Konser Coldplay di Tengah Krisis Multidemensi, Hilangnya Empati demi Materi

Oleh. Yulweri Vovi Safitria

Konser music Coldplay dipastikan akan tetap berlangsung pada 15 November 2023 mendatang. Hal ini tampak dari mulai dijualnya tiket untuk konser tersebut. Tak tanggung-tanggung, harga tiket konser tersebut dibanderol denga harga yang fantastis, mulai Rp800.000,00 hingga Rp11 juta. Masyarakat begitu antusias untuk menonton konser Coldplay yang sebut sebagai konser perdana di Indonseia. Padahal nantinya konser tersebut akan dilaksanakan pada hari kerja, Rabu (kompas.com, 12/5/2023).

Kesenangan Sesaat

Tidak jauh berbeda dengan konser musik lainnya, menonton konser Coldplay merupakan kesenangan sesaat. Puluhan ribu orang atau mungkin ratusan ribu penonton larut dalam suka cita sesaat yang justru mengantarkan mereka kepada kemaksiatan. Meskipun sebagian orang beralasan bahwa sah-sah saja menikmati tontonan tersebut setelah berjibaku dengan dunia kerja dan rutinitas lainnya.

Konser musik sejatinya hanyalah mengejar kesenangan duniawi. Namun, satu hal yang tidak boleh diabaikan, dampak buruk dari konser musik tersebut adalah adanya ikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan. Mungkin masih segar di ingatan kita bahwa beberapa konser musik yang berujung ricuh. Belum lagi adanya isu tidak sedap bahwa grup band ini mendukung L687. Ironis bukan?

Semuanya Demi Cuan

Hari ini, kesenangan dan hura-hura menjadi tujuan hidup manusia. Mirisnya lagi, seluruh aktivitas tersebut difasilitasi oleh negara dan juga panitia penyelenggara. Semua itu terjadi demi cuan dan sesuatu yang wajar terjadi pada sistem kapitalis, di mana segala sesuatunya demi materi.

Meski negara mengeklaim acara ini akan memberi dampak ekonomi bagi pelaku UMKM, tetapi sebenarnya sudah bisa terbaca bahwa pihak yang paling diuntungkan adalah pengusaha yang bergerak di bisnis perbankan, hotel, penyelenggara konser, transportasi, dan lain-lain. Sedangkan UMKM hanya mendapatkan sekadarnya.

Menjadi sebuah ironi, ketika kita, baik umat Islam maupun nonmuslim bekerja pada kaum kapital atau pemodal dan pengusaha, lalu mendapatkan gaji, dan gaji tersebut kita belanjakan lagi untuk membeli produk mereka. Hakikatnya semua ini merugikan diri sendiri, jika masing-masing individu mau memikirkan dan menyadarinya, apalagi untuk sesuatu hal yang sia-sia, lebih banyak mudharat daripada maslahatnya.

Hilang Empati

Melihat mahalnya tiket konser Coldplay serta keberadaan konser atau apapun jenisnya sepatutnya tidak dilakukan di tengah himpitan ekonomi yang sedang melanda negeri. Masih banyak masyarakat yang merasakan sulitnya mencari pekerjaan demi mencukupi keluarga ataupun diri sendiri. Hal ini seolah menunjukkan bahwa pihak penyelenggara atau siapa pun yang terlibat dalam event ini telah kehilangan rasa empati. Padahal jika merujuk kepada standar Bank Dunia, maka 40% penduduk Indonesia adalah kategori miskin, dengan jumlah 168 juta jiwa (CNBCIndonesia.com, 10/5/2023).

Tidak hanya itu, keberadaan konser Coldplay seolah menunjukkan sedang terjadi ketimpangan ekonomi. Bagaimana mudahnya bagi mereka yang berduit untuk mengeluarkan belasan juta untuk secarik tiket, sedangkan bagi mereka yang miskin, harga satu tiket bisa untuk menafkahi keluarga mereka selama setahun bahkan lebih.

Dengan demikian, semakin jelas bahwa sesungguhnya ekonomi saat ini dikuasai oleh segelintir orang, pengusaha dan pemodal. Diakui atau tidak, begitulah fakta yang terjadi.

Hidup Berkah dengan Rida Allah

Bagi seorang muslim, hidup di dunia bukanlah untuk mencari kesenangan duniawi, melainkan untuk beribadah mencari kebaikan yang akan menyelamatkan di akhirat nanti. Tidak pantas pula bagi seorang muslim untuk bersuka cita di atas penderitaan saudaranya, sebab umat Islam itu ibarat satu tubuh, jika satu bagian tubuh sakit, maka sakit pula bagian tubuh yang lainnya.

Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi adalah bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan demam.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hidup di dunia bukan pula sekadar hura-hura, melainkan untuk beribadah dan mencari rida-Nya, sebagai syarat untuk menuju surga-Nya. Maka bagi seorang muslim akan berlom-lomba berburu kebaikan dengan mengerahkan seluruh upaya, mengeluarkan harta untuk sedekah bukan untuk hal mubah bahkan haram, membantu saudara yang dalam kesusahan, semata-mata untuk mencari keberkahan hidup di dunia dan akhirat.

Peran Negara

Dalam Islam, suatu negara tidak akan mengizinkan apalagi memfasilitasi sebuah aktivitas yang di dalamnya ada ikhtilat, mubazir, dan segala hal yang dapat mendatangkan murka Allah. Negara dengan sistem Islam akan mendidik rakyatnya menjadi orang yang taat kepada Rabbnya, bukan sebaliknya. Negara memberikan kesejahteraan untuk setiap warganya, terutama kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, kesehatan, pendidikan. Hal itu sebagai wujud riayah negara terhadap rakyatnya.

“Pemerintah adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR Bukhari)

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi