Menanti Pemimpin Sejati di Hari Yang Fitri

Oleh. Ummu Irul

Meski bulan Syawal hampir berakhir, namun masih segar dalam ingatan bahwa waktu itu kaum muslim sedang merayakan hari raya Idulfitri.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar …
Pekik takbir bersahutan di hari kemenangan. Berduyun-duyun kaum muslim menuju tempat salat Idulfitri.

Hari raya tahun ini terasa sangat meriah, lantaran sudah tiga kali salat Idulfitri diadakan dalam suasana yang mencekam. Kaum muslim di negeri ini khususnya dan beberapa negeri lainnya masih diliputi bencana, wabah corona dengan berbagai varian, kala itu. Kini, dengan penuh rasa syukur yang sedalam-dalamnya, kita bisa bersilaturahmi (kepada kerabat) dan bersilah ukhuwah kepada sesama muslim bisa tersambung kembali secara akrab tanpa jarak (offline).

Rasa rindu yang membuncah kepada orang-orang tercinta tumpah ruah. Saling berkunjung, saling meminta ma’af atas segala khilaf, tak lupa saling memberikan petuah sesama muslimah. Bahagia rasanya.

Namun sejujurnya, di relung hati yang paling dalam, menelusup rasa perih nan pedih. Mengapa? Pasalnya, kaum muslim sejagat ini belum kompak dalam merayakan hari raya (Idulfitri) tahun ini. Ada yang menyudahi siyam, di hari ke-29 (sebab telah terlihat hilal). Sementara saudara muslim lainnya, menggenapkan 30 hari. Sedih.

Kepiluan semakin bertambah tatkala mengetahui bahwa saudara-saudara di Palestina mengalami luka-luka akibat penyerangan musuh Allah (Israel Yahudi) pada bulan Ramadan kemarin. Hingga kini, tentu saudara kita di Palestina harus terus waspada terkait dengan serangan-serangan mendadak kaum laknatullah tersebut.

Anganku pun melayang, andai suatu hari nanti kaum muslim memiliki seorang pemimpin untuk seluruh dunia (khalifah). Kaum muslim punya negara adidaya yang menjalankan sistem Islam (Kh1l4f4h). Maka, kaum muslim pastilah kompak dalam berhari raya dan tidak tercabik-cabik seperti hari ini.

Seorang khalifah akan menetapkan satu kebijakan terkait penentuan 1 Idulfitri, dengan mengambil dalil terkuat, maka kaum muslim akan serempak merayakannya seluruh dunia. Masyaaallah. Tentu sangat membahagiakan. Semua akan merindukan saat seperti itu.

Dengan memiliki pemimpin sejagat, yang bergelar khalifah, maka kaum muslim seperti memiliki orang tua. Ada yang menasihati jika terjadi perbedaan pendapat, hingga akhirnya bisa bersatu kembali, rukun kembali. Tak ada dendam ataupun permusuhan antar anak-anaknya meski beda dalam hal yang furu’/cabang. Orang tua pasti akan memahamkan anak-anaknya bahwa, “sesama muslim itu saudara.” Sebagaimana firman Allah:

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu, damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujirot: 10)

Juga di dalam sabda Rasulullah saw. berikut ini:

الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بالحُمَّى والسَّهَر”

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam persahabatan kasih sayang dan persaudaraannya sama dengan satu tubuh; apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar ke seluruh tubuh menimbulkan demam dan tidak dapat tidur (istirahat).”

Namun, dari firman Allah dan hadis di atas, belum bisa terwujud sempurna tanpa adanya sebuah institusi yang menaunginya (Kh1l4f4h). Serta belum ada khalifah, maka hal itu tidak mungkin diwujudkan.

Sebagaimana yang kini terjadi, kaum muslim di Palestina tidak henti-hentinya terus mengalami penindasan dari zionis Israel, nyawa terus melayang, yang terluka tak berbilang, rumah dan bangunan diluluhlantakkan, kehormatan pun tak bisa terjaga. Para orang tua banyak yang terpisah dari anak-anaknya.

Siapa yang bisa menghentikan itu semua? Harus dengan cara apakah zionis Israel itu bisa berhenti membombardir saudara kita? Bukankah sudah sangat sering dikirim para diplomat untuk mencari kata sepakat, agar menghentikan serangan? Mengapa hal itu belum mampu menghentikan tindakan brutal Israel?

Sepertinya Israel tidak mempan jika hanya sekedar diajak musyawarah, dibuat perjanjian dan dikecam. Tapi harus diperangi dengan senjata yang dikerahkah oleh negara atas komando dari khalifah.

Sang khalifahlah yang bisa mengakhiri semuanya, dengan izin Allah tentunya. Sebab, khalifah tak akan membiarkan umatnya tertindas. Dia akan menyatukan dan mengomando seluruh tentara dan kaum muslim untuk berjihad melumpuhkan Israel maupun negara-negara yang menyerang atau menzalimi kaum muslim dengan kekuatan senjata. Hanya dengan diperangi sajalah, kaum Yahudi laknatullah itu akan jera.

Sebagaimana yang dulu dilakukan oleh para khalifah, ketika mengetahui bahwa rakyatnya ( seorang muslimah) terzalimi. Kisah ini terjadi pada masa Khalifah Al-Mu’tashim Billah, khalifah kedelapan dinasti Abbassiyah.

Kala itu, ada seorang wanita dari sebuah kota pesisir/Kota Amuririyah yang ditawan di sana. Ia berseru, “Wahai Muhammad, wahai Mu’tashim!” Setelah informasi itu terdengar oleh khalifah, ia pun segera menunggang kudanya dan mengerahkan bala tentara untuk menyelamatkan wanita tersebut serta menaklukkan kota Amurriyah, tempat wanita itu ditawan. Pada penyerangan tersebut sekitar 3.000 tentara Romawi tewas dan sekitar 30.000 menjadi tawanan.

Masyaallah, begitu respeknya seorang khalifah pada rakyatnya. Padahal baru seorang wanita, seorang rakyatnya.Bagaimana jika penghinaan itu terjadi pada ribuan rakyatnya? Pastilah khalifah segera mengirimkan seluruh bala tentaranya untuk menghilangkan bahaya di hadapan rakyatnya tersebut. Sebab, seorang khalifah sangat memahami wejangan dari Nabinya berikut ini.
Rasulullah bersabda,

إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ»

“Sesungguhnya imam/khalifah adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim)

Demikianlah watak para Khalifah/pemimpin dalam Islam. Beliau sangat memperhatikan rakyatnya, melindungi rakyatnya dari segi apa pun. Keamanan jiwanya, harta, kesejahteraan (ekonominya), agaman
, keturunannya dan lain sebagainya. Kesemuanya menjadi fokus sang khali
fah terhadap rakyatnya.
Betapa bahagia dan tenteramnya rakyat dalam naungan sebuah institusi Daulah Kh1l4f4h dengan pemimpinnya seorang khalifah. Semoga penantian ini segera menjadi kenyataan.

Sebagaimana bisyaroh dari Rosullullah saw ini,

“Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya.
Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Kh1l4f4h ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, Beliau diam,” (HR. Imam Ahmad)

Wallahu a’lam bish shawwab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi