Puji Yuli
Hutan merupakan kekayaan alam yang penting bagi suatu bangsa. Dimana, hutan itu bisa menjadi resapan air dan bisa menjadi pelindung dari bencana banjir maupun tanah longsor saat musim hujan tiba. Selain itu, hutan juga menghasilkan udara yang segar bagi manusia. Apalagi hutan bangsa ini pernah mendapatkan julukan sebagai paru-paru dunia.
Sungguh ironis. Kalau kita menyaksikan adanya pembalakan liar atas hutan yang ada di bangsa ini. Selain itu, adanya kebakaran hutan yang menimbulkan polusi kabut asap. Sehingga, banyak masyarakat yang tinggal berdekatan dengan kawasan hutan itu terdampak polusi kabut asap dan menimbulkan penyakit ispa yaitu infeksi saluran pernapasan. Di mana kebakaran hutan ini terus terjadi di beberapa wilayah negeri ini seperti di Sumatra dan Kalimantan.
Sebagaimana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di kawasan hutan Giam Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, Riau, hingga Sabtu (24/6/2023), masih belum padam. Petugas masih berjibaku memadamkan api. “Luas areal yang terbakar di KM 75 sekitar 9 hektar. Saat ini masih ada titik yang dilakukan pemadaman, ” sebut Bimo yang ikut langsung dalam pemadaman karhutla (Kompas, 24/06/2023).
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kembali terjadi di berbagai wilayah negeri ini akibat pembukaan lahan makin meluas dan berpotensi mengancam kesehatan warga juga kesehatan penerbangan.
Berulangnya Karhutla menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat terkait pentingnya hutan untuk mencegah bencana alam. Di sisi lain, negara begitu mudah memberikan konsesi hutan kepada perusahaan besar untuk lahan sawit. Makanya, muncul pertanyaan dalam pikiran kita mengapa kebakaran hutan dan lahan terus berulang?
Karhutla ini terus berulang dalam bangsa ini yang menjadikan kapitalisme dan liberalisme dalam aspek perekonomian. Dalam kapitalisme maupun liberalisme itu individu bebas untuk memiliki kekayaan alam termasuk hutan. Dengan kapitalisme liberalisme itu pengelolaan hutan bebas dilakukan oleh individu. Individu bisa melakukan alih fungsi hutan untuk perkebunan, pemukiman maupun pertanian tanpa pedulikan analisa dampak lingkungan. Sehingga, karhutla terus berulang kali terjadi yang memberikan dampak negatif bagi masyarakat sekitar dan menimbulkan bencana alam seperti banjir dan longsor saat musim hujan.
Islam memberikan petunjuk dan tuntunan untuk pengelolaan hutan. Dimana hutan itu masuk dalam kepemilikan umum yang harus dijaga kelestariannya. Islam secara tegas melarang adanya karhutla yang menimbulkan kerusakan alam seperti kabut asap, banjir dan longsor. Islam memberikan petunjuk bagaimana pengelolaan hutan secara efektif untuk kemaslahatan manusia dan tidak boleh melakukan karhutla. Dengan Islam ini diharapkan tidak ada lagi masalah kebakaran hutan yang menimbulkan polusi kabut asap.