Masjid Kampus, Riwayatmu Kini …


Penulis. K.H.M Ali Moeslim

Bismillahirrahmanirrahim

Masjid-masjid kampus pernah menjadi benteng yang cukup kokoh di tengah kuatnya arus sekularisme-kapitalisme yang merambah dunia pendidikan. Dunia pendidikan kini mengalami kemerosotan, tujuan utama dari proses pendidikan, yakni membentuk karakter atau kepribadian tidaklah terwujud.

Hal ini disebabkan karena kurikulum pendidikan tidak lagi dibangun dengan akidah Islam, melainkan ditegakkan atas dasar ideologi sekularisme-kapitalisme. Sistem pendidikan sekuler-kapitalis melahirkan generasi yang menjadikan materi sebagai tolok ukur dalam kehidupannya.

Faktor mahalnya biaya pendidikan dalam sistem ini memandang bahwa hasil pendidikan haruslah “mengembalikan” rupiah demi rupiah yang dikeluarkan orang tua siswa. Alhasil, generasi yang dicetak oleh sistem pendidikan ini hanya akan melahirkan manusia yang materealistik dan individualistik. Maka, tidak sedikit kaum terpelajar yang terlibat dalam kasus korupsi, tindak kriminal, pergaulan bebas, dan sebagainya. Inilah dampak dari sistem pendidikan sekuler-kapitalisme.

Kegagalan membentuk manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya, merupakan faktor utama kelemahan paradigma dari sistem pendidikan saat ini.

Dulu, masjid-masjid kampus adalah tempat berseminya kajian-kajian keislaman dan dakwah. Siapa yang tidak kenal dengan aktivitas keagamaan masjid Salman ITB, masjid Al-Furqon IKIP Bandung, masjid Salahuddin UGM Yogyakarta, masjid UI Depok, dan masjid-masjid kampus lainnya?

Saat itu bukan keindahan, apalagi kemegahan bangunannya, namun di sudut-sudut masjid itulah, siang maupun malam ramai kelompok kajian mahasiswa di setiap sudut dan ragam fikrah yang mewarnai dakwah saat itu.

Kini tinggal kenangan, geliat kajian keislaman, kini sudah tidak lagi terlihat. Kajian berbagai pemikiran sudah meredup, sepi dari ghirah dakwah mahasiswa.

Kira-kira apa yang menjadi penyebabnya? Di tengah tekanan ekonomi yang menerpa sebagian besar masyarakat di negeri ini tentu mendorong putra-putra mereka untuk segera menyelesaikan proses kuliah mereka di perguruan tinggi, agar “berhenti” membayar biaya semesteran dan living cost selama kuliah. Sehingga terbentuk pemikiran agar senantiasa fokus pada penuntasan mata kuliah dan penyelesain tugas tugas perkuliahan ….

Ditambah lagi tuntutan dari negara yang mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk menjadi World Class University (WCU), sejak tahun 2006 pemerintah Indonesia terus mendorong berbagai perguruan tinggi di dalam negeri untuk meraih status World Class University (WCU). Reputasi itu menuntut seluruh civitas akademika di kampus kampus PT berfokus pada penelitian demi penelitian. Bahkan mengharuskan pendidikan tinggi dan lembaga riset dikelola dengan prinsip-prinsip bisnis.

Gencarnya program de-radikalisasi di kampus kampus perguruan tinggi oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) bahkan melakukan framing bahwa masuknya faham radikal di kampus kampus perguruan tinggi itu melalui mesjid mesjid kampus.

Hasil riset Setara Institute pada tahun 2017 menyebutkan bahwa masjid, baik di perumahan dan perguruan tinggi di Depok menjadi sarang radikalisme. Tentu tidak keliru jika ada masyarakat yang menyebut alasan sepinya kajian di masjid kampus karena mahasiswa takut dituduh terafiliasi kelompok tertentu. Lembaga Dakwah Kampus (LDK) disebut sering dicurigai sebagai kelompok radikal.

Pada hakikatnya, masjid kampus bagian dari fasilitas dalam pendidikan Islam. Sebagaimana kita paham bahwa pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan tersistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam dan juga IPTEK maupun ketrampilan.

Dalam pendidikan Islam, akidah Islam dijadikan dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum, dan standar nilai ilmu pengetahuan, serta proses belajar mengajar. Sangat disayangkan jika perguruan tinggi hanya menjadi kebanggaan semata kaum intelektual, namun menjadi tempat yang membuat orang-orang di dalamnya masa bodoh terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya.

Sangat urgen bagi intelektual berperan strategis-politis agar tak mudah terlibas perubahan zaman di era sekuler ini. Lebih dari itu, intelektual harus meraih kemuliaannya sebagai kaum berilmu sebagaimana pujian yang diberikan oleh Allah Swt.

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah ayat 11)

Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan dan kemajuan umat manusia. Ia adalah investasi paling berharga bagi sebuah bangsa. Oleh karena itu, Islam mencurahkan perhatian lebih dalam ranah ini. Di masa Khilafah Islam, negara memberikan jaminan pendidikan secara cuma-cuma (gratis) dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dengan fasilitas sarana dan prasarana sebaik mungkin termasuk mesjid kampus. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan tugas yang harus dipikul negara serta diambil dari kas baitul mal.

Wallahu a’lam bishawab

Bandung, 18 Maret 2023 M/ 26 Sya’ban 1444 H

Dibaca

 39 total views,  2 views today

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi