Oleh HM Ali Moeslim (Penulis Buku Catatan Ringan Perjalanan Dakwah Sampai ke Negeri China)
John F. Kennedy mengucapkan kata-kata “Jangan tanyakan apa yang bisa dilakukan negara untukmu, tanyakan apa yang bisa kamu lakukan untuk negaramu” dalam pidato pelantikannya.
Kata-kata ini merupakan bagian dari pidato yang dianggap banyak orang sebagai bagian yang paling berkesan dan abadi. Potongan kalimat pidato pada Pelantikan John F. Kennedy sebagai presiden Amerika Serikat ke-35 diadakan pada hari Jumat, 20 Januari 1961, di Portico Timur Gedung Capitol Amerika Serikat di Washington, DC.
Dalam perkembangannya di pelbagai negara, kalimat magic itu telah menjadi sebuah “mantra mujarab” untuk memaksa rakyat di manapun sebagai warga negara untuk berpartisipasi dalam PEMILU, karena itu merupakan salah satu bentuk bakti atau setidaknya partisipasi membangun negara.
Celakanya saat ini dijadikan jargon dari penguasa untuk menunjuk batang hidung rakyat untuk membayar pajak ke negara serta “menentang” adanya kritik dari rakyat akan perjalanan pemerintahan atau kebijakkan yang dikeluarkannya.
Dalam pandangan Islam, muhasabah atau kritik kepada penguasa merupakan tindakan mulia, bahkan menyampaikan kebenaran (haq) di depan penguasa yang fajir atau dhalim dihitung jihad yang tertinggi karena beratnya melakukan hal tersebut dengan resiko yang akan diterimanya.
Tentu tidak salah jika penguasa abai akan tugas dan tanggung-jawabnya, rakyat yang peduli mempertanyakan; Mana pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat? Mengapa SDA yang merupakan milik umum diserahkan ke swasta asing atau dalam negeri? Mana penegakan hukum atau kriminalitas yang merajalela, seperti korupsi dan gratifikasi? dan lain lain.
Sesungguhnya bagaimana Islam, tepatnya syariah Islam memandang Negera dengan berbagai tugas dan kewenangannya. Karena kalau melihat sejarah kalimat ini dipengaruhi oleh kondisi dan situasi masyarakat saat itu, mereka menjadikan negara bangsa (nation state) di atas segala galanya, artinya saat itu manusia sedang terkena virus Chouvinisme yakni ajaran atau paham mengenai cinta tanah air dan bangsa (patriotisme) yang berlebihan dan keliru.
Islam adalah agama sempurna sekaligus sistem hidup yang meliputi segala perkara yang dihadapi oleh umat manusia.
…وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ تِبْيَٰنًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
…Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS an Nahl ayat 89)
Berbicara tentang struktur, hubungan antara penguasa dan rakyat serta pengaturan dan kebijakkan yang dijalankan penguasa itu berarti politik. Politik termasuk hal yang diatur oleh Islam.
Politik (as-siyasâh) berakar dari kata sâsa–yasûsu–siyâsat[an]Artinya: mengatur, memimpin, memelihara dan mengurus suatu urusan. Dalam Islam politik bukan menitikberatkan pada perebutan kekuasaan, namun pada pengaturan urusan masyarakat dengan hukum-hukum Islam, baik di dalam maupun di luar negeri.
Politik dilaksanakan oleh negara dan rakyat. Negara secara langsung melakukan pengaturan ini dengan hukum-hukum Islam. Rakyat mengawasi, mengoreksi dan meluruskan negara jika menyimpang dari Islam.
Begitu indah penggambaran tentang penguasa, negara dengan rakyat diungkapkan oleh Ibnu Qutaibah (w. 276H): “Perumpamaan antara Islam, kekuasaan dan rakyat adalah laksana tenda besar, tiang dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam. Tiangnya adalah kekuasaan. Tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Satu bagian tidak akan baik tanpa bagian yang lainnya.”
Keberadaan tiang (kekuasaan/negara), tali dan pasak (rakyat) adalah sebagai penopang untuk menegakkan tenda (Islam). Jika tenda (Islam) tegak, maka dia akan menaungi siapa saja yang berada di bawahnya, tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lainnya.
Sesungguhnya seorang muslim mempunyai dimensi dalam bela negara, bahwa sikap dan tingkah lakunya bukan hanya berdampak kebaikan di dunia, melainkan juga berbuah pahala kelak di akhirat.
Seorang muslim tentu sangat memahami bahwa yang dia bela adalah agama Allah SWT, yakni Islam, bukan nasionalisme, apalagi ideologi kufur seperti Komunisme dan Kapitalisme yang dijalankan di sebuah negara.
Seorang muslim senantiasa memperjuangkan tegaknya hukum Allah SWT. Dia akan berjuang dengan sungguh-sungguh agar syariah Islam dapat diterapkan secara kâffah (menyeluruh).
Seorang muslim tentu sangat menyadari bahwa motif dia bela negara hanyalah karena mengharap ridha Allah SWT semata, bukan berharap pujian, tepuk tangan atau-pun penghargaan dari manusia.
Dalam Islam segala aktivitas yang dilakukan oleh warga negara untuk melakukan pembelaan terhadap negara dari berbagai ancaman dan rongrongan hukumnya wajib. Tentu negara yang punya kaitan dengan agama, yakni negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, bukan negara kapitalis sekuler atau sosialis komunis, karena dia akan diminta pertanggung-jawaban di yaumil hisab.
Lalu bagaimana wujud sejati pembelaan negara di dalam Islam? Jika negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah belum terwujud bentuk pembelaannya adalah dengan berjuang agar terwujud, karena hal tersebut merupakan “Tajjul furud” atau mahkota kewajiban. Rasulullah SAW dan para Sahabat pun berjuang siang-malam mendakwahkan Islam kepada berbagai elemen masyarakat. Islam pada akhirnya dapat diterima dan diterapkan secara menyeluruh di Madinah, kemudian menyebar ke seluruh Jazirah Arab.
Bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini tentu meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. diutus dengan membawa risalah Allah SWT. Risalah itu berupa syariah dan hukum-hukum-Nya yang menjadi sumber rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin), yakni sumber kebaikan dan kemaslahatan bukan hanya bagi umat Islam, melainkan untuk seluruh umat manusia.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya ( QS al A’raf ayat 96)
Bandung, 9 Oktober 2024/6 Rabiul Akhir 1446