Oleh. Maziyahtul Hikmah, S.Si.
(Kontributor MazayaPost.com)
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diproyeksikan sebagai upaya memperbaiki asupan gizi bagi pelajar sekaligus membentuk generasi sehat di masa depan. Bahkan, program ini diklaim dapat memberikan dampak signifikan bagi ekonomi nasional, dengan perkiraan kontribusi sebesar Rp4.510 triliun pada tahun 2025 (tirto.id, 23/10/2024). Meskipun terdengar menjanjikan, muncul pertanyaan mengenai siapa yang paling diuntungkan dari inisiatif ini.
Kenyataannya, untuk menunjang terlaksananya program ini negara jelas membutuhkan pasokan bahan pangan dengan skala yang besar. Salah satu indikasinya adalah izin impor 1,3 juta sapi hidup yang telah diberikan kepada 46 perusahaan untuk mendukung penyediaan bahan baku daging (merdeka.com 23/10/2024). Jika penyediaan bahan baku ditunjang dengan memanfaatkan petani dalam negeri, pastinya hal ini akan mendatangkan keuntungan bagi rakyat indonesia. Sayangnya negara lebih memilih langkah praktis dengan membuka keran impor yang lebih banyak melibatkan perusahaan swasta asing.
Selain memberikan kesempatan bagi sektor swasta, proyek besar dengan anggaran tinggi seperti MBG berisiko membuka celah bagi korupsi dan penyelewengan. Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa manfaat terbesar dari program ini justru akan dinikmati oleh korporasi, bukan masyarakat luas. MBG meskipun pada permukaan terlihat seperti gagasan yang bagus dalam mengatasi permasalahan gizi, tetapi sejatinya program ini masih beroperasi dalam kerangka ekonomi yang mengutamakan keuntungan.
Program-program seperti ini cenderung memberikan manfaat sementara tanpa mengatasi akar persoalan. Keterlibatan perusahaan besar justru akan menjadikan proyek ini sebagai ajang “bancakan” bagi pihak swasta demi meraup keuntungan besar semata. Lagi-lagi, rakyatlah yang akan kembali dikecewakan oleh negara. Berbagai bantuan yang selama ini telah digelontorkan oleh negara, nyatanya hanya terealisasi dengan jumlah yang sangat jauh dari anggaran yang telah di cairkan. Hal ini terjadi karena banyak oknum pemerintahan yang bertindak sebagai mafia. Memalak berbagai bantuan rakyat demi kepentingan segelintir individu.
Islam berbeda dengan solusi pragmatis yang ditawarkan kapitalisme, dalam sistem Islam, kesejahteraan masyarakat tidak bergantung pada program temporer. Negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin kebutuhan dasar seluruh warganya melalui kebijakan yang menyeluruh. Fungsi negara sebagai pelindung dan pengurus masyarakat menempatkan kesejahteraan sebagai prioritas utama.
Melalui optimalisasi sumber daya dan penerapan zakat, jizyah, serta mekanisme syariah lainnya, negara dapat memastikan keseimbangan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Selain itu, kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai moral dan iman dapat mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan serta korupsi. Hal ini tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme yang menjauhkan syariat Islam dari kehidupan manusia. Sejatinya syariat Islam telah memberikan kontruksi yang utuh untuk mengurai seluruh permasalahan manusia, termasuk diantaranya problem peningkatan gizi bagi masyarakat.
Syariat Islam menempatkan penguasa sebagai pelayan umat yang berkewajiban untuk menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyatnya. Penguasa dalam Islam wajib memastikan bahwa seluruh warga negara yang hidup di bawah kekuasaan Islam terpenuhi 6 kebutuhan pokoknya, yaitu berupa pendidikan, keamanan, kesehatan, sandang, pangan dan papan. Baik muslim maupun non muslim, baik kaya maupun miskin tanpa dibeda-bedakan. Hal ini akan terwujud jika Islam diterapkan dalam naungan sebuah institusi politik berupa negara. Negara akan menjamin ditegakkannya semua sistem sesuai dengan syariat Islam.
Pribadi yang terlahir dari sistem Islam pun akan menjadi pribadi yang bertakwa. Kepribadian ini akan menjadikan setiap individu yang menjadi penguasa menjadikan kekuasaannya sebagai amanah dalam kehidupan yang akan ditanya pertanggungjawabannya di akhirat. Melalui tangan pemimpin yang hanya takut kepada Allah dan Rasulnya, akan terwujud kesejahteraan sejati di tengah kaum muslimin. Sehingga kaum muslim tak lagi harus terus menderita di bawah tekanan sistem kapitalisme yang semakin kejam ini.
Pada akhirnya, meskipun program MBG menawarkan manfaat positif, terutama dalam meningkatkan gizi pelajar, pada praktiknya dapat dipastikan keuntungan akan lebih banyak mengalir ke perusahaan besar. Selain itu, seperti biasa risiko penyelewengan anggaran tetap tinggi, mengingat skala proyek ini sangat besar. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai negara yang akan menjamin kesejahteraan umat terwujud. Sebagaimana janji Allah yang akan menurunkan barokah dari langit dan bumi ketika Islam ditegakkan di muka bumi. Wallahualam bisawab.