Marak Kekerasan, di Mana Jaminan Negara atas Keamanan?

Oleh. Nia Damayanti, S.Pd.

Kekerasan marak di mana-mana, semua bisa jadi pelaku, remaja, dewasa, bahkan ibu terhadap bayinya, juga seorang pendeta. Seolah tidak ada keamanan lagi di negeri ini. Usia muda, usia tua, semua menjadi pelaku kekerasan. Kekerasan terhadap anak masih terjadi, meningkat dengan pesat, begitu pun KDRT. KDRT menempati proporsi terbesar hingga 75 % padahal UU P-KDRT telah disahkan sejak 2004. Sebagaimana UU Perlindungan Anak yang tidak bisa melindungi anak. UU P-KDRT yang tidak bisa melindungi anggota keluarganya sendiri.

Seorang bayi berusia empat bulan di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan meninggal setelah dianiaya dengan dibanting ke lantai oleh seorang pria, Sabtu (22/10/2022) pukul 04.00 WITA. Akibat bantingan tersebut, sang bayi mengalami luka parah di bagian kepala. Kapolsek Bantimurung Iptu Farid Hasan yang dikonfirmasi membenarkan adanya kejadian tersebut. “Iya benar, TKP-nya di Desa Mattoanging,” singkatnya (TribunNews.com, 23/10/2022).

Melihat fakta tersebut, sungguh sangat miris. Seorang bayi yang harusnya dilindungi, dirawat, akan tetapi malah dibanting sampai meninggal. Tidak hanya itu, banyak kasus kekerasan lain yang terjadi, seperti di Medan, suami yang membacok istri di pinggir jalan sampai meninggal, sampai kasus 6 remaja yang diduga melakukan tawuran berbekal senjata tajam di Pesanggarahan, Jakarta Selatan. Sesungguhnya, akar dari seluruh persoalan ini adalah kehidupan liberal yang berasas sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan yang dianut oleh negara-negara Barat.

Faktanya, kasus tersebut bukan kasus baru, sebelumnya sudah sering terjadi kasus-kasus kejahatan di negeri ini. Menjadi pertanyaan betapa mahal harga keamanan di negeri ini. Nyawa seperti tidak ada nilainya. Kehidupan sekuler membuat seseorang jauh dari ketakwaan. Bahkan sampai menjauhkan agama dari kehidupan. Bukti gagalnya sistem sekuler kapitalis dalam melindungi nyawa rakyatnya. Hal ini merupakan bukti negara gagal memenuhi kebutuhan jaminan keamanan bagi rakyatnya.

Sistem sekuler menjadikan asas manfaat dalam menentukan suatu perbuatan baik atau buruk, terpuji atau tercela, benar atau salah. Sekulerisme dibangun diatas dasar “jalan tengah” (kompromi), tidak ada pemisah tegas antara perbuatan baik atau buruk, terpuji atau tercela, benar atau salah. Sehingga, akan mengaburkan antara haq dan bathil.

Sedangkan, dalam Islam, nilai suatu perbuatan ditentukan oleh standar hukum syara. Keimanan kepada Allah dan Hari Akhir sebagai landasan kehidupan juga akan menjadi benteng pertama pencegahan tindak kekerasan. Keyakinan akan adanya pertanggungjawaban di akhirat membuat setiap individu taat pada aturan Allah dan menjauhkan diri dari segala bentuk kemaksiatan.

Saat ini, umat membutuhkan penerapan syariat Islam secara kaffah oleh negara agar kekerasan dapat diberantas dengan tuntas. Negara seharusnya berperan sebagai Raa’in (pemimpin/penjaga) dan junnah bagi semua warganya, termasuk dalam membina pribadi rakyat menjadi pribadi yang baik , beriman dan bertakwa.

Negara menjadi penjaga yang kuat melalui penerapan aturan Islam dalan sistem sosial dan sanksi yang tegas dan menjerakan. Namun, semua akan terlaksana dengan baik jika ada institusi yang melaksanakan Islam secara kafah yaitu Daulah Khilafah Islamiyah yang bisa mewujudkan jaminan keamanan kepada rakyatnya.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi