Oleh. dr. Retno
(Kontributor MazayaPost.com)
Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar rakyatnya berprofesi sebagai petani. Lahan pertaniannya juga sangat luas. Namun sayangnya, Indonesia belum mampu untuk swasembada pangan khususnya beras. Karena untuk memenuhi kekurangan kebutuhan beras dalam negeri, Indonesia juga mengimpor beras dari Thailand. Kebutuhan beras yang meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia tanpa diikuti swasembada beras akan membuat harga beras makin melambung.
Saat ini, harga beras di atas harga eceran tertinggi. Bahkan harga beras di Indonesia ditetapkan tertinggi diantara negara-negara ASEAN dan pasar global dengan mencatat kenaikan sebesar 11,9% (CNBCIndonesia.com, 10/9/2024). Tentu saja hal ini bagi sebagian besar rakyat Indonesia ini menjadi permasalahan yang serius di tengah penurunan daya beli masyarakat secara umum.
Harga beras yang tinggi tersebut dipicu oleh beberapa faktor, yaitu penurunan produksi beras karena iklim dan alih fungsi lahan pertanian menjadi infrastruktur, pabrik, dan perumahan. Bahkan dinyatakan, apabila 20 tahun ke depan alih fungsi lahan tidak diregulasi dengan baik, maka Indonesia bisa krisis pangan. Selain itu, karena kebijakan yang kurang pro terhadap petani, misalkan harga pupuk mahal dan langka, maka banyak petani yang lebih memilih menjual tanahnya daripada mengolahnya. Belum lagi hama tanaman dan tikus juga menyebabkan turunnya produksi petani.
Terkait kelangkaan pupuk, menurut PT. Pupuk Indonesia (Persero) atau Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) ketersediaan pupuk bersubsisi terhambat pada semester II/2024 karena anggaran yang belum tersedia. Hal ini menambah beban berat petani. Biaya produksi pun menjadi makin tinggi. Harga beras yang tinggi tidak sepenuhnya dinikmati oleh petani karena memang ongkos produksi yang meningkat.
Selain produksi beras yang menurun, pemerintah juga mulai membatasi import beras, tanpa didukung ketahanan pangan di dalam negeri. Selain itu beras yang jadi bahan makanan pokok rakyat dikuasai oleh segelintir konglomerat. Harusnya Perum BULOG yang mengatur urusan beras ini.
Sistem Pengolahan Produk Pangan dalam Sistem Ekonomi Kapitalisme
Beras adalah kebutuhan pokok rakyat Indonesia. Harga beras ini diserahkan pada mekanisme pasar secara umum. Apabila kebutuhan meningkat sedangkan penawaran sedikit, maka akan terjadi kenaikan harga. Beberapa daerah di wilayah Indonesia memang menjadi lumbung padi nasional. Namun, kondisinya saat ini juga terancam penurunan produksi karena alih fungsi lahan. Bahkan perdagangan beras banyak dikuasai oleh swasta. Distribusi yang kurang merata dan besarnya biaya transportasi membuat harga beras semakin tinggi.
Kita harus menyadari bahwa dalam sistem pemerintahan kapitalisme sulit mengharapkan seorang penguasa yang peduli dengan rakyatnya. Banyak kebijakan yang bertentangan dengan tujuan swasembada pangan. Kebijakan impor hampir semua produk pertanian, semisal beras, kedelai, gandum, dll. Hal ini menunjukkan ketahanan pangan yang rendah. Padahal Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar.
Sistem kapitalisme jelas telah menghasilkan pemimpin yang berpikir pragmatis dan instan. Bila dalam negeri belum memenuhi, berati impor. Individu yang produktif dan inovatif karena dorongan keimanan sulit didapatkan.
Konsep Islam sebagai Solusi Tuntas Masalah Kenaikan Harga Beras
Islam sebuah agama yang komprehensif. Islam mempunyai keperdulian yang tinggi dalam bidang pertanian. Sebagaimana hadist dari Anas bin Malik ra (ia berkata), Rasulullah saw bersabda, “Tak seorang pun muslim yang menanam pohon atau menabur benih tanaman, lalu (setelah ia tumbuh) dimakan oleh burung, manusia, atau hewan lainnya, kecuali akan menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari)
Hadis ini mendorong kaum muslim untuk memanfaatkan dan mengolah lahan yang dia punyai karena dorongan keimanan. Para ilmuwan muslim juga akan berjuang keras untuk menghasilkan bibit tanaman yang berkualitas bagus, tahan terhadap hama, dan waktu panen yang lebih singkat.
Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi pertanian adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan mengoptimalkan lahan yang sudah ada, bisa dengan menaikkan kualitas bibit tanaman. Akan ada upaya-upaya serius dari ilmuwan dan didukung oleh negara untuk menciptakan bibit padi dengan varietas tinggi. Negara juga akan menjamin ketersediaan pupuk dan obat-obatan pertanian.
Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi adalah memperluas lahan pertanian dengan membuka lahan-lahan baru. Di dalam Daulah Islam, seseorang diberi hak memiliki sebidang tanah yang terbengkalai asal mau mengolahnya. Negara akan membagi-bagikan wilayah tanah mawat/tanah mati untuk diolah rakyatnya.
Negara juga akan membangun sarana dan prasana yang membantu pertanian, misalnya membangun waduk/bendungan, membangun aliran irigasi untuk menyalurkan air ke seluruh area pertanian. Pada abad ke-13 M, Daulah Islam di Iran telah berhasil membangun bendungan. Bendungan ini dibangun untuk mengairi areal persawahan dan perkebunan. Di Afghanistan, juga terdapat tiga bendungan yang dibangun oleh Raja Mahmoud Ghaznah (998-1030). Salah satu bendungan 100 kilometer dari Kabul, ibu kota Afghanistan.
Setelah produksi pangan maksimal, maka negara akan mengatur diatribusi pangan ini sehingga si semua wilayah negara akan terpenuhi semua kebutuhannya. Negara yang akan mengambil peran pendistribusian dan pemasaran pangan ini. Semua yang terkait hajat hidup orang banyak akan diatur oleh negara dengan amanah. Dan tidak menyerahkan pada pihak swasta.
Negara juga akan menjamin kesejahteraan dari seluruh rakyatnya agar mampu memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Negara akan membuka dan menyiapkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk para laki-laki agar mampu memenuhi nafkah keluarganya. Semua itu akan terwujud hanya dengan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin
Wallahualam bisawab.