MANTAN PRESIDEN MENDAPAT PENSIUN SEMENTARA JUTAAN RAKYAT HIDUP DALAM KEMISKINAN.

Muhammad Ayyubi ( Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community )

PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN) mengumumkan bahwa pihaknya telah melakukan penyerahan manfaat Program Pensiun dan Tabungan Hari Tua (THT) kepada Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi).

Penyerahan hak pensiun dan tabungan hari tua itu diserahkan langsung pada Jokowi di kediamannya di Kota Surakarta, Rabu (6/11/2024) lalu, diberikan langsung oleh Direktur Operasional TASPEN, Ariyandi, bersama Direktur Keuangan TASPEN, Rena Latsmi Puri, serta Direktur Compliance & Control Bank Mandiri Taspen Resi Lora.

Presiden di dalam sistem presidensil adalah pegawai yang digaji untuk melaksakan UU yang dibuat oleh DPR. Oleh karena itu Presiden mendapat dana pensiun ketika purna tugas.

Definisi dana pensiun menurut UU No. 11/ 1992: Dana pensiun merupakan badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun bagi pesertanya.

Sejak diberlakukan Undang-undang No. 11 Tahun 1992, di Indonesia hanya ada dua lembaga yang dapat menyelenggarakan program dana pensiun, yaitu Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja ( DPPK ).

Dana Pensiun Presiden termasuk dalam DPLK dalam hal ini adalah negara. Sehingga dana pensiun diambil dari APBN atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.

Problem Normatif

Secara normatif hukum Fiqh uang pensiun diterapkan aqad qard ( pinjaman ). Karena iuaran pensiun dipotong dari gaji pekerja setiap bulannya. Sehingga selayaknya qard maka pemberi pinjaman ( pegawai/Presiden ) tidak boleh mendapatkan manfaat dari peminjam ( Negara ). Karena hal itu termasuk riba.

Dalam kaidah fiqih disebutkan :

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ نَفْعًا فَهُوَ رِبًا

Setiap qardh (pinjaman uang) yang menarik manfaat tertentu, maka manfaat tersebut tergolong riba.

Maka fasilitas yang didapat oleh Presiden dari negara berupa rumah, listrik, BBM dan selainnya adalah riba yang termasuk dalam dosa besar.

Atau bisa juga diterapkan hukum asuransi jika tergolong dalam DPPK atau Dana Pensiun Pemberi Kerja. Di mana gaji pegawai dipotong setiap bulannya yang dianggap sebagai pembayaran premi asuransi yang akan dikembalikan pada masa pensiun.

Secara fiqh, Asuransi tidak memenuhi akad syar’i karena adanya gharar atau ketidakpastian juga karena janji dalam asuransi tidak bisa dibisa dijadikan objek akad.

Oleh karena itu asuransi hukumnya haram, dan penghasila yang didapat darinya juga haram.

Problem Sistemik

Dana pensiun adalah kebijakan ekonomi ala kapitalisme yang tidak bisa memberikan jamanan hari tua kepada rakyatnya. Maka diberlakukan dana pensiun dengan konsep asuransi atau potongan gaji pegawai yang kemudian di simpan dalam bentuk obligasi atau Surat Utang Negara.

Konsep ini pun bermasalah karena yang memiliki tabungan pensiun hanyalah pekerja swasta atau pegawai negara. Sementara rakyat yang tidak tetap gajinya mustahil bisa mendapatkan tabungan asuransi baik di swasta atau negara.

Sehingga hal ini selalu meniscayakan ketidakadilan bagi rakyat yang miskin.

Bandingkan dengan sistem Khilafah. Di mana setiap orang lemah baik karena sakit, disabilitas atau karena tua maka mereka akan dijamin kehidupannya dengan diberikan bantuan langsung oleh negara berupa i’tha’ud daulah .

Kepala Negara Dalam Islam

Kepala negara dalam negara Khilafah yang disebut Khalifah bukanlah pekerja tetapi dia adalah wakil umat untuk menjalankan hukum syariat Islam secara kaafah.

Khalifah tidak digaji tetapi diberi tunjangan dari Baitul Maal sepanjang masa jabatannya. Artinya jika jabatannya hingga mati maka tunjangan itu diberikan hingga matinya.

Tetapi jika Khalifah hanya menjabat selama 10 tahun karena dipecat karena gila, sakit yang berakibat tidak bisa menajalankan kekhilafahan, ditawan yang tidak bisa diselamatkan atau murtad maka tunjuangan itu diberikan selama 10 tahun tersebut. Maka Selepas tidak menjabat, dia tidak lagi mendapat tunjangan khalifah.

Kesimpulan

Pemberian uang pensiun kepada mantan Presiden menyelisihi syariat Islam dan juga menyinggung rasa keadilan.

Bagaimana bisa orang yang tidak bekerja mendaparkan gaji sementara jutaan rakyat lainnya mati matian mencari pekerjaan.

Belum lagi jika dilihat selama masa kepemimpinannya acap kali kebijakannya merugikan negara dan dzalim kepada rakyatnya. Masihkah pantas dihargai dengan uang pensiun? Padahal seharusnya dituntut di pengadilan karena menyusahkan rakyatnya. Wallahu a’lam bi shawab[]

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi