Oleh : Ummu Hafidz (Komunitas Menulis Setajam Pena)
Mie instan bukanlah makanan pokok masyarakat Indonesia. Akan tetapi mie instan merupakan makanan yang familiar dikalangan masyarakat menengah ke bawah. Maka, kabar harga mie instan akan naik berlipat-lipat, menjadi perbincangan yang ramai di kalangan masyarakat. Sebab, hal ini tentu akan semakin membebani rakyat.
Dilansir tempo.com (14/8/2022), Direktur Center Of Economics and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan jika harga mie instan naik tiga kali lipat seperti proyeksi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, maka garis kemiskinaan beresiko naik. Karena data menunjukkan mie instan ada diposisi krusial yaitu sumbangan terhadap garis kemiskinaan yang paling besar.
Jika mie instan betul-betul naik tiga kali lipat, sangat berdampak terhadap masyarakat kelas bawah, dan menimbulkan keresahan. Kabar tersebut disampaikan ketika Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjadi nara sumber dalam acara Weber Strategi Penerapan GAP Tanaman Pangan Memicu Produksi Guna Antisipasi Krisis Pangan Global pada Senin, 8 Agustus 2022.
Menurut sang Menteri, harga mie instan kemungkinan akan naik adalah karena bahan baku pembuatan mie kurang dan harus impor. Ya, ketika produksi pangan dikuasai pengusaha atau pemodal, solusi untuk menyelesaikan krisis pangan adalah dengan mengimpor dari luar negeri. Sebab, dengan mengimpor bahan membuat mie instan yaitu gandum, maka penguasa yang notabene pengusaha akan mendapat keuntungan. Sedangkan mayarakatlah yang akan menanggung bebannya.
Inilah akibat tata kelola perekonomian dikuasai sistem ekonomi kapitalisme liberal. Sistem yang memberi kebebasan para cukong mengeruk keuntungan untuk pribadi dan kroni-kroninya, tetapi mengabaikan rakyat kecil. Para kapitalis menguasai dan memonopoli pasar, membatasi peran negara dan negara hanya sebagai regulator untuk memuluskan tujuannya.
Hal ini menunjukkan penguasa sesungguhnya yaitu para kartel bukan pemerintah. Sebab, dalam sistem kapitalisme liberal, keberadaan negara bukan sebagai pelayan masyarakat, akan tetapi sebagai korporasi mencari keuntungan pribadi dan kroni-kroninya.
Berbeda dengan sistem Islam, dimana negara sebagai pelayan dan pelindung rakyat. Negara akan menjamin kesejahteraan rakyat terpenuhi, termasuk menjaga kestabilan harga dan stok pangan tercukupi.
Untuk memenuhi ketersediaan pangan, negara mempunyai kebijakan yang tidak mempersulit rakyat. Diantaranya, menjaga stok pangan sehingga kondisi pangan stabil, memaksimalkan produksi pertanian dengan memberi bantuan terhadap para petani berupa bibit, pupuk, dan peralatan lainnya dan menunjang proses produksi pertanian dengan gratis.
Selain itu, pemerintah menghidupkan tanah mati dan melarang penimbunan bahan pangan yang mengakibatkan kelangkaan barang dipasar. Selama kebutuhan masyarakat belum tercukupi dilarang untuk mengadakan ekspor.
Solusi jitu terwujudnya pangan yang stabil adalah, dengan dikelola negara tanpa campur tangan pengusaha, sehingga terwujud kedaulatan pangan dan tidak tergantung kepada luar negeri. Inilah tata kelola pangan dengan sistem ekonomi yang memberi kestabilan pangan, yaitu sistem ekonomi Islam.
Wallahu a’lam bishowab.