Krisis Multidimensi, Buah Busuk Sistem Kufur

Oleh. Sri Suryani

Ngeri dan miris, kata-kata yang pantas untuk menggambarkan kondisi kita saat ini. Kemerosotan moral, adab, akal, dan pola tingkah laku manusia tengah dialami, bukan hanya di kalangan remaja, akan tetapi dialami pula oleh anak-anak, remaja, hingga dewasa.

Bagaimana tidak, kejadian demi kejadian kerap kali kita dengar dan kita saksikan. Mulai dari kenakalan remaja seperti genk motor, narkoba, pesta miras, sex bebas, aborsi, dispensasi nikah oleh kalangan remaja di Ponorogo, juga anak dibangku SD yang menulis sebuah surat yang berisi kata-kata vulgar terus kita dengar. Sebagaimana dikutip dari suara.com (04/11/2022).

Tak kalah menyita perhatian publik, baru-baru ini, viral anak SMP pamer setir mobil sendiri bareng pacar (Merdeka.com, 27/02/2023). Sampai berita penganiayaan yang dilakukan oleh anak seorang penjabat pajak (Republika.co.id, 24/02/2023). Ngeri bukan?

Semua kejadian tersebut tentu bukan tanpa sebab. Faktor ekonomi dan pendidikan yang salah menjadi salah satu penyebab halnya. Sistem kapitalis sekularisme yang kita anut tentu menjadi penyebab utama yang berdampak buruk pada seluruh aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, hukum, politik, bahkan pemerintahan.

Sekularisme membawa pengaruh buruk terhadap aktivitas dan pola tingkah laku manusia yang jauh dari nilai-nilai agama. Sekularisme merupakan akidah kapitalisme. Sistem kapitalisme mampu mengubah pola pandang, pola pikir manusia, yakni berorientasi pada keuntungan materi. Maka, tak heran jika saat ini manusia memandang kehidupan ini pada kesenangan dunia. Hidup ini hanyalah tempat untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Hal-hal yang konyol sekalipun mereka rela melakukannya demi cuan, dengan mengesampingkan nilai-nilai agama.

Pendidikan ala kapitalis sekuler merupakan pendidikan komersialisasi berbasis investasi. Pola pendidikan menyesuaikan dengan proses industrialisasi. Karakter pembelajar yang dibangun adalah kapitalis, sekularis, hedonis, materialis, individualis, dan pragmatis. Kurikulum yang selalu berganti, faktanya bukan dapat memperbaiki keadaan, justru memperburuk kondisi karakter anak didik. Anak didik hanyalah sebagi mesin uji coba.

Hal ini sangat berbeda dengan pendidikan dalam Islam. Pendidikan dalam Islam menempati posisi penting sebagai proses menuju kesempurnaan dalam meraih ridho Allah Swt. Asas kurikulum yaitu akidah Islam yang dijadikan standar seorang muslim dalam bertingkah laku dalam seluruh aspek. Materi dan metode didesain sehingga anak didik memahami dan menyakini keberadaan Allah Swt. Out put pendidikan dalam Islam mampu melahirkan ahli dan ilmuwan yang bukan hanya menguasai ilmu sains dan teknologi saja, akan tetapi ahli dan ilmuan yang memiliki kepribadian Islam (syakhsiyah Islam).

Dalam bidang sosial budaya, kita cenderung berkiblat ke Barat, baik dalam hal berpakaian maupun pergaulan. Dalam bidang politik, saat ini kental dengan sistem “Trias Politica” yang hanya berorientasi pada kepentingan pribadi dan golongan. Begitu pun dengan sistem ekonomi saat ini, ekonomi kapitalis liberalisme membuka peluang bagi investor dan pemilik modal, baik asing maupun swasta leluasa mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.

Alhasil, kekayaan alam yang melimpah ruah habis terkuras oleh bangsa asing. Nasib bangsa hanyalah sebagai babu di negeri sendiri. Kekayaan alam yang begitu banyak hanyalah sebagi fatamorgana yang hanya mampu kita pandang tanpa bisa dinikmati.

Padahal dalam Islam, haram hukumnya penguasaan oleh individu atas kepemilikan negara. Sumber daya alam yang sifatnya tidak habis seperti air, migas, dan batubara sepenuhnya dikelola oleh negara dengan demikian pendapatan negara akan lebih optimal yang kemudian akan dipergunakan untuk mensejahterakan rakyatnya.

Dari gambaran tersebut, bisa kita pastikan solusi dari semua permasalahan, yaitu dengan kembali kepada kehidupan Islam secara kaffah. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 208:

“Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan. Dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh dia musuh yang nyata bagimu.”

Dalam ayat tersebut, jelas bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan tanpa meninggalkan hukum-hukum Allah yang lainnya. Baik itu aturan Allah yang bersifat ritual maupun muamalah, termasuk di dalamnya urusan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, hukum, maupun pemerintahan.

Namun, tentu saja kita membutuhkan institusi yang dapat menerapkan hukum-hukum Allah secara kaffah. Karena, hal yang mustahil saat ini hukum-hukum Allah bisa ditegakkan dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Hanya dalam naungan negara yang menerapkan Islam (Kh1l4f4h), hukum-hukum Allah bisa direalisasikan.

Wallahu a’lam bishowwab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi