Mempermasalahkan Pengajian, Buah Sekularisme

Oleh. Nining Ratnawati, S.Pd.

Aktivitas yang dilakukan oleh ibu-ibu pengajian baru-baru ini mendapatkan sindiran negatif. Kala itu, sindiran tersebut datang dari Megawati Soekarnoputri yang sedang mengisi acara Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana di Jakarta Selatan pada Kamis (16/02/2023).

“Saya melihat ibu-ibu tuh, ya, maaf ya, sekarang kan budayanya beribu maaf, jangan lagi saya di-bully. Kenapa toh seneng banget ngikut pengajian, ya? Iya, loh maaf beribu maaf,” tuturnya. “Ini pengajian iki sampai kapan toh, yo? Anake arep dikapake (anaknya mau diapakan),” sambungnya.

Dari pernyataannya tersebut, ia menduga bahwa ibu-ibu yang suka ikut pengajian melalaikan tugasnya sebagai ibu dalam pemenuhan gizi anak dan mengakibatkan terjadinya stunting pada anak.

Kemudian, ia memerintahkan menteri untuk membuat manajemen rumah tangga. “Maksud saya nanti, Bu Risma saya suruh, hah, Bu Bintang saya suruh tolong bikin manajemen, manajemen rumah tangga,” ucapnya dalam acara tersebut (republika.co.id, 19/02/2023).

Dari penyataan ibu Megawati yang sempat menghebohkan publik itu, banyak yang menyayangkan. Salah satunya adalah Kiai Cholil. “Soal tidak senang ngaji, tak apalah, tapi tak usah usil dengan ibu-ibu yang rajin ngaji sampai kapan pun,” tuturnya (republika.co.id, 10/02/2023).

Pernyataan Ibu Megawati ini merupakan tuduhan tak berdasar karena menganggap hadir di pengajian dianggap melalaikan kebutuhan gizi anak. Melarang ibu-ibu untuk tidak pengajian merupakan efek dari sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Dengan sekulerisme ini berarti menganggap bahwa belajar Islam dianggap tidak penting karena menghambat urusan pemenuhan gizi anak, sampai menghambat peran seorang ibu dalam rumah tangga.

Padahal, menuntut ilmu dalah kewajiban bagi setiap muslim, terlebih lagi menuntut ilmu agama. Dengan menuntut ilmu, kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk sesuai dengan syariat Islam. Termasuk para ibu yang merupakan madrasah ula bagi anak, dan juga pendamping bagi suaminya. Keutamaan menuntut ilmu lainnya, yaitu Allah menggangkat derajat kita, sebagaimana firman Allah Swt:

“… Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Kewajiban untuk menuntut ilmu juga diperkuat dengan hadits Rasulullah saw., “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Dengan menuntut ilmu Islam, kita bisa selamat di dunia dan akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

“Barang siapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu. Barang siapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat), hendaklah ia menguasai ilmu.” (HR. Ahmad)

Larangan mengaji adalah buah dari sekularisme. Ciri dari negara sekularisme adalah memisahkan agama dari kehidupan. Artinya, urusan atau aktivitas yang bersifat duniawi dipisahkan dari amalan akhirat. Adanya pernyataan dari Ibu Megawati merupakan potret sekuler yang sebenarnya. Mendidik anak dalam kacamata kapitalisme sangat berbeda dengan kacamata Islam.

Dalam kacamata kapitalisme, mendidik anak adalah memberi perhatian penuh dengan menanamkan nilai-nilai capaian duniawi semata. Sedangkan dalam Islam, pendidikan anak dimulai dengan memberikan pemahaman akidah Islam serta nilai-nilai Islam. Ini dibutuhkan ilmu yang mendalam bagi para ibu untuk melakukan tugas mulia tersebut.

Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Sebagai madrasatul ula, ibu harus senantiasa memiliki aktivitas tholabul ‘ilmi secara terus menerus sepanjang hayat. Adanya budaya menuntut ilmu pada ibu-ibu yang semakin hari meningkat adalah bukti gemilangnya peradaban Indonesia kelak.

Islam Membina Individu

Dalam sistem Islam, mengkaji Islam secara kaffah merupakan bagian dari program pembinaan kepribadian setiap individu. Kepribadian dengan membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan syariat Islam. Pembentukan kepribadian Islam ini, terintegrasi dalam kurikulum dan kebijakan negara lainnya. Sehingga dapat menghasilkan individu-indivu yang bertakwa dan berakhlak, serta tinggi taraf berpikirnya, dan juga untuk menjadi bekal bagi para ibu ataupun calon ibu dalam mendidik anaknya menjadi seorang muslim yang berkepribadian Islam sebagai calon pemimpin masa depan.

Wallahu a’lam bishshawab

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi