Oleh. Afiyah Rasyad
Sudah menjadi rahasia umum, permasalahan Palestina menjadi.salah satu konstelasi perpolitakan internasional. Bagaimana Israel menjarah Yerussalem sejak runtuhnya Khilafah Islamiah, bukanlah peristiwa kilat dalam sekedip mata. Proses dan latar belakang panjang, serta adanya dukungan dari Bangsa Eropa, dalam hal ini Inggris dan Amerika yang memberi ruang penjajahan di Palestina pada Israel.
Awal konflik Palestina dan Israel terjadi pasca Perang Dunia (PD) I. Di mana Inggris sebagai pemenang PD I memberikan wilayah kepada bangsa Yahudi melalui Deklarasi Balfour (1917). Dari peristiwa ini, bangsa Yahudi menganggap bahwa kawasan Palestina adalah tanah air mereka. Penjajahan pun bermula. Namun, masyarakat Islam Palestina memiliki pendirian tersendiri terkait permasalahan klaim wilayah.
Hampir setiap tahun Israel menyerang Palestina. Bahkan, serangan itu bisa terjadi dua hingga tiga kali dalam setahun. Namun, sungguh disayangkan, penguasa-penguasa Arab dan negeri-negeri Islam lainnya tidak berbuat banyak untuk menghentikan kejahatan penjajah Yahudi yang terus berulang ini.
Penguasa negeri-negeri Islam terus berulang melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Rutinitas mengecam, mengancam, mengajak rapat darurat OKI, menyerukan genjatan senjata, seruan perdamaian, yang tidak pernah membuat penjajah Yahudi jera dan takut melakukan serangan yang berulang terhadap umat Islam di Palestina.
Latar Belakang Konflik Palestina
Israel mulai menduduki Palestina setelah Kekhilafahan Turki Utsmani kalah perang pada Perang Dunia I, dan pemenang perang menjanjikan bumi Palestina untuk diduduki Israel. Pasca PD I terjadi migrasi besar-besaran, yang awalnya terdiaspora di seantero Benua Eropa, perlahan menduduki wilayah Palestina, Israel melakukan penguasaan dan itu dibiarkan, bahkan dibidani oleh Inggris. Orang-orang Yahudi menduduki Palestina kemudian mengubah komposisi demografi.
Dalam buku Timur Tengah dalam Pergolakan (1982) karya Kirdi Dipoyudo, masyarakat Islam Palestina menganggap bahwa Inggris memaksakan pendirian negara Yahudi di kawasan Palestina yang bertentangan dengan keinginan mayoritas masyarakat Palestina. Selain itu, masyarakat Palestina juga menganggap bahwa negara-negara Barat berusaha untuk menyelesaikan masalah pengungsi Yahudi di Eropa dengan merebut wilayah di negeri Arab (kompas.com).
Pada 23 – 29 November 1947 PBB mengadakan sidang terkait permasalahan Palestina. Dari sidang tersebut keluar sebuah resolusi yang berisi pembagian wilayah Palestina bagi Yahudi dan Muslim. Nahasnya, PBB menetapkan sebagaian besar wilayah kepada pendatang, yakni Yahudi, dan mendirikan negara untuk mereka.
Pada tahun 1948, terjadi perang antara masyarakat Muslim dan Yahudi di Palestina. Dalam perang ini, Yahudi-Israel mampu mengalahkan Islam-Palestina dan menggagalkan pendirian negara Palestina. Kekalahan tersebut menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat Islam-Palestina. Mereka terpecah menjadi beberapa golongan dan mayoritas wilayah Palestina dikuasai oleh Yahudi-Israel.
Sejatinya, perang ini direkayasa oleh Inggris dan sekutunya. Bahkan Amerika sendiri memiliki andil dalam perebutan wilayah jajahan di Timur Tengah. Walhasil, perang iti semakin mengukuhkan keberadaan Israel. Palestina secara de facto berada dalam genggaman Israel.
Pada tahun 1964, perjuangan Islam-Palestina kembali muncul dengan didirikannya Palestine Liberation Organization (PLO). PLO bertujuan untuk mendirikan negara Palestina yang berdaulat melalui perang maupun diplomasi. PLO aktif dalam melakukan perlawanan gerilya kepada pendudukan Israel. Selain itu, mereka juga berusaha menggalang dukungan dari negara-negara muslim Arab dan 6int6yernasional dalam forum PBB.
Perjuangan PLO dan Islam-Palestina diberitakan mendapatkan hasil pada 15 November 1988 dengan proklamasi kemerdekaan Palestina. Proklamasi tersebut mendapat pengakuan dari 20 negara dunia, termasuk Indonesia. Namun, demikian kemerdekaan yang diraih sejatinya hanyalah kepalsuan. Sebab fakta berbicara lain, ada ketidakrelaan Israel atas ideologi Islam, ketidakrelaan atas kaum muslim Palestina.
Dengan begitu, negara-negara Barat berhasil merealisir sejumlah sasaran melalui strategi pemeliharaan entitas Yahudi dan menumbuhkembangkan entitasnya tersebut. Barat berhasil menyibukkan penguasa-penguasa Arab dengan urusannya masing-masing dengan menghadirkan entitas Yahudi. Sehingga, kaum muslim terlupa bahwa musuh sejatinya adalah siapa saja di balik negara Israel tersebut yang getol memerangi kaum muslim Palestina.
Mengembalikan Kehidupan Islam: Bukti Nyata Membela Palestina
Amerika sangat paham, para penguasa negeri Islam tidak akan melakukan apapun yang mengancam eksistensi Israel. Amerika juga paham, para penguasa negeri Islam akan mengulangi retorika yang sama (itu pun kalau mereka masih mau): mengecam dan mengutuk. Tidak lebih dari itu.
Kejahatan para penguasa di Dunia Islam semakin nyata dengan penyesatan politik untuk menutupi kelemahan mereka. Mereka seolah-olah tampil sebagai pembela Palestina dengan menyatakan mendukung pendirian negara Palestina sebagai bagian solusi dua negara (two states solution). Padahal sangat gamblang diketahui bahwa solusi dua negara ini tidak akan pernah menyelesaikan persoalan. Pasalnya, itu artinya mengakui keberadaan penjajah Yahudi secara resmi. Perkara yang justru menjadi akar persoalan utama.
penyelesaian masalah Palestina wajib dikembalikan pada Islam. Persoalan Palestina bukanlah persolan rakyat Palestina atau orang-orang Arab saja, tetapi merupakan persoalan kaum Muslim. Sebabnya, umat Islam merupakan umat yang satu (ummah wahidah). Tidak boleh dipisahkan oleh ras, suku, warna kulit atau bangsa.
Umat Islam dipersatukan oleh akidah Islam. Bukankah Rasulullah saw. telah memberikan gambaran tentang ukhuwah islamiyah yang harus kita bangun? Disatukan oleh akidah Islam, umat Islam bagaikan tubuh yang satu. Kalau satu bagian sakit maka bagian tubuh yang lain juga menjadi sakit. Umat Islam bagaikan satu bangunan yang saling memperkuat satu sama lain.
Karena itu, negeri Islam mana pun yang dijajah, penduduknya diusir, dizalimi, dibunuh maka wajib hukumnya mengusir penjajah dengan memerangi mereka. Kewajiban ini berlaku bagi umat Islam dimana pun berada, selama penjajah masih bercokol di negeri Islam dan belum diusir. Allah Swt. berfirman:
“Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah: 190)
Allah Swt. mempertanyakan kaum Muslim, terutama mereka yang memiliki kekuatan seperti angkatan bersenjata, yang diam saat umat Islam yang didzalimi memanggil. Allah Swt. berfirman:
“Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa, “Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang penduduknya zalim.” (QS. an-Nisa’: 75)
Pernyataan yang menyebutkan masalah Palestina adalah bukan urusan kita, jelas adalah pernyataan batil dan mungkar yang harus ditolak oleh setiap Muslim. Pernyataan ini juga berbahaya karena akan melemahkan persatuan umat Islam sekaligus membahayakan negeri ini yang merupakan bagian dari negeri Islalm. Justru dengan persatuan umat Islam inilah, negeri-negeri Islam menjadi kuat. Bukan seperti sekarang yang dipecah-belah menjadi negara-negara bangsa yang lemah dan tak berdaya. Tidak peduli terhadap sesama muslim dengan alasan bukan kepentingan nasional yang sama.
Solusi syar’i yang komprehensif atas masalah Palestina ini tidak lain adalah mencabut penjajahan hingga akar-akarnya dari Bumi Palestina yang diberkati. Sebab, penjajahan entitas Yahudi inilah yang menjadi persoalan mendasar krisis Palestina. Untuk menghilangkan penjajahan Yahudi ini, tidak ada cara lain kecuali dengan perang jihad fi sabilillah.
Untuk itu, kewajiban utama untuk jihad ini ada pada pundak penguasa negeri-negeri Islam dan para panglima perang yang memiliki tentara yang terlatih, peralatan tempur, pesawat-pesawat tempur, dan persenjataan yang lebih dari cukup.
Jihad fi sabilillah akan semakin kuat dan berpengaruh saat negara yang menyerukannya. Maka, mengembalikan kehidupan Islam dalam kehidupan bernegara akan menjadi bukti nyata pembelaan kaum muslim atas konflik Palestina dan semakin memantapkan pengusiran Israel dengan jihad.
Satu-satunya cara untuk mengembalikan kehidupan Islam adalah dakwah Islam ideologis secara berjamaah. Walaupun, dakwah Islam ideologis ini banyak mengalami kriminalisasi, persekusi, bahkan intimidasi dari negara penganut ideologi kapitalisme. Sebagai wujud cinta sesama muslim adalah dengan menyerukan penerapan syariat Islam di bawah naungan Khilafah Islamiah ala minhajin nubuwwah. Wallahu a’lam.