Oleh Ismawati
Akhir-akhir ini tren transisi makeup challenge makin digandrungi para pegiat sosial media. Tren ini menampilkan transformasi wajah seseorang sebelum dan sesudah memakai makeup diiringi dengan latar belakang musik yang sedang viral. Beragam ekspresi lewat like atau komentar pun ditunjukkan oleh netizen karena takjub melihat hasilnya. Tak ayal, banyak influencher yang mengikuti tren ini untuk meraih like, komentar atau pengikut yang banyak.
Namun, di balik konten yang hanya berdurasi beberapa detik itu, faktanya membutuhkan waktu hingga berjam-jam. Mulai dari persiapan, rekaman konten, gonta-ganti makeup, sampai ke proses editing. Untuk satu kali makeup biasanya bisa memakan waktu 2-4 jam. Namun, beberapa kreator mengaku puas melihat hasilnya jika video tersebut ditonton ratusan hingga jutaan kali menembus FYP di sebuah platform media sosial.
Kehadiran kecanggihan teknologi yang berkembang sangat cepat, memang membawa pengaruh bagi generasi, khususnya generasi Z. Gen Z tumbuh di tengah pesatnya internet dan media sosial. Tak ayal, gen Z di Indonesia menempati posisi teratas yang paling banyak menghabiskan waktu untuk berselancar di internet. Rata-rata 7 sampai 13 jam setiap harinya.
Melalui upaya scrolling media sosial terus menerus didapatilah konten-konten viral yang membawa pengaruh bagi generasi. Terlebih, kecanggihan teknologi ini mendukung generasi mendapat pundi-pundi materi. Kalau dulu orang tua kita ketika ditanya cita-citanya mau jadi apa? mereka menjawab dokter, guru, pilot, polisi, dan lain-lain. Tapi, jika generasi sekarang lebih memilihin menjadi content creator, vlogger, youtuber, dan lain-lain, yang berhubungan dengan industri kreatif.
Menjadi terkenal dan dikenal banyak orang merupakan impian yang akan diraih. Terlebih, konten make up adalah salah satu pilihan konten yang cepat viral dan menaikkan insight akun penggunanya. Dengan terkenal, bisa menghasilkan banyak uang. Tak jarang kita dapati influencher sukses karena konten yang dibuatnya.
Namun, sebagai seorang muslim yang tujuan hidupnya adalah meraih rida Allah. Tentu segala upaya yang kita lakukan hendaklah sejalan dengan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Karakteristik seorang muslim adalah senantiasa berhati-hati dalam berbuat. Bentuk kehati-hatian ini dalam rangka menjauhkan diri dari dosa.
Pun demikian halnya tatkala ada dalam era kecanggihan teknologi sekarang ini. Setiap generasi muslim harus bijak dalam mengelolanya. Begitu juga dengan hadirnya tren transisi makeup di media sosial. Bahkan, bukan hanya perempuan, laki-laki juga mengikuti tren ini. Jangan mudah latah mengikuti sebelum mengetahui hukum-hukumnya.
Allah Swt. melarang kita untuk tabbaruj (berhias berlebihan), dalam Firman-Nya.
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu …” (QS. Al-Ahzaab, 33: 33)
Maka, Allah Swt. melarang kita untuk menampakkan kecantikan di hadapan yang bukan mahramnya. Berdandan berlebihan dengan bedak tebal, eye shadow, lipstik warna mencolok, blush on terang, dan lain-lain, termasuk dalam kategori tabbaruj. Karena setiap wanita yang berdandan pasti ingin dilirik dan dipuji oleh laki-laki.
Syekh Atha’ menjelaskan, dikutip dari muslimah news beliau menegaskan bahwa, “perempuan yang memakai celak pada matanya tidak menarik pandangan, sebab itu di dalam mata. Sementara, seandainya perempuan itu memakai celak pada bulu mata atau di atas kulit mata, lalu diberi warna tertentu, maka itu menarik pandangan.”
Sayangnya, dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini keharaman diabaikan, malah mudah sekali dilakukan. Pun dengan pesatnya kecanggihan teknologi, banyak yang dengan sengaja mengumbar aurat, berselfie dan berlomba-lomba ingin dilihat yang bukan mahramnya.
Sebagai seorang muslim, seharusnya kita lebih berhati-hati dalam memilih konten terbaik yang membawa manfaat bagi umat. Rasulullah Saw. menyebut kita sebagai hamba yang bertakwa ketika kita meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah Swt.
Sabda Beliau Saw., “Seorang hamba tidak sampai menjadi bagian dari orang bertakwa sampai dia meninggalkan apa yang tidak ada masalah dengannya karena takut terhadap apa yang ada masalah dengannya.” (HR at-Tirmidzi, dan ia berkata hadis hasan).
Ingatlah, tujuan akhir dari kehidupan ini hanya ada dua, yakni surga atau neraka. Ketika kita tiada, konten sosial media hanya menjadi kenangan. Pemberat amal baik atau amal buruk. Tidakkah kita rela setiap detik menanggung dosa karena konten yang menimbulkan syahwat? Bukankah yang paling baik di sisi Allah adalah orang yang bertakwa. Masih banyak pilihan konten lain yang dapat membawa kita ke Surga.
Berjam-jam di hadapan layar kaca hanya untuk berhias menampakkan aurat. Mau diingat sebagai apa ketika jiwa kita telah terpisah dari badan? Bukankah Allah Swt. memberikan pengingat bahwa setiap yang kita lakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawaban ?
Rasulullah Saw. bersabda, Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya ke mana dihabiskan, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya”. (HR.Tirmidzi).
Wallahu a’lam bis shawab