Menakar Relevansi Game Corner di Kampus

Oleh. Afiyah Rasyad

Dunia kampus adalah dunia improvisasi dan aktualisasi diri bagi mahasiswa. Potret pemuda sebagai agent of change banyak tergambar dari dunia kampus. Di kampus, ada para intelektual muda dengan julukan mahasiswa. Mahasiswa adalah intelektual muda yang berperan penting bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Status mahasiswa merupakan status pada level intelektual yang tinggi, usia muda dengan idealisme kuat dan potensi super duper besar.

Mahasiswa menjadi tumpuan harapan masyarakat dalam perannya sebagai agent of change (agen perubahan), iron stock (generasi penerus yang tangguh), moral force (kekuatan moral), dan social control (kontrol sosial). Faktanya, mahasiswa tengah menghadapi tantangan berat dalam mengoptimalkan perannya. Mahasiswa tersibukkan dengan berbagai program dan kegiatan yang tidak bisa dimungkiri justru kontraproduktif dengan keoptimalan perannya.

Potensi, peran, dan sikap mahasiswa tak lepas dari kebijakan kampus atau pendidikan tinggi tempat mahasiswa menimba ilmu sehingga perlu menelusuri arah pendidikan tinggi saat ini. Menelisik kebijakan kampus dewasa ini, meniscayakan satu tujuan, yakni mencetak lulusan yang siap terserap pasar kerja atau dunia industri. Banyak program industrialisasi yang digagas kampus.

Dalam dunia industri, game menjadi lahan basah menghasilkan cuan. Kampus mulai meliriknya untuk dijadikan sebuah jurusan. Lebih dari itu, game dijadikan solusi untuk mengisi waktu senggang mahasiswa di kampus. Sehingga, program Game Corner mulai dicanangkan. Sebagaimana upaya yang dilakukan Universitas Brawijaya Malang.

Hadirkan ruang santai sekaligus mendorong terciptanya pengembang-pengembang game di kalangan mahasiswa, Fakultas Ilmu Komputer (Filkom) Universitas Brawijaya (UB) mendirikan Game Corner bagi para mahasiswa. Ruangan yang diresmikan pada Rabu (6/9/2023) ini merupakan ruang khusus yang diperuntukkan bagi mahasiswa UB menghabiskan waktu luang mereka di sela-sela menunggu kelas. Saat ini, Game Corner Filkom UB dilengkapi dengan dua unit Playstation 5 atau PS5, lalu dua unit Xbox, dan satu unit PC gaming Asus ROG dengan spesifikasi tinggi (kompas.com, 8/9/2023).

Animo Game Corner di Kampus

Keberadaan Game Corner di kampus tentu memiliki sejumlah mekanisme agar mahasiswa tetap sadar pada bahwa kegiatan akademik harus menjadi prioritas. Namun demikian, keberadaan Game Corner ini tentu menjadi surga dunia bagi gamer yang berstatus mahasiswa. Game Corner ini disebut sebagai wadah bagi mahasiswa yang kosong dan menunggu mata kuliah selanjutnya.

Hal itu sesuai pandangan Dekan Filkom UB, Prof Ir Wayan Firdaus Mahmudy yang berharap fasilitas kampus baru tersebut bisa dijadikan wadah bagi mahasiswa yang sering kali bingung mencari kegiatan di luar jam perkuliahan. “Kami memahami bahwa mahasiswa saat ini membutuhkan ruang rekreasi yang bisa memfasilitasi hobi mereka, sekaligus menjadi tempat mereka bersosialisasi dengan teman-teman sefakultas,” ujarnya dikutip dari laman UB, Jumat (8/9/2023).

Animo Game Corner di kampus tentu tak lepas dari industri gim yang begitu meledak di dunia industri. Apalagi gamers-nya menyentuh segala usia. Diberitakan katadata.co.id (12/2/2022), Indonesia adalah salah satu pasar industri gim terbesar di dunia. Terutama gim mobile atau permainan video yang dimainkan melalui telepon seluler, komputer tablet, ataupun konsol. Berdasarkan laporan We Are Social, Indonesia menjadi negara dengan jumlah pemain video game terbanyak ketiga di dunia. Laporan tersebut mencatat ada 94,5% pengguna internet berusia 16-64 tahun di Indonesia yang memainkan video game per Januari 2022.

Industri gim berkembang dengan pesat. Potensi pasar game di Indonesia mencapai USD 1,800 dengan 58%-nya adalah mobile gamers (sumber: Allcorrect). Menyikapi kenaikan penggunaan internet pada smartphone, pemerintah turut andil dalam mengembangkan lebih lanjut teknologi berbasis digital, terutama dalam rangka menaikkan pertumbuhan ekonomi di industri game. Pemerintah mendorong pertumbuhan game dengan pengembangan talenta digital, khususnya pada coding dan programming, contohnya dengan diadakannya perhelatan besar Indonesia Game Developer Exchange (IGDX).

IGDX dikenalkan oleh Kominfo di dunia kampis. Pertama kali diperkenalkan pada 16 Desember 2019 di Binus University, Bandung, IGDX memuat 2 acara besar, yaitu Super Conference yang berisikan seminar dan Super Class yang berformat semi-workshop. Selama satu hari penuh, 300 developer game berpartisipasi di kedua acara tersebut. Jelas, animo Game Corner kampus merupakan sebuah budaya yang ditumbuhkembangkan dan direstui oleh para pemangku kebijakan.

Mata kuliah pengembangan gim sudah mulai bermunculan di beberapa kampus negeri. Output pendidikan hari ini jelas sangat mengikuti permintaan pasar, wabilkhusus industri gim yang neverlasting happiness bagi gamers yang mencakup semua usia. Mahasiswa disiapkan agar menjadi SDM yang dibutuhkan industri yang sedang maju saat ini. Mahasiswa akhirnya mengikuti arus kemajuan ala kapitalisme sehingga dengan sukarela mengerahkan kemampuan hanya untuk dimanfaatkan demi meraih keuntungan para pemain dunia industri.

Dampak Negatif Game Corner di Kampus

Keberadaan Game Corner di kampus yang menjawab tantangan pasar industri gim dan tujuannya memang menjadikan mahasiswa sebagai pembuat game, sungguh akan memberikan sejumlah dampak negative. Meski mahasiswa akan mampu menciptakan game local ataupun internasional secara mandiri, tetap saja ide dan tenaga mereka hanya sebatas pegikut industri kapitalisme. Meski mereka akan menghasilkan cuan yang banyak, tetap saja tidak akan sebanding dengan kekayaan bos-bos developer game di atasnya. Berikut beberapa dampak negatif keberadaan Game Corner di kampus:

1. Memberangus potensi mahasiswa sebagai “Agent of Change”
Keberadaan Game Corner di kampus menunjukkan betapa mahasiswa kini lebih menyukai hal yang melenakan. Bisa jadi Game Corner ini lebih ramai dibanding perpustakaan kampus. Minat baca mahasiswa kan semakin tergerus seiring dengan pembangunan pusat game di lingkungan pendidikan tinggi. Mahasiswa akan fokus pada pengembangan game atau bahkan bermain game saat memiliki waktu kosong. Mereka tak akan sempat berpikir kondisi sekitarnya yang karut-marut. Apalagi berpikir perubahan pada kondisi yang lebih baik, tentu mereka tak akan terpikirkan lagi saat asyik bermain atau membuat game. Dengan demikian, game corner di kampus akan mengalihkan, menumpulkan, bahkan memberangus potensi pemuda sebagai “agent of change.”

2. Menjadikan mahasiswa focus on profit oriented
Keberadaan Game Corner yang memang melekat padanya industri gim, tentu mahasiswa akan merasa difasilitasi dan dimanjakan. Mereka akan sukarela dan berlomba-lomba menaklukkan aneka game ataupun menciptakan game baru. Kesibukan mereka hanya akan mengejar keuntungan materi atau profit oriented.

3. Mengalihkan kesadaran mahasiswa akan hakikat hidupnya
Saat mahasiswa sudah asyik dengan dunia Game Corner di kampus, mereka akan sulit untuk memahami hakikat hidupnya di dunia. Bisa jadi mereka sudah melupakan tugas-tugas utamanya sebagai seorang hamba atau bahkan mereka memang tidak mengetahui sama sekali dari mana, untuk apa, dan akan ke mana mereka setelah kehidupan dunia ini. Bisa jadi mereka tidak sadar bahwa kehidupan setelah game over akan ada pertanggungjawaban di keabadian.

Saat mahasiswa sudah tersibukkan kepada dunia industri gim, tentu potensi mereka sebagai kaum intelektual dan agent of change akan terbajak. Mereka akan lebih rela menghabiskan waktunya dalam ranah yang melenakan yang tak perlu melibatkan pemikiran serius dan cemerlang. Mereka lebih memilih dunia industri gim ketimbang memikirkan kondisi rakyat yang sangat sengsara.

Menakar Relevansi Game Corner di Kampus

Sistem pendidikan di negeri ini adalah sistem pendidikan sekuler, memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini berhasil menjauhkan generasi muslim dari nilai-nilai Islam. Dalam sistem sekuler, agama hanya alat untuk mengatur urusan akhirat (ibadah), sedangkan untuk urusan dunia (muamalah), manusia dilarang bawa-bawa agama. Belum lagi kurikulum pendidikan sekuler yang berantakan dan tidak berdasarkan pada akidah Islam, membuat pemuda tidak memiliki iman kuat. Padahal, iman adalah benteng perlindungan yang kukuh bagi seseorang agar tidak mudah hanyut dalam arus globalisasi zaman.

Saat industri gim dengan segala hiruk pikukunya menenggelamkan aktivitas mahasiswa, potensi sejati mereka bukan hanya tumpul, tetapi bisa lenyap tak berbekas. Sejatinya, relevansi Game Corner di kampus tak begitu berjalan searah dengan atmosfer kampus yang hakiki. Dalam kapitalisme, tentu Game Corner sangan relevan dengan perkembangan zaman. Namun, dampak negative yang dituai akan membawa kemunduran bagi kaum intelektual muslim, dalam hal ini mahasiswa muslim.

Mahasiswa merupakan kaum intelektual sebagai agen perubahan di tengah masyarakat. Perubahan yang diharapkan tentunya perubahan hakiki, yakni perubahan menuju sistem yang Ilahi, Allah Swt., yaitu sistem Islam. Allah adalah satu-satunya Zat Yang Maha Adil hukum-Nya dan Maha Sempurna aturan-Nya. Relevansi Game Corner di dunia kampus seharusnya ditakar dan ditimbang dengan keridaan Allah semata.

Hal yang melenakan dalam Islam haruslah dihindari. Sebab, kemubahan yang melenakan berpeluang besar pada arus kemaksiatan. Dengan demikian, seharusnya mahasiswa, terlebih pegiat pendidikan tinggi dan Negara memperhatikan kebaikan dalam pandangan Islam dan memperhatikan arah perubahan yang harus diembuskan. Allah Ta’ala berfirman dalam QS Ar-Ra’d ayat 11, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum kecuali setelah mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
Dengan demikian, relevansi Game Corner di kampus belumlah bisa dikatakan mendukung dan mengarahkan mahasiswa pada potensinya. Justru, game corner ini hanya menjadi wadah mereka bersenang-senang dan menghasilkan cuan semata.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi