Kidfluencer dan Demi Konten, Sepadankah dengan Risikonya??

Oleh. Retno Asri Titisari (Pemerhati Generasi dan Sosial Politik)

Dunia saat ini didukung kemewahan dan kemudahan secara digital. Seseorang bisa dengan mudah mendapatkan apa yang diinginkan meski lewat petikan jari, aplikasi, dan gadget. Lebih menakjubkan lagi adalah mendapatkan cuan hanya dengan bergaya dan membuat konten akun Youtube, tiktok, dst.

Kritikan tajam mengalir karena adanya video yang diunggah oleh Ria Ricis dalam akun Instagram pribadinya, Moana hanya digendong oleh Teuku Ryan yang mengendarai jetski. Ria Ricis dan Teuku Ryan sama-sama terlihat menggunakan pelampung. Tidak cukup itu, Ricis juga mengajak bayinya bermain ATV (all-terrain vehicle) dengan hanya menggunakan gendongan.

Alasan Ricis melakukan itu karena melatih keberanian sang anak. Tentu saja hal itu juga diunggah dalam akun instagramnya dengan kalimat-kalimat seolah ‘janji’ kewajiban penjagaan. Demi konten, Ricis seolah bergaya membaca bayi kecil mengarungi bahaya. Ada yang bilang “wow?” Tentu saja selain kecaman aksi Ricis diamini oleh followersnya.

Boleh kiranya kita menganggap yang dilakukan Ricis adalah ‘katalis kidfluencer’ bagi anaknya kelak. Melihat mudahnya mendulang cuan di alam kapitalisme ini, sang ibu membuka jalan itu untuk anaknya. Semakin menggemaskan anak, biasanya semakin banyak followers dan komentar mendukung. Maka, dukungan dan cuan mengalir pada orang tua jua.

Membuat anak bekerja tanpa kerja keras sama dengan membuat uang bekerja dan datang sendiri tanpa kerja keras. Inilah prinsip motif ekonomi kapitalisme. Demi keuntungan sebesar-besarnya, tapi benarkah pengorbanan sekecil-kecilnya?

Kita masih mengingat kasus-kasus remaja terlindas truk demi konten. Seorang YouTuber asal Arizona tahun 2019, Amerika Serikat (AS), terjerat kasus eksploitasi anak karena dituduh menyiksa 7 anak angkatnya untuk channel Fantastic Adventuresnya. Bagaimana pun, konten hanya menampilkan yang tampak dan ingin ditampilkan. Di balik itu, sama sekali tertutup selubung gelap.

Sungguh miris dunia dengan asas materialisme ini. Orang tua yang seharusnya melindungi pun tergelincir eksploitasi anak hanya demi cuan. Karena, kapitalisme sekuler adalah ide yang dibangun dan disebarkan dengan massif di tengah-tengah masyarakat. Maka, wajar terjadi pergesekan dan pergeseran mindset di tengah umat ini. Apalagi tekanan ekonomi yang luar biasa pun tanggungannya dibebankan pada pundak individu rakyat. Jadi, jalan instan selalu dilirik dan menjadi acuan.

Untuk sang anak, tentu saja akan kehilangan sosok pelindung utama. Ortu seolah lupa adanya bahaya yang mengincar anak karena kondisinya yang belum matang dan lemah untuk mengurusi sendiri. Negara pun seolah abai asalkan pajak dan ekonomi mengalir. Seolah perlindungan anak tergadai dengan cuan yang mengalir. Naudzubillah, sungguh kasihan generasi negeri ini. Firman Allah SWT dalam An-Nisa ayat 9:

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”

Orang tua adalah fondasi pertama anak. Perlindungan untuk tidak meninggalkan generasi lemah yang tidak hanya terkait cuan, tapi lebih kepada sosoknya. Pembekalan dan pembentukan sosok kuat dengan tempaan akidah Islamiyyah dan tsaqofah Islam yang mengakar membentuk kepribadian Islam.

Hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul Kabir:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”

Fitrah anak bisa bergeser dengan mudah kepada sekulerisme jika tidak ada penjagaan dan pendampingan ortu setelah pemberian bekal akidah Islamiyyah. Maka inilah butuh sistem yang capable dan kuat untuk menopang. Bukan sistem kapitalisme sekuler yang berkoar eksploitasi anak dengan KPPA semata. Atau menghukum baru ketika ada delik aduan yang terlihat di konten.

Hanya dengan Islam, keamanan dan jaminan perlindungan anak paripurna. Lalu, lahirlah sosok-sosok luar biasa seperti Usamah bin Zaid sebagai amirul jihad pasukan Islam pada usianya yang masih muda. Berderet juga para ulama-ulama berdedikasi tinggi seperti Imam Syafii sebagai output peradaban Islam.

Sungguh, peradaban yang cemerlang dan menakjubkan bukan? Semoga Allah Swt. mudahkan dan berikan pertolongan untuk penegakannya. Aamiin.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi