Oleh. Ulfah Sari Sakti,S.Pi.
(Jurnalis Muslimah Kendari)
Luputnya pengawasan produk pangan sehingga menyebabkan korban terus berulang terjadi pada sistem kapitalis-sekuler. Teranyar terjadi kejadian luar biasa keracunan pangan (KLB KP) di sejumlah wilayah di Indonesia. Keracunan tersebut berasal dari makanan impor asal China, La tiao.
Menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, KLB KP tersebut terjadi karena adanya indikasi kontaminasi bakteri bacilius cereus pada produk La tiao. Yang mana bakteri bacilius cereus menyebabkan gejala keracunan dengan tanda-tanda seperti sakit perut, pusing, mual, muntah, sebagaimana yang dilaporkan korban. Akibat KLB KP tersebut, pihaknya mengintruksikan untuk menarik dan memusnahkan La tiao (detik.com, 1/11/2024).
Di sisi lain, terjadi gagal ginja akut akibat mengonsumsi obat-obatan tertentu. Yang mana hingga Februari 2023, terdapat 326 kasus gagal ginjal akut yang tersebar di 27 provinsi se-Indonesia, 204 anak diantarannya meninggal dunia. Terjadinya kasus tersebut membuat instansi terkait saling lempar tanggung jawab. Menurut Kemenkes, pengawasan obat-obatan bukan berada di Kemenkes, tetapi di BPOM.
Sedangkan BPOM mengatakan pihaknya hanya mengawasi dan memeriksa bahan baku dalam kategori pharmaceutical grade atau khusus farmasi untuk pelarut obat sirup, tidak berhubungan dengan pengawasan impor dan pengawasan pelarut EG dan DEG. Sedangkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) menungkapkan tidak mengatur pembatasan impor senyawa propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG).
Negara Gagal Menjamin Keamanan Pangan dan Obat
Adanya KLB KP dan obat menunjukan gagalnya negara dalam menjamin keamanan pangan dan obat bagi masyarakat. Pemerintah seolah menutup mata dan tidak belajar dari kejadian yang terus berulang tersebut. Apalagi yang kebanyakan menjadi korban adalah anak-anak, yang notabenenya merupakan generasi penerus bangsa.
Pemerintah juga lambat dan tidak memberi sanksi tegas kepada perusahaan-perusahaan distributor, bahkan tidak memberi sanksi kepada oknum lembaga pemerintah yang luput dalam pengawasan bahan pangan dan obat tersebut. Pemerintah tidak berfungsi sebagai pengawas, sebaliknya hanya bergungsi sebagai fasilitator dan regulator bagi pengusaha. Bahkan menyerahkan pengelolaan pangan dan obat kepada pihak swasta asing/aseng, atau membuka keran sebesar-besarya terhadap impor pangan dan obat.
Islam Menjamin Keamanan Pangan dan Obat
Dalam Islam, nyawa manusia sangat berharga, sehingga pemerintah benar-benar melakukan pengawaasan intens kepada produk pangan dan obat-obatan. Rasululla saw. bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya sebagai mukmin tanpa hak.” (HR Nasai, Turmudzi dan dishahihkan Al Albani)
Karena itu, dalam sistem pemerintahan Islam, pemerintah lebih melakukan langkah preventif (pencegahan) dibanding kuratif (pengobatan), sehingga pemerintah akan melakukan pengawasan intens kepada produk pangan dan obat-obatan yang beredar. Pemerintah juga tidak memilih-milih untuk memberikan sanksi tegas dan berefek jera kepada setiap pelaku, termasuk pejabat pemerintahan (kekhalifahan).
Tidak kalah penting, pemerintah akan melakukan edukasi dan ditambah dengan ketaatan yang telah terwujud mulai dari level individu, keluarga hingga masyarakat, membuat minim pelanggaran di bidang pangan dan obat-obatan. Intinya pada sistem Islam akan hadir produk pangan dan obat-obatan yang halal dan tayib.
Hal ini dilakukan karena para pemimpin (khalifah) sadar betul akan fungsinya sebagai perisai (pelindung) dan akan dimintai pertanggungjawaban di dunia dan akhirat. Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnnya.” (HR Bukhari)
Semoga umat kembali dapat merasakan jaminan pangan dan obat di bawah pemerintahan sistem Islam. Wallahualam bisawab.