Learning Poverty Tinggi di Indonesia, Ada yang Salahkah?

Oleh: Ummu Alfarizki (Komunitas Menulis Setajam Pena)

Dari hari ke hari dan dari waktu ke waktu, dunia pendidikan makin memburuk dan memprihatinkan. Ditemukan fakta bahwa, ada anak usia SD hingga SMP yang belum bisa membaca dan menulis. Ini terjadi di daerah pedesaan dan daerah miskin. Apa yang salah dengan dunia pendidikan saat ini?

Dari 22 negara di Asia Timur dan Pasifik, terdapat 14 negara yang memiliki learning property sebanyak 50% meliputi Myanmar, Kamboja, Filipina, Republik Demokratik Rakyat Laos, termasuk Indonesia. Malaysia yang berpenghasilan menengah atas sebanyak 40%, kemudian Jepang, Republik Korea, dan Singapura terdapat dapat 3 sampai 4% yang memiliki penghasilan tinggi (republik.com, 23/9/2023).

Learning proverty ini didefinisikan sebagai ketidakmampuan anak usia 10 tahun untuk membaca dan memahami bacaan yang sesuai dengan usianya. Padahal pembekalan dasar yang tidak dapat dicapai oleh anak tersebut dapat menghambat kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan di tingkat yang lebih tinggi.

Di SMPN 11 Kupang, terdapat 21 pelajar yang tidak bisa membaca menulis hingga membedakan abjad. Seharusnya usia SMP itu sudah dapat memahami mata pelajaran yang sudah diberikan oleh guru mereka.

Miris, lulus sekolah namun tidak memiliki kemampuan dasar. Hal ini menunjukkan ada yang salah dalam kurikulum. Kurikulum yang berbeda-beda di setiap periode sehingga menjadikan para guru itu kebingungan dalam memahami kurikulum tersebut.

Ditambah dengan sekuler yang memisahkan agama dari kurikulum pendidikan. Pendidikan itu hanya memproduksi barang saja. Jadi anak didik itu hanya belajar untuk menuntut materi. Efeknya kualitas pendidikan hanya sebatas pada seberapa besar pendidikan yang mampu menerapkan materi.

Sekolah itu seakan-akan hanya untuk mengejar materi. Akibatnya, siswa bermalas-malasan untuk belajar membaca menulis karena tidak ada motivasi rukiahnya. Kurangnya ilmu agama menjadikan mereka tersibukkan dengan mencari kesenangan dunia tanpa memikirkan masa depan dirinya.

Pemerintah juga tidak memberikan fasilitas yang memadai. Pemerintah seakan-akan abai dalam hal pendidikan. Dikarenakan APBN yang defisit sehingga alokasi anggaran untuk pendidikan sangat kecil. Akibatnya anak-anak harus pasrah, belajar dengan fasilitas yang seadanya. Lagi-lagi pemicunya adalah dana, bahkan pendidikanpun jadi ajang bisnis untuk menghasilkan cuan.

Selain itu, pemerintah gagal dalam mengentaskan kemiskinan dan menjaga masyarakat sehingga dapat mempengaruhi kualitas generasi. Banyak anak lambat berpikir dan tidak semangat dalam belajar, karena faktor gizi buruk (stunting) dan itu berkaitan erat dengan kesehatan dan kemiskinan.

Yang menjadi pertanyaan, pendidikan dasar yang gratis apakah juga lemah dalam mencapai target pendidikan? Di dalam sistem kapitalis sekuler saat ini tidak ada makan siang gratis. Semua harus mendatangkan materi termasuk dalam hal pendidikan saat ini.

Berbeda dengan Islam, Islam memberikan pendidikan gratis berkualitas atas dasar akidah Islam. Generasi cemerlang hanya lahir dari peradaban gemilang. Generasi Semarang adalah generasi yang menjadikan Islam sebagai pembentuk karakter dan kepribadian mereka. Pendidikan dalam Islam memadukan antara keimanan dengan ilmu kehidupan sehingga berpengaruh besar dalam setiap amal perbuatan.

Sistem pendidikan Islam memiliki visi yang jelas yaitu membentuk generasi dengan pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam. Begitu juga kurikulum yang yang berlandaskan akidah islam, cerdas akalnya, dan kuat imannya dan didukung dengan ekonomi Islam yang menyejahterakan dan memberi kebijakan yang bersumber pada syariat Islam. Jadi, seluruh masyarakat dapat merasakan hak pendidikan secara gratis.

Para pelajar juga akan memberikan motivasi rukiah. Mereka akan terus mencari cara terbaik untuk proses mengajarnya agar anak didik paham dengan apa yang disampaikan. Sehingga, para pengajar paham tentang ilmu yang bermanfaat sebagai amal jariah yang tidak ada terputus walaupun sudah meninggal.

“Apabila anak Adam telah meninggal dunia maka terputuslah amal darinya. Kecuali tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang selalu mendoakannya.”( HR Muslim No 1631)

Peran negara juga harus hadir dalam menyediakan fasilitas pendidikan dan berperan aktif dalam mendukung proses belajar mengajar serta memenuhi fasilitasnya. Sebab negara sebagai pokok sentral dalam seluruh urusan rakyatnya termasuk pendidikan. Negara harus memastikan betul bahwa rakyatnya secara keseluruhan sudah mendapatkan pendidikan berkualitas secara gratis. Dan pastinya ada dukungan dari baitulmal.

Semua itu akan terwujud ketika ada sebuah negara yang menaunginya yaitu Daulah Khilafah Islamiyah yang insyaallah akan menjadikan seluruh lapisan masyarakat sejahtera dan damai termasuk dalam hal pendidikan. Wallahu a’lam bishowab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi