merupakan bagian dari tanggung jawab negara secara keseluruhan. Negara Islam memegang prinsip ra’iyyah (tanggung jawab terhadap urusan rakyat), di mana negara memiliki kewajiban untuk memastikan segala kebutuhan dasar masyarakat, termasuk pangan dan obat, aman, sehat, dan sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Dalam konteks pangan dan obat, negara Islam akan memastikan bahwa produk yang beredar di masyarakat memenuhi dua prinsip utama: halal dan thayyib. Halal berarti produk tersebut diperbolehkan dalam ajaran Islam, tidak mengandung bahan yang dilarang, sedangkan thayyib berarti produk tersebut baik dan sehat untuk dikonsumsi, tidak mengandung bahan berbahaya atau zat yang bisa merusak tubuh. Oleh karena itu, produk yang masuk ke pasar harus melalui proses pengawasan yang ketat, mulai dari proses produksi hingga distribusinya.

Sebagai bagian dari sistem ini, negara Islam juga memiliki mekanisme yang lebih efektif dalam mengawasi peredaran pangan dan obat. Salah satu institusi yang berperan penting adalah Qodhi Hisbah, yang bertugas memastikan bahwa tidak ada penipuan, kecurangan, atau produk yang berbahaya beredar di masyarakat. Qadhi Hisbah akan melakukan pengawasan secara langsung di pasar-pasar, toko-toko, dan pabrik-pabrik, untuk memastikan bahwa produk yang dijual telah memenuhi standar keamanan dan kesehatan yang ditetapkan.

Selain itu, negara Islam juga memiliki mekanisme untuk menanggulangi pelanggaran yang terjadi dalam sistem distribusi dan peredaran pangan. Dalam kasus seperti keracunan akibat Latiao, negara Islam akan segera mengambil langkah untuk menarik dan memusnahkan produk yang terkontaminasi, serta memberi sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kelalaian ini.

Kasus keracunan yang disebabkan oleh produk latiao yang terkontaminasi bakteri Bacillus cereus menunjukkan kegagalan sistem pengawasan pangan dan obat di Indonesia. Kejadian ini mengingatkan kita pada perlunya jaminan keamanan yang lebih ketat terhadap produk yang beredar di pasar, terutama produk impor. Dalam sistem sekuler kapitalisme, pengawasan terhadap keamanan pangan dan obat sering kali terabaikan, karena negara lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi daripada kepentingan rakyat. Sebaliknya, dalam sistem negara Islam, dengan prinsip ra’iyyah dan pengawasan yang melibatkan mekanisme seperti kadi hisbah, negara akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk memastikan keamanan pangan dan obat bagi seluruh rakyatnya. Keamanan pangan dan obat bukan hanya masalah teknis, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab negara untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan rakyatnya.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi