Khilafah, the Power by Muslim Empire

Oleh. Silmi Atikah
(Aktivis Pelajar Peduli Bangsa)

Tak salah jika Islam ada yang menyebutnya sebagai hidangan terlezat sepanjang masa. Kenapa? Pasalnya, Islam memiliki beragam karakter cita rasa yang khas untuk dicicipi. Islam bisa diulik dari berbagai sudut pandang. Aromanya sangat menggoda untuk diperbincangkan dari berbagai kalangan umat manusia.

Unik dan menarik, dua kata yang selalu mewarnai Islam di setiap masa. Lagi-lagi, Islam menjadi perbincangan dalam negeri. Islam lagi yang dituding sebagai parasit dalam selimut, seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu.

Seorang abdi negara, ditangkap Densus 88 atas tudingan teroris. Seperti yang dikutip dari kompas.com, Densus 88 menangkap terduga 3 orang teroris pada Jumat (28/10/2022). salah satu oknumnya adalah guru SDN berinisial S (47) yang bertugas sebagai wali kelas. Menurut kabar kepala sekolah di tempat S bertugas, dia mengaku terkejut mendengar kabar bahwa S ditangkap Densus 88.

Islam selalu disasar sebagai chicken dinner pemerintah. Stigmatisasi Islam yang kian menghujam, menunjukkan bahwa pemerintah tidak pro-rakyat yang mayoritas muslim. Di sisi lain, banyak para tokoh agama lain, pendeta, pastor yang juga tebukti melakukan tindak kekerasan KKB, yang mengakibatkan banyak korban tewas sekalipun tidak pernah disebut sebagai terorisme.

Lalu, ke mana simbolisme keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia? Seolah-olah BNPT itu hanya tertuju pada umat Islam dan terus seperti itu. Mirisnya, siapa saja dapat disasar dengan tuduhan keji ini meskipun tidak pernah jelas latar belakangnya, termasuk saat melakukan aktivitas dakwah.

Anehnya, umat Islam yang mendalami agamanya selalu dicap negatif. Secara akal, jika Islam itu memang berbahaya, maka seharusnya dengan akal yang sehat, manusia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Jika Islam salah, maka seharusnya untuk mendekatinya saja manusia tidak berani apalagi memeluknya. Fakta tidak menjawab demikian, Islam adalah rahmatan lil ‘alamin yang membawa kebaikan dan kedamaian dalam hati, memuaskan akal, dan sesuai fitrah, yakni beragama.

Islam adalah agama yang diturunkan dari Sang Pencipta. Islam selalu mengajak pada kebenaran dan mencegah kemungkaran, seperti yang tercantum pada surah Ali Imron ayat 104:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Saat ini, sangat sulit sekali beramar ma’ruf nahi mungkar. Orang yang menginatkan pemerintah dituding anti-Pancasila, teroris, melanggar HAM, dan lain sebagainya. Yang mencegah kemungkaran pun dicap radikal, ekstremis, kadrun, dan lain sebagainya.

Islam itu bagai pohon yang tumbuh dan berkembang. Akarnya yang kuat menahan batang pohon yang kokoh, daunnya yang rimbun menaungi siapa pun yang ada dibawahnya. Sama seperti saat ini, Islam datang untuk menguatkan tujuan hidup manusia, mengokohkan kepribadian hidup manusia, mengokohkan kepribadian manusia dan menaungi manusia menuju jalan yang benar.

Sedang musuh-musuh Islam adalah mereka yang menghalangi tumbuhnya pohon itu. Menebang setiap potensi yang Islam kembangkan dan mencabut akar-akarnya dari tanah. Namun di sisi lain, manusia sangat membutuhkan pohon itu yang memberikannya udara untuk tetap bernapas, yang memberikannya cadangan air yang cukup dan yang memberikannya tanah yang subur. Maka, Islam butuh ruang untuk tumbuh dan menampakkan rimbunnya.

Islam datang untuk membebaskan manusia dari jeratan dunia tipu-tipu. Krisis ekonomi, oligarki, pergaulan bebas, narkoba, pencemaran lingkungan, kerusakan ekosistem, eksploitasi sumber daya alam, pembunuhan, ketidakadilan hak-hak perempuan, pengangguran, KDRT, ashobiyah, suap, dan masalah -masalah yang lain.

Dicakup dalam satu naungan Khilafah, dalam satu kunci permasalah akidah dan dalam satu persaudaraan al ummah. Itulah Islam yang membawa perdamaian bagi seluruh alam. Pertanyaan yang patut direnungi kini adakah ajaran Islam yang merujuk pada keburukan? Lalu apa salah umat jika mereka yang tertindas, mengalami ketidakadilan kini bangkit dan mencita-citakan masa depan yang lebih, menjadi pohon mereka ketika kini mereka tak puas dengan kapitalis, demokratis, dan liberalis dan faktanya malah menelantarkan mereka. Mari kita renungi wahai saudara.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi