Oleh. Sulistiyawati, M.H.
(Kontributor MazayaPost.com)
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti sempat menyebutkan akan menggagas Kurikulum Deep Learning sebagai pengganti Kurikulum Merdeka Belajar yang diterapkan saat ini. Mu’ti menyatakan Kurikulum Deep Learning sebagai pengganti Kurikulum Merdeka Belajar dalam sebuah kegiatan (Kompas.com, 11/11/2024).
Isu perubahan kurikulum setiap pergantian menteri sudah menjadi pemahaman tersendiri bagi rakyat. “Ganti Menteri Ganti Kebijakan.” Baik ganti kurikulum atau kebijakan lainnya. Perubahan kurikulum pendidikan Nasional berulang kali dilakukan di negeri ini, yang nyatanya kurikulum ini belum mampu mewujudkan manusia seutuhnya yakni generasi beriman dan bertakwa terampil sebagaimana tujuan pendidikan.
Setiap muncul kurikulum baru, masyarakat menyambut secara antusias seolah terobosan baru yang akan menyelamatkan generasi. Padahal jika ditelurusi lebih mendalam, kurikulum tersebut lahir dari paradigma yang sama dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya, yakni sekularisme-kapitalisme. Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sedangkan kapitalisme adalah paham yang menyandarkan segala sesuatu sesuai dengan materi.
Sekularisme-kapitalisme menjadikan visi-misi pendidikan yang diterapkan hanya memenuhi ambisi-ambisi materi. Apalagi sistem pendidikan sekularisme-kapitalisme ini tidak lepas dari ideologi kapitalisme yang eksis di dunia ini. Alhasil, sistem pendidikan yang berjalan mengikuti tuntunan global yakni dunia industri. Maka tak heran, pendidikan yang berjalan hari ini, apa pun bentuk kurikulumnya, akan mencetak generasi yang siap terjun di dunia kerja, namun minim adab, berpikir dan berperilaku bebas (liberal) hingga makin berpotensi berbuat kerusakan dan masalah di tengah-tengah masyarakat.
Tidak hanya itu, sistem pendidikan hanya ditujukan untuk menjaga eksistensi peradaban kapitalisme. Peran agama diminimalkan dari kurikulum pendidikan. Bahkan, beberapa ajaran dalam Islam yang dipandang Barat mengancam ideologi kapitalisme dihapuskan, seperti jihad dan khilafah. Generasi yang seharusnya membawa maslahat bagi umat manusia, potensi mereka justru terjebak oleh kapitalisme. Persoalan negeri ini makin runyam dan tak terselesaikan.
Sungguh, kenyataan tidak adanya korelasi antara makin banyaknya generasi yang mengenyam pendidikan. Persoalan masyarakat tampak begitu nyata. Ini turut menjadi bukti kesalahan kurikulum pendidikan yang berjalan di bawah sistem sekularisme-kapitalisme.
Jika kita mengkaji secara mendalam, sistem pendidikan Islam berasaskan akidah Islam. Islam telah memberikan arah yang jelas terkait visi dan misi pendidikan. Perhatian Islam terhadap pendidikan sangat besar. Sebab, pendidikan menentukan masa depan generasi dan bangsa. Islam menargetkan terbentuknya generasi berkualitas, beriman, bertakwa, terampil, dan berjiwa pemimpin, serta menjadi problem solver. Output generasi yang seperti ini hanya akan lahir di sistem yang kurikulumnya disusun berasaskan akidah Islam.
Sebagai pihak yang diberi amanah melayani dan mengurus umat, maka negara memiliki tanggung jawab menyusun kurikulum pendidikan Islam dalam rangka melahirkan generasi berkepribadian Islam. Generasi berkualitas akan menjadi agen perubahan. Ilmunya bermanfaat untuk umat dan mampu membangun peradaban mulia.
Metode yang digunakan negara dalam membangun pendidikan Islam berupa akidah, pemikiran, dan perilaku Islam ke dalam akal dan jiwa siswa. Dengan demikian, generasi menjadi para ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu Islam seperti ijtihad, fiqih, dan peradilan, maupun menjadi ilmuwan, pakar, dan ahli berbagai bidang sains seperti teknik, kimia, fisika kedokteran, dan lain sebagainya.
Dengan ilmunya, generasi menjadi penerang atas gelapnya kebodohnya sekaligus mampu memberikan solusi berbagai persoalan masyarakat. Ilmu yang disertai iman menjadikan mereka paham bahwa ilmu yang mereka miliki wajib berdimensi akhirat. Bahwa mereka paham ilmu bukan diabadikan untuk kepentingan segelintir orang seperti pemilik modal atau kapital.
Sejarah panjang peradaban Islam telah memberikan bukti nyata akan keunggulan sistem pendidikan Islam yg diterapkan di negara yang yang telah menerapkan Islam kaffah. Tentu kita tidak lupa dengan penemuan pesawat terbang. Kompas ilmu kedokteran, ilmu teknik dipelopori oleh cendekiawan muslim di mana saat itu hanya diterapkan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Tidakkah kita ingin kembali pada peradaban Islam yang mampu mencetak generasi unggul dan cemerlang.
Pada hakikatnya, jika kurikulum saat ini dilanjutkan untuk rencana penerapan sangat amat berbahaya bagi generasi ke depan. Peradaban kapitalisme saat ini sering berganti kurikulum pendidikan, bukan satu tahun dua tahun, tetapi berpuluh tahun, ganti menteri ganti kurikulum.
Ketika memang masih menggunakan kurikulum sekuler, apa pun namanya, pada akhirnya hanya menyisakan penderitaan dan kehinaan generasi yang makin dalam. Mereka menjadi orang-orang yang akan tercabut akar keislamannya. Kemudian Barat tampil sebagai kiblat dalam berpikir dan bersikap. Bagaimana sekolah saat ini membutuhkan banyak konselor-konselor karena sistem pendidikan dan kurikulum memproduksi orang-orang yang rusak, baik cara berpikir maupun perasaannya. Banyak PR yang harus dilakukan dan butuh support sistem.
Di satu sisi, jika yang rusak-rusak ini tetap diproduksi dan tidak ada support sistem, maka akan makin parah. Hal ini merupakan persoalan paradigmatik. Kurikulum sebenarnya otak dan jantungnya sistem pendidikan. Jikalau melihat persoalan dunia, manusia saat ini tidak dimanusiakan sebagaimana layaknya. Jika kita telisik lebih mendalam, kurikulum pendidikan itu adalah bagian integral dari peradaban Islam.
Sistem pendidikan akan menghasilkan output pendidikan sebagaimana yang diharapkan generasi yang qorrota a’yun, beradab, dan jauh dari aktivitas bully. Semua itu membutuhkan kurikulum yang shahih. Jika mendedikasikan untuk peradaban mulia dan kelak menjadi anak-anak yang bertemu dengan Allah nantinya disebut An-nafsul mutmainnah, seharusnya tujuan pendidikan adalah pendidikan yang shahih. Sebagaimana pandangan Islam diterangkan di dalam Al-Qur’an,
Islam menjelaskan bagaimana metode pembelajaran yang akan membuat potensi yang telah Allah berikan. Metode pembelajaran dalam Islam talaqiyan fikriyan. Ilmu itu diajarkan sampai paham dan mengerti, bukan hanya sekadar didoktrin, bukan dengan metode berpikir ilmiah yang dan meninggal metode aqliyah. Materi yang diajarkan yang menghidupkan akal pikiran dan bisa menenangkan jiwa yaitu tsaqafah Islam.
Pendidikan Islam mewujudkan individu yang bersyakhsiyah Islam, berperasaan islami dan berpikir islami, bukan hanya satu bidang, tetapi banyak bidang. Ditambah lagi bisa mencerdaskan generasi itu sampai puncaknya. Sudah saatnya kita kembali pada kurikulum Islam yang pernah diterapkan selama berabad-abad. Karena, kalau melihat saat ini, kurikulum yang ada hanya menyengsarakan generasi.