KIT Batang, Apa Untungnya?


Oleh: Aprilya Umi Rizkyi (Komunitas Setajam Pena)

Kawasan industri terpadu (KIT) kali ini terjadi di Batang. Menteri Investasi (Kepala Badan Organisasi Koordinasi Penanaman Modal), Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa sampai saat ini setidaknya sudah ada 18 perusahaan dan 19 ribu pekerja yang masuk ke dalam KIT di daerah Jawa Tengah tersebut dengan investasi mencapai 14 triliun lebih (CNBC, 26/7/2024).

Bahkan dalam waktu dekat ini, tepatnya pada bulan September mendatang, perusahaan asal Korea Selatan yakni LG akan membangun pabrik katoda sebagai ekosistem baterai kendaraan listrik. Lambat laun hadirnya pembangunan katoda ini akan menjadi integrasi pembangunan hulu dan hilir ekosistem baterai EV sehingga akan ada prekusor smelter untuk pengembangan baterai sel di Maluku Utara dan Karawang, Jawa Barat. Selebih itu, akan ada gabungan tekonologi tinggi di KIT Batang serta industri-industri padat karya UMKM seperti sepatu dan alas kaki.

Apa sesungguhnya tujuan KIT Batang dan keuntungannya bagi rakyat Indonesia? Hendak dibawa kemana nasib negeri kita tercinta ini dengan adanya proyek tersebut? Dan apakah benar jika semua kebijakan ini diambil semata-mata untuk kepentingan rakyat dan kesejahteraannya?

Betapa miris dan menyakitkan, berbagai kebijakan pemerintah saat ini seolah-olah tidak memiliki perasaan. Tega! Nasib rakyat makin hari makin terjepit dan sengsara. Mulai dari kenaikan harga berbagai macam kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Termasuk kebijakan mengenai KIT Batang ini.

Jika kita perhatikan, maka akar permasalahannya bukan semata karena kebijakan yang diambil pemerintah. Namun karena adanya sistem yang telah setia diadopsi oleh negeri kita tercinta ini sebagai dasar ekonomi dan sistem pemerintahan yaitu kapitalisme-sekuler.

Negara hanya berperan sebagai regulator. Perusahaan asing dan aseng berkuasa di belakang layar demi mendapatkan keuntungan, sehingga negeri ini tak punya daya dan upaya untuk mewujudkan kesejahteraan secara merata bagi masyarakat. Keuntungan hanya tersedia bagi segelintir orang yaitu orang-orang yang bermodal besar. Negeri ini seakan hanya tunduk dan patuh terhadap kepentingan mereka walaupun rakyatnya harus menjadi korban dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai manfaat dan keuntungan semata.

Kondisi ini jauh berbeda dengan sistem Islam. Tugas negara adalah memenuhi kebutuhan pokok setiap warga negara, baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan masyarakat. Ukuran keberhasilan dan kesejahteraan dalam Islam adalah terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu. Dengan artian, jika ada individu yang belum bisa mengakses makanan atau perumahan, atau masih terdapat penduduk yang belum bekerja, maka kinerja ekonomi belum bisa dikatakan baik. Negara berdiri paling depan untuk melakukan pelayanan dan penyediaan seluruh sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan publik bagi masyarakat.

Adapun orientasi pembangunan dalam Islam bukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi dan angka-angka agregat kesejahteraan, namun memastikan masyarakat mendapatkan seluruh hak dengan baik dan memberi dukungan bagi masyarakat yang kesulitan bertahan hidup karena renta, cacat, atau hidup di daerah terpencil. Dengan demikian, tanpa terkecuali, seluruh warga mampu memenuhi kebutuhan pribadi. Masyarakat dapat mengakses semua kebutuhan pokoknya dengan mudah, murah, dan berkualitas tinggi.

Di sisi lain, sistem keuangan negara yaitu APBN (dalam sistem Islam dikenal dengan baitulmal), memiliki pos-pos yang telah ditentukan berdasarkan dalil-dalil syariat. Keuangan dikelola secara terpusat dan akan memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat dengan mengambil langkah-langkah strategis yang diizinkan syariat.

Sistem ekonomi Islam akan berfokus pada pengembangan sektor ekonomi riil masyarakat misalnya perdagangan, pertanian, industri, dan berbagai bidang strategis lainnya. Negara akan menghapus riba, sektor nonriil (pasar saham dan pasar modal), serta pajak.

Pembangunan negara dalam Islam menuntut kemandirian negara tanpa utang luar negeri. Kalaupun harus berutang, negara harus memastikan bahwa pinjaman tersebut bukanlah alat untuk memanfaatkan suatu negara untuk kepentingan negara lainnya.

Sistem Islam memiliki solusi yang khas dalam membiayai pembangunan infrastruktur. Al-‘Allamah Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah menjelaskan bahwa ada tiga strategi yang bisa dilakukan oleh negara untuk membiayai proyek infrastruktur saat ini, yaitu (1) meminjam kepada negara asing, termasuk lembaga keuangan global; (2) memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum, seperti minyak, gas, dan tambang; (3) serta mengambil pajak dari umat/rakyat.

Mengenai hutang dari negara asing atau lembaga keuangan global, maka strategi ini jelas keliru dan tidak dibenarkan oleh syariat. Terlebih ini merupakan jalan masuk penjajah untuk menguatkan hegemoni mereka. Hal ini harus dihindari dan tidak diambil sebagai kebijakan dalam pemerintahan Islam.

Sedangkan mengenai perlindungan kepemilikan umum, negara akan menjaga beberapa kategori kepemilikan umum di antaranya seperti minyak, gas, dan tambang. Pemimpin Islam yaitu Khalifah bisa menetapkan kilang minyak, gas, dan sumber tambang tertentu, seperti fosfat, batubara, perak, nikel, emas, tembaga, dan sejenisnya, sebagao sumber daya yang tidak dapat dikuasai individu. Hasil penjualan dari SDA ini pun jelas yaitu khusus untuk membiayai pembangunan infrastruktur.

Adapun penarikan pajak hanya boleh dilakukan ketika kas baitulmal kosong. Itu pun hanya digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana vital dan diambil dari kaum muslim laki-laki yang mampu saja serta tidak berlangsung selamanya seperti halnya sistem kapitalisme saat ini. Pajak hanya berlaku ketika baitulmal kosong dan ditiadakan ketika baitulmal telah terisi.

Pengambilan kebijakan dalam Islam akan selalu berpihak pada rakyat, terutama berkaitan dengan pengelolaan SDA. Peran negara tidak boleh berpindah ke tangan individu dan perusahaan saja karena hal itu akan berujung pada kesengsaraan dan penderitaan rakyat tanpa bertepi.

Allahu a’lam bishshawwab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi