Korupsi Ulah Kapitalis, Butuh Solusi Sistematis

Oleh. Asma Sulistiawati (Pegiat Literasi)

Kasus korupsi di Indonesia pada tahun 2023 marak terjadi. Beberapa kasus juga terungkap akibat media sosial yang menjadi konsumsi publik secara luas. Anak-anak maupun istri-istri pejabat mempertontokan hasil kekayaannya sehingga menjadi tolok ukur dan kecurigaan KPK terhadap penghasilan yang dimiliki yang tidak berbanding lurus dengan kekayaan yang dimiliki.

Dilansir detik.com pada bulan April 2023, beberapa kasus korupsi pada bulan April ditemukan oleh KPK yaitu; Mantan Dirut PT Adhi Persada Realti didakwa kasus korupsi pembelian tanah, adik Mentan Haris Yasin Limpo jadi tersangka korupsi PDAM Makassar sebesar Rp20 M, Eks Kepsek SMKN 4 Sukabumi Tilap Dana Siswa Rp545 Juta, Eks ketua LPD Sangeh korupsi Rp57,2 M, dan masih banyak lagi kasus korupsi yang mungkin belum tercatat atau belum ditemukan oleh KPK.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencekal 10 tersangka dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun anggaran 2020-2022 ke luar negeri. Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK telah menggeledah sejumlah lokasi, antara lain, kantor Dittjen Minerba di Tebet, Jakarta Selatan, Kantor Kementrian ESDM di Jalan Medan Merdeka Selatan, rumah tersangka di Depok, dan Aparteman Pakubuwono di Jakarta Pusat.

Dalam penggeledahan di Apartemen Pakubuwono, penyidik KPK menemukan uang tunai sejumlah Rp1,3 miliar. Terkait dengan temuan itu, Asep mengatakan bahwa penyidik KPK masih mendalami soal kaian uang dan apartemen tersebut dengan kasus yang disidik lembaga antirasuah tersebut.

Banyaknya kasus korupsi yang terjadi menjadikan masyarakat kecil tersadar bahwa para pejabat negara memiliki kuasa yang kuat dan kemudahan dalam melakukan tindak korupsi dan tentunya dalam jumlah yang sangat besar. Para koruptor tidak memikirkan nasib rakyat banyak, mereka meraup keuntungan yang sangat besar dari jabatan yang sedang diduduki, tanpa berfokus kepada kepentingan umat.

Pemberantasan korupsi di Indonesia telah dilakukan dengan berbagai cara agar korupsi di Indonesia tidak terus terjadi dan perampok berdasi juga tidak bertambah jumlahnya. Terdapat beberapa bahaya sebagai akibat korupsi, yaitu bahaya terhadap: masyarakat dan individu, generasi muda, politik, ekonomi bangsa dan birokrasi. Bahaya dari korupsi ini sangat merugikan masyarakat.

Di tengah terungkapnya kekayaan fantastis para pegawai pemerintahan, urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali digaungkan. RUU yang sudah dibahas sejak 2006 itu dipercaya bisa merampas aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Arsul Sani mengatakan, pihaknya menyetujui pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana. Menurut Arsul, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana diperlukan agar proses-proses pengembalian kerugian negara bisa di maksimalisasi lebih baik dan lebih cepat. Pasalnya, kata dia, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tidak hanya terkait dengan tindak pidana korupsi (tipikor) saja, tetapi bisa juga dimanfaatkan untuk mengembalikan kerugian negara dalam tindak kriminal lainnya. Tindak kriminal yang dimaksud, yaitu tindak pidana narkotika, pajak, kepabeanan dan cukai, lingkungan hidup, illegal logging, hingga terorisme.

Sistem sekuler yang saat ini menjalar di negara Indonesia menjadikan para pejabat pemerintah menjalankan tugasnya semata hanya untuk kepentingan pribadi dan kebahagian sementara di dunia, tanpa memikirkan pertanggungjawabannya kelak. Karena dalam sistem kapitalis, para pejabat menduduki jabatannya hanya untuk meraup keuntungan yang besar, bukan bertujuan untuk mensejahterahkan umat. Di satu sisi, kehidupan para pejabat dikelilingi oleh barang mewah, makanan mahal, fasilitas yang mumpuni. Sementara di sisi lain, rakyat menderita, pembayaran pajak yang banyak, fasilitas yang kurang memadai, intinya kehidupan rakyat sederhana, sangat berbanding terbalik dengan kehidupan para pejabat yang glamor.

Pengesahan RUU Perampasan Aset termasuk solusi yang mampu untuk menstabilkan keuangan negara jika harta yang dikorupsi dapat diambil kembali oleh negara dan menjadi kas negara yang nantinya bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara, tetapi perlu diingat bahwa sebagus apa pun aturan yang dibuat oleh manusia, akan ada celah jika tidak kembali kepada aturan Allah Swt. Karena segala permasalahan di dunia ini hanya mampu diselesaikan dengan mengikuti segala aturan yang sudah Allah tetapkan. Karena negara membutuhkan sebuah sistem yang menyeluruh dan mampu untuk menyelesaikan segala persoalan umat.

Islam sendiri dengan tegas melarang korupsi. Nabi Muhammad saw. sudah mengantisipasi umatnya untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan yang bisa melahirkan korupsi. Larangan korupsi juga ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Khattab RA ketika ia mengawasi harta yang diperoleh oleh bawahannya secara ketat. Bahkan, Umar beberapa kali membuat kebijakan mencopot jabatan atau menyita harta bawahannya hanya karena hartanya bertambah. Apalagi, jika diketahui jika hartanya itu didapat bukan dari gaji yang diberikan oleh negara.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi