Koruptor Sarjana, Intelek yang Niradab

Oleh. Silmiatikaah
(Aktivis Pelajar Peduli Bangsa)

Memalukan, kata pertama yang patut ditimpakan untuk para koruptor yang notabene sarjana. Fakta miring ini justru banyak ditemui di kalangan elite politik. Seperti kasus baru-baru ini, vonis dugaan korupsi yang disandang oleh Mantan Gubernur Sulawesi Selatan. Ada juga kasus Gubernur Maluku Utara yang ditangkap KPK karena kasus tersangka korupsi dan menerima uang suap Rp2,2 miliar.

Kabar yang menggigit disampaikan oleh Mahfud MD. “Dari total koruptor yang ditangkap KPK, itu 84 persen adalah lulusan perguruan tinggi,” kata Mahfud saat berbicara di hadapan ribuan wisudawan Universitas Negeri Padang, Minggu (17/12/2023). Berita ini dikutip dari Kompas.

Mahfud menyebutkan, berdasarkan data dari KPK, ada sekitar 1.300 koruptor yang ditangkap dan dipenjara. Total 900 orang koruptor adalah yang disebutkan beliau di atas. Angka 900 orang bukanlah angka yang sedikit. Fakta korupsi yang dilakukan oleh beberapa oknum pejabat, sudah cukup menyayat hati rakyat. Amanah yang seharusnya dijalankan dengan sangat hati-hati, malah tak segan-segannya dikhianati.

Akan ditaruh di manakah kesejahteraan rakyat? jika para pejabat pun sedikit-sedikit tergugat. Uang rakyat habis meluap karena dorongan nafsu habis tersuap.

Menjadi cerminan masyarakat, pemimpin yang harusnya dapat bersahabat, malah berkhianat. Miris, virus korupsi yang menjalar dan makin merebak dari tahun ke tahun. Kondisi ini tentunya tidak terlepas dari kesalahan struktural yang menyebabkan kondisi ini menjadi bertambah buruk.

Menjadi bukti yang cukup bahwa pendidikan di Indonesia telah gagal dalam melahirkan personal yang memiliki integritas yang tinggi. Karena pada dasarnya, pendidikan ditujukan bukan hanya untuk membangun intelektual, tetapi juga akhlak yang baik dalam bermasyarakat maupun bernegara. Kemudian fokus negara dalam memberantas korupsi di Indonesia seharusnya tidak hanya di balik meja KPK, tetapi juga bukti nyata pemberantasan korupsi harusnya bisa menjerakan.

Fakta ‘menjerakan’ tidak pernah ada, para tersangka korupsi hanya bermain-main di balik jeruji. Hukum negara dengan mudahnya terbeli. Sistem keadilan seakan tumpul ke atas, runcing ke bawah. Kesalahan yang terus berlanjut adalah ketika sistem kapitalisme masih memegang kuasa tertinggi. Sistem ini merupakan sistem buatan akal manusia yang sifatnya objektif sehingga menghancurkan keadilan ulah nafsu manusia yang tak terkendali.

Hanya ada satu solusi untuk masalah ini, Islam menjadi satu-satunya. Mengapa harus Islam?
Karena dalam Islamlah terdapat hukum zawajir dan jawabir. Zawâjir (pencegah) berarti mencegah manusia dari tindak kejahatan. Jika masyarakat mengetahui bahwa membunuh maka akan dibunuh sebagai hukumannya, maka mereka tidak akan melakukan pembunuhan. Allah Swt. berfirman,

“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 179)

Sedangkan jawâbir (penebus) dikarenakan ’uqubat dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara ketika di dunia. Hal ini sebagaimana dipahami dalam hadis Nabi saw.,

“Kalian berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang ma’ruf. Siapa saja menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala; dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya; dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.” (HR. Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit)

Hukum zawajir dan jawabir tidak akan ditemui dalam negara republik-demokrasi. Apalagi yang masih terbackup oleh sistem kapitalis-sekularis yang masih melanggengkan akal manusia sebagai petunjuk kehidupan. Keadilan dipastikan tidak akan tegak bagi seluruh umat manusia.

Sistem pidana dalam Islam sesuai dengan fitrah manusia. Yakni menjadikan pencipta sekaligus pengatur. Lalu bagaimana dengan agama lain? Islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap dalam menghabiskan masalah toleransi.

Islam juga akan memberikan layanan pendidikan yang akan melahirkan generasi terbaik. Yang tidak hanya mutual inteleknya saja, tetapi juga integritas dan moralnya. Seperti yang digambarkan pada sejarah keemasan Islam secara gamblang beberapa abad silam.

Lebih dari itu, Islam bukan sekadar agama. Islam adalah Ideologi yang menuntaskan permasalahan kehidupan sampai ke urat akarnya. Maka dari itu, demi menghidupkan kembali keadilan yang telah lama padam di negeri ini. Butuh suara-suara yang dapat mengokohkan sistem zawajir dan jawabir ini dikembalikan. Yakni dengan tegaknya sistem Islam di muka bumi ini. Wallahu a’lam bishowab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi